"Bibi cantik."
Jessica menghentikan langkahnya, kemudian menoleh dan mendapati Laurent berdiri di sampingnya sambil menatapnya dengan tatapan polos. "Jadi bibi cantik adalah seorang dokter?" tanya Laurent.
Jessica mengangguk, kemudian dia berlutut dan mensejajarkan tingginya dengan Laurent, menatapnya dengan begitu lembut. Entah kenapa hati Jessica merasa begitu hangat ketika melihat tatapan teduh gadis kecil itu.
"Namamu Laurent, kan? Laurent, tidak perlu sedih dan takut lagi. Karena papa Laurent baik-baik saja dan dia sudah melewati masa kritisnya."
Tubuh Jessica membeku saat Laurent tiba-tiba memeluknya. Dia merasakan sebuah getaran tidak biasa ketika lengan mungil gadis itu memeluknya dengan erat. "Bibi cantik, kenapa pelukanmu begitu hangat? Apa seperti ini rasanya pelukan seorang ibu?" ucap Laurent dengan sedikit serak.
Jessica mengernyit bingung. "Maksud Laurent apa? Apa Laurent tidak memiliki ibu?" tanya Jessica memastikan.
"Punya, tapi Mama Laurent tidak pernah memeluk Laurent seperti ini. Dia selalu marah dan menyebut Laurent anak merepotkan, pembawa sial, dan masih banyak lagi. Laurent benci Mama dan Laurent ingin supaya dia berpisah dengan Papa."
Hati Jessica serasa tercubit mendengar apa yang Laurent katakan. "Sayang, jangan sedih lagi. Jika Laurent ingin pelukan seorang ibu, Laurent bisa memeluk bibi kapanpun Laurent mau."
Kedua mata Laurent langsung berbinar mendengarnya. "Benarkah?" Jessica mengangguk sambil tersenyum. "Laurent terharu, Laurent sangat menyukai bibi cantik. Bagaimana jika bibi cantik menjadi mama untuk Laurent dan menik—"
"Jangan sembarangan. Dia itu mamiku, dan aku tidak mengijinkanmu mengambilnya dariku," sahut Kevin. Bocah itu bersandar pada tembok sambil bersidekap dada. Kedua matanya tertutup rapat dan wajahnya begitu datar.
"Bibi cantik saja tidak keberatan, kenapa malah kau yang keberatan? Dan jika dipikir-pikir, kau itu seperti papaku, dingin dan bermulut tajam. Aku sudah memutuskan jika bibi cantik akan menjadi mamaku mulai hari ini, titik tanpa koma," kata Laurent menegaskan.
"Jangan bicara sembarangan kau bocah," sahut seseorang dari arah belakang.
Sontak Jessica dan kedua bocah itu menoleh seketika. Kedua mata Tiffany membelalak melihat siapa wanita yang bersama Laurent.
"Je-Je-Jessica!" ucapnya kaget. Jessica menyeringai tipis.
Jessica beranjak dari hadapan Laurent dan Kevin kemudian menghampiri Tiffany. "Apa kabar sepupuku, sayang? Oh, atau mungkin kakak tiriku? Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu." Tiffany terlihat panik dan takut melihat keberadaan Jessica, lalu pandangannya bergulir pada Kevin yang tengah menatapnya tajam.
"Apa bibi lihat-lihat, ingin kucongkel kedua matamu. Dasar wanita menyebalkan," sinis Kevin yang dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada Tiffany.
Jessica mendengus berat. "Jaga bicaramu, Kevin Smith. Mulutmu itu terlalu tajam dan berbisa. Mama tidak pernah mengajarimu untuk menjadi kurang ajar dan tidak tahu sopan santun."
Kevin mendecih pelan. "Wanita dewasa memang sulit dimengerti. Hei bocah, ikut denganku. Sebaiknya jangan ikut campur dengan urusan orang dewasa. Suasana hatiku sedang buruk dan aku ingin makan es krim, ikutlah denganku aku akan mentraktirmu."
Kevin berjalan meninggalkan Jessica dan Tiffany begitu saja. Bocah itu berjalan angkuh dengan kedua tangannya yang tersembunyi di dalam saku celananya.
Sementara itu, Tiffany termangu melihat bagaimana sifat Kevin dan mulut tajamnya itu. Tiffany tidak menyangka jika sifat Rey menurun sepenuhnya pada bocah itu.
'Benar-benar, Rey dalam versi mini,' ucapnya membatin.
Lalu pandangan Tiffany kembali pada Jessica yang juga menatapnya. "Untuk apa kau kembali? Bukankah ayahmu sendiri yang dulu mendepakmu keluar dari rumah dan mengusirmu?"
Jessica menyeringai dingin. "Kenapa kau begitu sibuk mengurusi hidupku, Tiffany Hong? Apa yang membuatmu begitu takut melihat aku kembali? Atau mungkin kau sedang menyembunyikan sebuah bangkai, dan kau takut jika bangkai itu akan mengeluarkan aroma busuk yang akhirnya menghancurkanmu?" Jessica menyeringai.
"Apa yang kau bicarakan? Jangan sembarangan menuduh. Lagi pula aku di sini bukan untuk berdebat denganmu, tapi untuk melihat keadaan suamiku. Dan sepertinya aku belum memberitahumu ya, jika sekarang aku adalah seorang Nyonya Besar. Suamiku adalah Rey Lu, pemilik dan pendiri Lu Empire." Tiffany mengulurkan tangannya pada Jessica sambil mengurai senyum meremehkan.
Jessica menatap Tiffany dengan tatapan dan senyum mengejek. "Oh, bagus dong. Dan aku ucapkan selamat padamu. Semoga saja pernikahan kalian langgeng ya. Tapi sepertinya kau tidaklah seberuntung itu, karena putrimu sendiri tidak menginginkan dirimu. Semoga kau sukses dan selalu bahagia dengan pernikahanmu itu." Jessica menepuk bahu Tiffany dan pergi begitu saja.
Tiffany mengepalkan tangannya dan menatap kepergian Jessica dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Dengan kembalinya Jessica tentu posisinya sebagai Nyonya Lu akan terancam. Rey bisa saja menghabisinya jika dia sampai tahu tentang kebenarannya.
"Tidak! Aku tidak boleh membiarkan hal ini sampai terjadi. Aku harus melakukan sesuatu. Wanita itu... harus aku singkirkan...!!!"
---
Laurent tak henti-hentinya menangis. Kedua matanya terlihat sembab dan memerah. Hampir satu jam gadis kecil itu menangis dipelukan Rey. Laurent merasa bersalah dan tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa sang ayah.
Menurutnya, Rey tidak akan terluka parah apalagi sampai masuk rumah sakit jika saja dia tidak berusaha melindungi dirinya. Laurent tetap tidak mau berhenti menangis meskipun Rey sudah mengatakan jika apa yang menimpa dirinya bukanlah salahnya.
Lagi pula, ayah mana yang akan diam saja ketika melihat putrinya berada dalam bahaya?
"Papa, ini semua salah Laurent! Jika saja Laurent mau mendengarkan Papa, dan tidak lari-larian di sana, pasti musibah ini tidak akan terjadi, dan Papa tidak akan terluka seperti ini. Aku bersalah. Dan ini salah Laurent, ini salah Laurent."
"Iya, kau benar sekali, Lu Laurent! Ini semua memang salahmu. Kaulah penyebabnya, penyebab papamu terluka seperti ini. Dan Mama akan menghukummu dengan berat jika saja hal buruk sampai menimpanya."
"Huaaaa! Papa, Mama menindasku lagi. Mama, jahat padaku. Aku benci Mama."
"Kau pikir Mama peduli? Dan asal kau tahu saja jika Mama sangat menyesal karena sudah melahirkan anak menyebalkan dan pembawa sial sepertimu."
"TIFFANY HONG, CUKUP!" Bentak Rey membuat Tiffany bungkam seketika. Mata kanannya menatap wanita itu dengan tajam.
"Apa kau sudah tidak memiliki akal sehat dan hati nurani sebagai seorang ibu? Bagaimana bisa kau mengucapkan kata-kata setajam itu pada putrimu sendiri, hah?" Amuk Rey pada Tiffany yang semakin hari semakin keterlaluan. Jika saja ia tidak sedang dalam keadaan sakit, pasti Rey sudah menampar Tiffany dengan keras. "Keluar kau dari sini, KELUAR," bentak Rey di akhir kalimatnya.
"Kau sangat menyebalkan, Lu Rey! Aku membencimu," teriak Tiffany dengan mata berkaca-kaca. Tiffany bergegas meninggalkan ruang inap Rey namun langkahnya terhenti karena kemunculan Jessica secara tiba-tiba.
"Kau! Sedang apa kau di sini? Memangnya siapa yang mengijinkanmu untuk masuk?"
Jessica menyeringai meremehkan. "Memangnya perlu ya, jika seorang dokter meminta ijin ketika akan memeriksa pasiennya? Lagi pula aku adalah dokter yang bertanggung jawab di sini, dan Tuan Lu adalah pasienku. Aku bisa datang kapan pun tanpa ijin dari siapa pun, termasuk dirimu!"
Entah kenapa Rey mencium aroma permusuhan yang sangat kental antara Jessica dan Tiffany. Kedua wanita itu saling menatap dengan tajam dan tidak bersahabat sama sekali. Terlebih lagi, Jessica, kebenciannya pada Tiffany begitu jelas terlihat.
"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Rey seraya menatap keduanya bergantian.
"Ya/Tidak."
Keduanya menjawab dengan kompak, tapi dengan jawaban yang berbeda. Jessica mengatakan 'Ya' sementara Tiffany 'Tidak' dan Rey tidak tahu siapa yang berdusta di antara mereka berdua.
"Kenapa kau menatap kami seperti itu? Apa kau tidak mempercayai ucapanku? Aku dan dia memang tidak—"
"Kami saling mengenal!" Jessica menyela cepat, lalu mengalihkan tatapannya pada Tiffany yang seolah memberikan sebuah ancaman melalui tatapannya. "Dia adalah kakak sepupuku, bukan tapi kakak tiriku juga orang yang menghancurkan hidupku. Sejak awal hubungan kami memang tidak sehat, jadi beginilah saat kami bertemu," ujar Jessica menjelaskan.
Jessica melewati Tiffany begitu saja dan menghampiri Rey. "Bisakah kau keluar dulu? Aku harus memeriksanya."
"Untuk apa aku harus keluar? Jika ingin memeriksanya, langsung periksa saja, tidak usah mengusirku segala," sinis Tiffany.
"Tapi ini sudah prosedur dari rumah sakit. Keluar baik-baik atau aku akan menyeretmu keluar!" ancam Jessica bersungguh-sungguh.
Tiffany menjadi semakin marah dan kesal pada Jessica. Wanita itu menghentakkan kakinya dan meninggalkan ruangan Rey begitu saja. Jessica mendesah berat. Sifat dan sikap Tiffany memang tidak akan pernah bisa berubah. Dan sampai kapan pun dia memang tidak akan pernah bisa berubah.
---
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Vina Pembriyani
geram sama Tiffany ...kenapa Rey lgsg pcy aja sama omongan Tiffany tanpa cari tau kebenarannya....maka bos besar kok terkesan teledor banget
2021-08-20
1
Sri Yani
ni baru q suka cerita nya..
2021-08-20
0
Pertiwi Tiwi
cara bicara Kevin sama persis Rey.sipat Rey menurun ke anakya
2021-08-19
0