“Bi, mama udah pulang?” tanya Mia yang baru tiba dari sekolah.
“Belum sayang, kamu ganti baju, cuci tangan terus makan. Kotak bekalmu taruh di atas meja, biar Bibi cucikan”.
“Makasih Bi” ujar Mia sambil meletakan kotak bekalnya di meja makan.
Mia melakukan perintah Bi Nina lalu duduk manis di meja makan. Siang ini menu favoritnya tempe orek, cah kangkung, nasi merah, telur balado dan buah semangka.
Melihat Mia makan dengan lahap, Bi Nina tersenyum sambil meletakankotak makan yang telah dicucinya di rak piring.
“Belajar apa hari ini di sekolah?” tanya Bi Nina.
“Matematika, Sejarah sama Kesenian” ujar Mia sambil makan.
“Gurunya siapa aja?”
“Matematika Ibu Rian, Sejarah Ibu Ina, Kesenian Pak Deri”
“Ibu Rian galak gak, mengajarnya?”
“Iya galak. Kalau ada yang gak bisa Matematika dimarahi. Nggak suka les matematika” ujar Mia dengan wajah cemberut.
“Kamu harus belajar, biar bisa jadi Dokter kayak mama”
“Gak mau jadi Dokter. Cita-citaku jadi atlet Badminton” ujar Mia bangga.
Bi Nina tidak melanjutkan pertanyaannya, Badminton dan olahraga lainnya haram dibicarakan di rumah ini. Entah apa alasannya, yang jelas Bi Nina tidak ingin majikannya murka jika ada yang mengungkit topik itu.
“Hari ini ada les Bahasa Inggris. Kamu tidur siang dulu nanti jam tiga Bibi bangunkan, siap untuk ke tempat les”
“Ok Bi” ujar Mia membereskan piring sisa
makannya, mencuci, tidur siang seperti perintah Bibinya.
“Nilai matematikamu kok Cuma enam?” tanya Regata sambil mengerutkan dahi melihat rapor kenaikan kelas putrinya.
Tahun ini putrinya genap berusia delapan tahun dan duduk di kelas tiga sekolah dasar. Sejak kelas satu hingga kenaikan kelas tiga, Regata selalu memantau nilai rapor putrinya. Semuanya bagus kecuali nilai matematika yang selalu berada di angka enam.
“Tapi kan rangking tiga mah” ujar Mia membela diri.
“Mia, mama nggak peduli kamu rangking berapa asalkan semua nilaimu diatas tujuh”
“Kalau nilai Matematikamu begini, mau jadi apa kamu?” ujar Regata memarahi putrinya.
“Jadi atlet Badminton, mah” Jawab Mia polos.
Regata menghembuskan nafas kasar.
“Mama nggak setuju kamu jadi atlet! Kamu pikir jadi atlet bisa selamanya, masa depan atlet itu tidak pasti. Kalau kamu gagal kamu akan menyesal seumur hidup, karena membuang waktu berharga kamu”
Mia tidak memahami apa yang disampaikan ibunya. Mia pernah membaca salah satu artikel di tabloid langganan Regata,bahwa salah satu atlet badminton nilai rapornya tidak bagus, dan dia memutuskan untuk mengejar cita-citanya dan telah mendapat banyak penghargaan.
“Dengerin mama, mulai sekarang kamu harus lebih giat belajar. Perbaiki semua nilaimu dan kamu boleh jadi apapun yang kamu mau,selain atlet”
“Kenapa mah?” Mia tidak merasa ada yang salah dengan cita-citanya.
“Pokoknya gak boleh. Gak boleh jadi atlit, gak boleh nonton apapun tentang olahraga, dan gak boleh simpan semua yang berhubungan dengan olahraga”
Mia tertunduk sedih mendengar ucapan mamanya. Dia tidak melakukan sesuatu yang buruk dengan cita-citanya, kenapa mamanya sampai semarah itu?”
“Mia, bangun sudah hampir jam tiga. Mandi terus siap-siap ke tempat les” ujar Bi Nina
membangunkan Mia sambil menguncang-guncangkan tubuhnya.
Mia duduk sebentar di tempat tidurnya mengumpulkan semua kesadarannya, lalu menuju kamar mandi.
Bi Nina menyiapkan baju, dan peralatan les Mia.
Setelah Mia siap, Bi Nina mengantarkan Mia ke tempat les dengan sepeda motor milik
majikannya, yang dikhususkan untuk memudahkan mobilitas asisten rumah
tangganya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
Semua yg berhubungan dgn olahraga apalagi badminton seperti mengingatkan kembali kenangan pahit waktu dulu mengetahui kehamilan tp tak sanggup bicara jujur sama ayah dari janinnya, andai waktu bisa diulang mungkin Regata bakalan memilih memberitahukan hal itu sebelum Lintang pergi, setidaknya lelaki itu tahu.
2022-03-29
3
✪⃟𝔄ʀ ησƒяιтα 🅾︎🅵︎🅵 ⍣⃝కꫝ🎸
lah kenapa marah dengan cita² mia,regata sendiri yg dulu gak mau jujur kononya gak mau jadi penghalang karir lintang 😪
2022-02-25
1