Shasha tiba di depan rumah. Dia tau akan mendapat omelan dari tante Mira karena terlambat membawa belanjaannya. Sebelum dia membuka pintu, terlebih dahulu ia tarik napas dalam-dalam lalu dibukalah pintu dan ternyata tantenya sudah berdiri menunggu. Shasha hanya menundukkan kepalanya di hadapan tante Mira.
"Kelayapan kemana dulu kamu jam segini baru pulang?" Tanya tante Mira seraya mengambil belanjaan dari tangan Shasha dengan kasar.
"Maaf, Tante. Ta-tadi ... ada kecelakaan kecil di jalan."
"Ngeless aja kamu, kebiasaan," ujar tantenya sambil melayangkan tatapan laser.
"Sudahlah biarkan tante ngomel dulu sepuasnya," batin Shasha pasrah. Dia hanya perlu diam dan mendengarkan saja. Setelah itu dia bisa masuk ke kamar dan beristirahat.
****
"Di kamar rumah Shasha yang ia tinggali sendiri, letaknya bersebelahan dengan rumah tante Mira. Ia merebahkan badannya di tempat tidur. Belakangan, dia selalu merasa cepat sekali lelah dan sering pusing-pusing. Melihat luka-luka di tangan dan kakinyanya, ini memang bukan karena tertabrak sepeda, tapi karena kaget, pingsan lalu terjatuh.
"Ya, mungkin pria itu benar. Aku memang terlalu sering melewatkan sarapan jadi badanku lemah, apalagi di bawah terik matahari yang sangat panas aku selalu pusing lalu pingsan. Ah, sudahlah sebaiknya aku membersihkan diri dan solat ashar dulu," batinnya sambil pergi ke kamar mandi.
...🌼🌼🌼...
Pagi-pagi sebelum berangkat sekolah.
"Aku harus sempatkan sarapan dulu sebelum berangkat. Hari ini ada ulangan biologi, semoga aku ingat semua pelajaran yang ku hafal semalaman. Belakangan nilaiku anjlok semua, hampir frustasi rasanya karena sekarang aku menjadi sangat sulit untuk mengingat & sering kehilangan konsentrasi dalam belajar. Entahlah, aku tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan diriku hingga menjadi sebodoh ini." Berulang kali Shasha memukul kepalanya sendiri.
Untuk menempuh perjalanan ke sekolah hanya butuh 15 menit dari rumah, sengaja brangkat sepagi mungkin supaya bisa berjalan dengan santai tapi tetap saja baru setengah perjalanan udah ngos-ngosan. Untunglah, Sita berhenti tepat di depannya jadi Shasha bisa nebeng di motor Sahabatnya itu.
"Senangnya kamu datang tepat waktu,Ta."
"Kenapa? kamu kangen aku ya, Sha? Tapi maaf sayang, aku sudah punya pacar," selorohnya sambil terkekeh.
"Ya gak apa-apa, aku bisa rebut kamu dari pacar kamu kok, hahahaha." Mereka tertawa dan saling bercanda.
Sita adalah satu satunya sahabat yang dimiliki oleh Shasha, karena sejak orang tua Shasha meninggal akibat kecelakaan 5 th yang lalu, Shasha menjadi sangat pendiam, hanya dengan Sita dan kakak laki-lakinya--Zidan, dia akan sedikit terbuka untuk bicara, tapi Zidan sudah menikah dua tahun yang lalu dan menetap di Bekasi karena pindah tugas ke sana. Jadi sekarang, Shasha terpaksa tinggal sendiri di rumah peninggalan orang tuanya di Bandung. Rumah yang bersebelahan dengan rumah alm. kakeknya yang kini ditempati oleh tante Mira dan anaknya--Rena.
*****
Dua sahabat pergi ke kantin di sela waktu istirahatnya. Sita melihat ada tempelan plester di tangan dan kaki Shasha yang menjadi pusat perhatiannya sejak bertemu tadi pagi.
"Sha, sikut tangan sama lututmu kok banyak plesternya? Itu kenapa, sih?"
"Oh ini ...." Shasha menatap kembali bekas luka-lukanya. "Kemren abis jatuh," jawabnya dengan datar.
"Sha ... Sha." Sita menggelengkan kepalanya pelan. "Kamu tuh masih aja kaya anak kecil. Sembrono dan sedikit ceroboh, jadinya dikit-dikit jatuh dikit-dikit jatuh, belum lagi suka nabrak orang kalau lagi jalan, mending ya kalo yang di tabrak itu cogan (cowok ganteng) ckckck," ucap Sita sambil membayangkan kebiasaan Shasha.
Deg!
Tiba-tiba saja Shasha kaget karena teringat laki-laki tampan yang menabraknya. Itu membuat Shasha keselek minuman dan hampir nyembur kemana-mana. Untungnya masih ketahan hanya saja, matanya masih membulat tak kunjung berkedip. Dia coba mengingat wajah laki-laki itu. Namun, seperti biasa, ingatannya langsung kabur. "Jangan-jangan Sita tahu kejadian kemarin," batinnya.
"Kenapa Sha?" tanya Sita.
"Ahh ... gak apa-apa, hehe." jawabnya sambil cengengesan.
"Oh ya, tar pulang sekolah main ke rumahku yuk," ajak Sita.
"Aku gak bisa deh kayaknya. Sekarang aku butuh istirahat di rumah."
"Kamu kenapa, kamu sakit Sha?" tanya Sita khawatir.
"Ah, gak apa-apa sih cuma suka sedikit pusing aja belakangan ini. Memangnya nanti kalau aku pingsan di jalan kamu mau gendong aku sampe rumah? Enggak, 'kan?"
"Ishh ... serius, Sha! kalo kamu sakit aku anter ke dokter tar pulang sekolah."
"Diihh ... so perhatian. Aku gak apa-apa kok tenang aja." Shasha kembali menyeruput minuman dari sedotan. "Aku mau lgsung pulang ke rumah, karena aku butuh waktu untuk belajar. Kamu tahu sendiri 'kan belakangan ini nilai ulanganku kaya gimana? Makin lama semakin terjun bebas. Ck," jelas Shasha sambil berdecak.
"Iya bener Sha. Ada apa sebenarnya? Aku heran kok bisa anjlok gitu banget nilai kamu?"
"Iya makanya, Ta! aku harus lebih rajin belajar di rumah."
"Ok kalau begitu, semangat ya, Sha. Jangan berkecil hati." Sita menyemangatinya dan Shasha mengangguk sambil tersenyum tipis.
****
Setelah menempuh perjalanan pulang dari sekolah menuju ke rumah, Sha terpaku di depan rumahnya sendiri. Dia membulatkan matanya. Lagi-lagi dia merasa kaget. Pandangan matanya tertuju pada sebuah papan nama yang tiba-tiba muncul di sana. Seingatnya tadi pagi dia tidak melihat benda itu. Entah apa yang terjadi selama dia pergi sekolah, dan apa maksud dari papan nama itu? Di sana tertulis sebuah nama,
'dr. LUTHFIE FAHMI' dan di bawah nama itu tertulis seperti jadwal praktek umum, lengkap dengan nomor telepon tertera di sana. Tidak sampai di situ, ketika ia masuk ke dalam rumah, dilihatnya ada beberapa orang tengah menata barang-barang dan entah milik siapa barang-barang sebanyak ini tiba-tiba memenuhi rumahnya? "Mungkinkah mereka salah masuk ke rumahku?" tanya Shahsa dalam hatinya.
"Tunggu! Kalian sedang apa di rumahku? Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?"
"Maaf, neng ... kami hanya menjalankan tugas. Ini semua barang-barang pak dokter, dia yang menyuruh kami, hanya itu saja," jawab salah satu pekerja itu.
"Pak dokter? Pa dokter siapa maksudnya? Coba cek kembali alamat rumahnya, siapa tahu salah. Ini rumah saya, bukan rumah Pak Dokter yang kalian maksud. Kalian tidak boleh melakukan ini."
"Ahh, ya ampuun ... ada-ada saja mereka ini. Harusnya kan lebih teliti sebelum melakukan sesuatu," batin Shasha sambil mengembuskan napas kesalnya.
"Maaf, Neng, ini alamatnya sudah benar, kok." Seorang sopir menunjukkan sebuah kertas kecil bertuliskan alamat yang sama persis dengan alamat rumah Shasha.
BERSAMBUNG...
#Jangan lupa like👍, komen + fav❤️, rate ⭐ bintang 5, Thanks 😘😘#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Yani Ladutana
mantap
2022-05-28
0
🌻🌕 Silviana 🌕🌻
ishh....kenapa tante nya jahat banget ya
2021-08-25
0
Rita Saputri
rumah shasha dijual tantenya x
2021-07-21
0