Setelah selesai dengan makan malamnya, Kiya membereskan perlengkapan yang digunakannya. Ia tidak mau sang nenek membantunya, dan lebih menyuruhnya untuk segera beristirahat. Berjalan menuju kamarnya yang kecil, namun sangat nyaman untuk dijadikan sebagai tempat untuk berisitrahat. Melaksanakan sholat isya' dan setelahnya menyiapkan peralatan untuk kerja besok, walaupun masih ada rasa ketakutan dalam dirinya.
Semangat Kiya, jangan lemah. Fokus saja untuk kerja dan mengejar masa depan, dan membahagiakan nenek yang utama. Kiya.
Keesokan harinya, Kiya melaksanakan kewajibannya untuk sholat seperti biasanya. Siklus bulanan yang sudah berlalu menyapanya, kini telah hadir. Membantu menyiapkan sarapan pagi, dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.
" Kiya berangkat ya nek, Assalamu'alaikum." Pamit Kiya, lalu ia mencium punggung tangan sang nenek.
" Wa'alaikumussalam. Hati-hati dan semangat kerjanya nak."
Kiya berjalan menuju jalan besar, menghentikan angkutan umum untuk menuju halte bus. Disaat jam segitu, pukul enam pagi. Hampir seluruh masyarakat yang pergi bekerja menggunakan fasilitas umum, akan sangat ramai. Untuk sampai di perusahaan tempat Kiya bekerja, masih harus berjalan lagi sekitar sepuluh menit dari halte bus. Dan saat tiba diruangannya, ia dikejutkan oleh pemandangan yang tidak biasanya terjadi, hal itu menimbulkan perhatian pegawai yang lainnya.
Ada apa ini ramai-ramai? Kiya.
" Selamat pa..." kalimat dari mulut Kiya berhenti, saat matanya melihat siapa yang sedang berada disana.
" Hem, kau!!! Ikut denganku!." Azzam meraih tangan Kiya dan langsung membawa pergi dari ruangan tersebut.
Hal itu, membuat para pegawai disana menjadi bingung dan kaget. Tidak biasanya bos mereka mendatangi ruang kerja dari pegawainya, selalu asisten pribadinya yang akan turun, Daffa.
" Hei, kalian lihat! Tumben sekali bos kita datang dan menyambangi ruangan ini? Biasanya juga tidak pernah terlihat keberadaannya." celoteh Nabila dengan beberapa pegawai lainnya.
" Iya benar, tapi sungguh handsome banget dapat mood booster pagi-pagi. Aku mau banget jadi pacarnya, ehm." Khayalan tingkat tinggi dari Eci.
" Mimpi kali, bos juga nggak katarak Ci. Buktinya, Kiya yang dia tarik bukan elu. Hahaha. Lagian, sudah ada didepan mata kok malah melirik yang lain." tukas Berry menyanggah khayalan Eci dan berakhir dengan menggodanya.
" Ish, merusak suasana aja lu. Dah ah, lanjut kerja." Eci meninggalkan mereka semua.
Dan mereka yang berkumpul disana, segera membubarkan diri. Melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing, namun tidak bagi Nabila. Ia sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu, apalagi hampir seluruh pegawai di perusahaan itu sudah mengetahui sifat dari bos mereka.
Ada apa dengan bos pagi ini? Tumben-tumbenan timbul, biasanya juga nggak pernah nonggol. Kiya! Ya ampun, ada apa sih ini sebenarnya. Ganteng-ganteng kok nyeremin tu bos, semoga Kiya baik-baik saja. Nabila.
......................
Azzam menarik tangan Kiya dan menggenggamnya dengan sangat kuat, hingga menimbulkan rasa sakit pada pergelangan tangannya.
" Tu tuan, tangan saya sakit." Kiya meminta pada Azzam untuk melepaskan tangannya.
Seolah-olah tidak mendengar, Azzam masih menarik tangan Kiya menuju ruangannya. Ghina yang melihat hal tersebut, dibuat melonggo.
Eh, tuh Kiya kok ditarik-tarik sama bos? Apa Kiya melakukan kesalahan lagi? Ghina.
Membuka pintu ruangannya dan melepaskan genggaman tangannya dari tangan Kiya, Azzam langsung duduk pada kursi kebesarannya.
" Duduk disana!". Menunjuk sofa dengan menggunakan jarinya, tanpa menatap lawan bicara.
Merasakan sakit pada pergelangan tangannya, Kiya menggelusnya perlahan. Berjalan menuju sofa yang dimaksud, Kiya tidak membantah ucapan dari bosnya. Jika ia memprotes, maka sama saja menyerahkan nyawanya untuk di lenyapkan.
Azzam fokus mengerjakan pekerjaannya yang sudah menumpuk di atas meja kerjanya, tanpa memperdulikan keberadaan Kiya disana. Silih berganti, para direksi perbidang masuk ke dalam ruangan itu dan menatap Kiya dengan tatapan heran. Hal itu semakin membuat Kiya merasa risih dan tidak nyaman.
" Tuan! Apa ada yang harus saya kerjakan?". Tanya Kiya yang sudah mulai bosan berdiam diri.
Tidak ada tanggapan dari Azzam, ia masih fokua dengan pekerjaannya. Dengan mendengus kesal, Kiya kembali menyandarkan punggungnya pada sofa disana. Melipat tangannya didepan, mata yang menatap lantai dengan tatapan kesal.
Ni orang apa sih maksudnya, di tarik, di diemin, duduk dan berdiam diri seperti ini. Subhanallah baget si bos ini, pengen gue ketok tu kepalanya biar normal. Kiya.
" Tidak usah mengumpatku diam-diam, jika tidak ingin nasibmu seperti pria kemarin." Azzam berbicara, namun matanya tetap fakus pada pekerjaannya.
" Eee ". Kiya merasa heran, kenapa bosnya itu bisa tau kalau dirinya sedang mengumpatnya.
Astaghfirullah, ni orang bener-bener dah.
Waktu pun bergulir, tak terasa sudah saatnya untuk makan siang. Dengan perasaan ragu-ragu, Kiya memberanikan diri untuk berbicara.
" Maaf tuan. Apa saya boleh istirahat? Ini sudah waktunya makan siang, tuan. Apakah tuan tidak makan siang?." Tatapan Kiya menatap bagian bawah meja bosnya itu.
Mendengar ucapan Kiya, Azzam hanya melirik jam ditangannya. Lalu ia acuh kembali, membiarkan Kiya yang semakin kesal.
Duh, mana perut udah kasih sinyal buat di isi. Dasar manusia kayu, rata banget ekpresinya. Astaghfirullah, Kiya. Ya Rabb, maafkan hambamu ini yang sudah menggumpat tu orang. Kiya.
Berakhir untuk duduk kembali dengan manis, menahan perutnya yang sudah terasa perih. Penyakit asam lambungnya kembali menyapa, namun ia tidak berani untuk berbicara lagi pada bosnya itu.
" Tu tuan, apa saya boleh izin sebentar untuk sholat? ". tanya Kiya dengan tubuh menahan rasa perih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Lism@
tancap thor
2021-10-01
1
Jumadin Adin
katanya halangan kok ijin sholat,apa hanya alasan kiya agar terbebas dari CEO
2021-09-28
1
Nur hikmah
ko kiya mau ijin sholat kty halangan....hee
2021-09-11
0