Di dalam kamarnya Selena tengah bersiap-siap untuk berangkat ke bandara, wanita itu terlihat begitu antusias dan ada binar kebahagiaan di wajah cantiknya.
dirasa semuanya sudah siap, dia pun keluar dari kamarnya sambil menarik koper. berjalan ke ruang tamu, dan meletakkan koper tersebut di sisi meja. Lalu wanita itu terlihat sedang sibuk dengan ponselnya, jemari lentiknya bergerak lincah.
Entah apa saja yang sedang dia lakukan, namun sepertinya sedang mengetikkan sesuatu di layar datar dan menyala tersebut.
tak lama setelahnya selena menyimpan ponselnya ke tas Selempangnya, kemudian matanya melirik ke pintu kamar Alya yang masih tertutup rapat.
Seketika mimik wajahnya berubah datar, dan sedetik kemudian dia menghela nafas berat saat ingatannya muncul soal pembicaraannya dengan sang adik tadi malam.
••FLASHBACK••
“berarti kita pulang cuma mau liburan? Ya ampun kak, kenapa gak bilang dari tadi sih! Tahu begini, aku gak banyak nanya.”
Alya pikir Selena mengajaknya pulang ke Jakarta hanya ingin liburan, kebetulan dia juga baru selesai ujian semester dan tak ada jadwal keluar selama sebulan penuh. Jadi dia akan manfaatkan kesempatan ini untuk berlibur sepuasnya, bahkan dia sudah ada planing akan menghabiskan masa liburannya bersama sang kakak dan para sahabatnya yang tinggal di Jakarta.
Sementara itu Selena yang mendengar ucapan sang adik, langsung menggeleng. Membuat wajah sumringah Alya lenyap, terlebih setelah mendengar ucapannya yang membuat perasaan gadis muda itu tak karuan.
“Enggak dek, kita gak akan liburan. tapi kita akan benar-benar pulang.”
“Pu-pulang gimana maksudnya?”
“kita akan pulang! ke rumah kita, dan entah sampai kapan kakak bisa kembali kesini lagi.”
DEG!
Alya mematung di tempat duduknya, dengan memasang wajah kaget.
Itu jelas!
Pasalnya tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja kakaknya yang sudah menetap lama di negara Korea dan di kenal sebagai seleb ingin pulang ke Indonesia.
Yah, sebenarnya bukan hal yang aneh. Wajar saja jika Selena ingin pulang, mungkin wanita itu sedang merindukan kampung halamannya setelah sekian lama tak pulang. Dan sepanjang tahun ia merintis karir pun, Selena sebenarnya suka menyempatkan waktu untuk berlibur kesana. Walaupun dengan batas waktu yang tak lama, karena selalu terdesak oleh padatnya jadwal pekerjaan.
Namun sepertinya kali ini tidak, Selena memilih untuk berlibur di waktu yang lama. Hal itu tentu saja membuat Alya berpikir negatif, pasalnya yang dia tahu jadwal sang kakak sedang padat-padatnya.
Mungkinkah ada sesuatu yang lain? Pikir Alya.
“tapi Tadi kakak bilang habis ambil cuti, berarti kita akan pergi liburan kan?”
“Iya memang, tapi bukan untuk liburan!”
“Lalu untuk apa?”
Sejenak Selena menghela nafas, mencoba terlihat tenang di depan adiknya itu.
“Sudah kakak bilang tadi, kita akan pindah dan tinggal disana sampai batas waktu yang belum di tentukan.”
“T-tapi Kalau kita benar-benar pindah dari sini, kuliahku disini bagaimana kak? Karir kakak juga gimana?”
“Soal kuliahmu kakak sudah mengurusnya, kamu sudah kakak daftarkan di kampus lama. Dan soal pekerjaan kakak jangan kamu pikirkan, yang penting saat ini kamu harus setuju dan turutin semua omongan kakak. Mengerti?”
DEG!
Kedua mata Alya seketika melebar kala mendengar kata pindah, dia tentu saja merasa kaget.
“A-apa kak? Pindah kuliah? Yang benar saja! aku baru saja selesai ujian, masa harus pindah sih?”
Selena tak menjawab ucapan adiknya, dia segera bangun dari duduknya dan melangkah menuju kamarnya.
Sementara Alya berteriak memanggil kakaknya, namun tak ada sahutan. membuat gadis muda itu berdecak kesal.
beberapa menit kemudian Selena kembali keluar sambil membawa Map warna hijau, kemudian di serahkanlah map tersebut ke adiknya.
Kening Alya berkerut dalam, seraya menatap map dan Selena bergantian.
“Apa ini?” tanyanya kemudian.
“Dokumen tentang tempat kuliahmu.”
Mendengar hal itu sontak saja membuat gadis 21 tahun itu tersentak, dia berdiri dan meraih map tersebut. Dengan tergesa-gesa ia membukanya, seketika itu pula tubuhnya merasa lemas saat tertera ada namanya disana sebagai mahasiswa baru.
“kak..”
Alya rasanya tak mampu berucap apapun lagi, kakaknya benar-benar sudah memindahkan kuliahnya.
“Selama ini kakak selalu menuruti apa yang kamu mau, termasuk merahasiakan identitas asli kamu sebagai adik kakak. Dan kali ini gantian, kakak yang minta sama kamu untuk turutin permintaan kakak ini.”
“T-tapi kenapa harus mendadak begini, kenapa kakak gak bilang ke aku dulu? Atau... jangan-jangan selama ini kakak gak suka ya aku tinggal disini?”
Selena menggeleng.
“Enggak dek, bukan begitu. Kakak senang kamu ada disini, tapi.. ada sesuatu yang gak bisa kakak katakan dan kakak harap kamu mengerti.”
Alya jalan cepat mendekati Selena, lalu meraih kedua tangannya dan menatapnya lekat.
“Apa itu kak? Katakan sama aku! Apa kakak punya masalah besar dengan agensi atau artis lain?” cercanya dengan mata sedikit melebar.
Menurut yang Alya ketahui, Selena memang pernah mengalami perundungan ketika masa training. Bahkan kakaknya itu pernah bercerita bahwa dia pernah ingin di lecehkan oleh para seniornya, itulah kenapa saat ini Alya menuntutnya banyak pertanyaan. Karena ia khawatir kakaknya masih mengalami hal seperti itu, walaupun kini dirinya sudah di nobatkan sebagai artis papan atas.
Selena diam sejenak, kemudian tersenyum. Ia melepaskan genggaman tangan sang adik, lalu merangkulnya. Berusaha menenangkan.
“Udah kamu jangan pikirkan masalah kakak, kakak bisa menanganinya sendiri.”
“Tapi-”
“Dek, udah ya nurut aja sama omongan kakak. Mau kan?”
Alya diam sejenak, matanya menatap mata kakaknya bergantian dan dia bisa melihat ada sesuatu yang kakaknya pikul.
dan pada akhirnya dia pun memilih setuju dengan permintaan kakaknya untuk pindah kuliah ke Indonesia, meski baginya itu sangat berat.
••END••
“maafkan kakak dek, tapi ini mungkin jalan terbaik. ” lirih Selena.
...💐💐💐...
jika Selena terlihat antusias dengan rencana kepulangannya kali ini, beda halnya dengan sang adik.
Gadis muda itu terlihat termenung di sisi ranjangnya, sambil memegang sebuah map berlogo universitas terbaik di Indonesia. Di samping kirinya sudah terdapat satu koper besar yang berisi pakaiannya, dan di atasnya ada tas gendong mini kesayangannya.
“Huft..”
Berulang kali Alya menghela nafas lalu membuangnya perlahan, rasanya dia masih belum percaya kalau kakaknya bisa melakukan itu. Sejak kapan Selena merencanakan ini semua, sampai dia tidak tahu apapun.
Ceklek!
Suara pintu kamarnya terbuka, Alya menoleh dan melihat sosok kakaknya berdiri di ambang pintu.
“Udah siap?” Tanyanya.
Alya mengangguk samar.
“Kalau begitu bisa kita berangkat sekarang? kak rendy juga sudah menunggu kita di bawah.”
Dengan gontai Alya bangkit dari duduknya, meraih tasnya lalu menyampirkannya di bahu kanannya. kemudian berjalan keluar menyusul langkah kakaknya yang sudah pergi duluan, sambil tangan kirinya menarik koper.
...💐💐💐...
“Mana lagi yang harus di bawa?” Tanya Rendy pada dua wanita yang ada di hadapannya, saat ini mereka sudah ada di basemen apartemen.
“gak ada. Ya udah, yuk kita berangkat!” Selena langsung masuk mobil, sementara Alya masih mematung.
Rendy menatap Alya yang masih bergeming, kemudian menghela nafas. dia paham betul, gadis itu menolak untuk pulang tapi tak bisa menolak. Rendy sendiri sebenarnya tak tega membohonginya saat mengatakan tak tahu apa-apa, tapi mungkin inilah yang terbaik untuknya.
Kini, dia hanya bisa berdoa. Semoga kedua sepupunya itu akan baik-baik saja selama di Jakarta, yah.. semoga.
setelah tadi malam Selena menyuruhnya untuk membereskan barang-barangnya, Alya langsung menelpon Rendy.
Awalnya dia ingin bertanya apakah pria itu tahu apa alasan kenapa kakaknya itu tiba-tiba ingin pulang, dan Rendy tentu saja mengatakan dia tak tahu apa-apa.
Ketika di kafe kemarin, Selena memang sempat meminta Rendy untuk jangan mengatakan apapun jika Alya bertanya.
“Alya.” panggil Rendy dengan suara lembut, namun gadis itu bergeming.
Pada akhirnya Rendy memilih mendekatinya dan menepuk pelan pundak kecilnya, membuat si empu mengerjap dan langsung menoleh dengan wajah kaget.
Rupanya dia sedang melamun.
“ya, kak.”
“Are you Ok?”
Alya diam sejenak sambil menatap Rendy, mata bulatnya seakan sedang mengatakan sesuatu.
“Al, ayo masuk nanti kita telat!” Selena berteriak dari dalam mobil.
Alya mengalihkan pandangannya dari rendy ke Selena, kemudian mengangguk kecil.
“masuk sana.” titah Rendy.
“I-iya kak.”
...💐💐💐...
sepanjang perjalanan menuju bandara Alya banyak diam, tatapannya yang mengarah ke jendela terlihat kosong dan wajahnya muram.
Sementara Selena yang duduk di kursi depan samping Rendy terlihat sibuk dengan ponselnya dan bibir tipisnya tak henti-hentinya tersenyum, sepertinya wanita itu sedang chattingan dengan seseorang.
Rendy yang kala itu duduk di kursi pengemudi sambil menyetir melirik ke belakang, memperhatikan adik sepupunya itu.
“kamu kenapa dek, dari tadi diam mulu?” tanya Rendy.
Menurut pria itu kelakuan Alya kali ini sangat aneh, dalam keluarganya adik sepupunya yang satu itu dikenal cerewet. Apalagi ketika sudah bersamanya, pasti ada saja yang di bahas.
Namun sekarang dia malah diam seribu bahasa, wajahnya pun nampak tak enak di pandang. Apa karena sebegitu tak inginnya kah dia kembali ke negaranya, sehingga membuatnya berubah drastis seperti ini.
Sementara itu Alya yang merasa terpanggil langsung menoleh, dan mengulas senyum tipis. Namun sayangnya Rendy tahu, itu adalah senyuman palsu.
“aku gak apa-apa kok kak.”
“yakin?”
Alya mengangguk pasti.
“oh iya kak, ada air minum gak? haus nih hehehe..” ucapnya sambil cengengesan.
Rendy yang mendengarnya pun terkekeh, ternyata dia diam karena haus.
“ada kok, ambil aja botol minum yang ada di dalam dus. yang ada di belakang, baru beli tadi soalnya!”
Alya pun langsung menuruti apa yang Rendy ucapan untuk mengambil botol minum, ia harus menaikkan sedikit tubuhnya agar bisa meraihnya. Karena letak dus yang Rendy maksud berada di pojok bagasi, itu pun ia harus usaha lagi karena sedikit terhimpit oleh 2 koper besar.
“lapar gak?” tanya Rendy lagi, saat melihat Alya sudah meneguk minumannya.
“enggak kak.” jawab Alya, kemudian ia kembali meneguknya.
“yakin nih, kita bisa mampir sebentar ke supermarket. Kamu kan paling gak bisa pergi gak bawa cemilan.” kali ini selena yang bertanya sambil menoleh ke belakang.
Selena hafal betul kebiasaan adiknya itu yang doyan ngemil, di kamarnya saja tersedia lemari es mini yang hanya berisi cemilan dan minuman.
Anehnya meski Alya doyan makan, tubuhnya tidak berubah gemuk.
Untuk olahraga pun, bisa dikatakan Alya sangat jarang. Paling mentok hanya jogging, itu pun tidak setiap hari. Namun entahlah, Selena pikir mungkin sudah porsi tubuh adiknya seperti itu.
Mendengar pertanyaan sang kakak, Alya pun menggeleng.
“enggak usah kak, aku masih kenyang kok.”
setelah itu tak ada yang kembali bicara, Selena kembali sibuk dengan ponselnya, Rendy fokus menyetir dan Alya kembali melamun. banyak pikiran buruk yang ada di dalam otaknya, entah itu apa saja.
Mereka menghabiskan waktu perjalanan menuju bandara dalam keadaan hening, tentunya dengan kesibukan masing-masing. Yang terdengar hanya suara mesin dan kendaraan lain yang berlalu lalang.
sekitar memakan waktu hampir tiga jam, akhirnya mereka sampai di bandara Incheon. setelah memarkirkan mobilnya, Rendy, Selena dan Alya segera keluar. Rendy membuka pintu bagasi dan mengangkat koper milik Alya dan Selena.
Begitu selesai, mereka pun kembali berjalan dan masuk dalam bandara.
saat sudah di dalam Rendy langsung mencari sosok Rafael, menurut kabar terakhir pria itu sudah ada di bandara sekitar satu jam yang lalu.
Alya yang memang tak tahu akan ada orang lain ikut bersama mereka pun merasa bingung melihat kakak sepupunya seperti mencari seseorang, dia pun bertanya pada sang kakak dan wanita itu menjawabnya jika ada satu temannya yang akan ikut bersamanya.
beberapa lama berkeliling mencari akhirnya Rafael ketemu juga, ternyata pria itu sedang duduk di kursi penunggu. kedua kaki panjangnya saling berpangku, sambil bermain ponsel.
“Itu dia! Bro!” Rendy berteriak kencang, sambil melambaikan tangannya.
Rafael yang mendengar suara Rendy langsung mendongak, dia tersenyum tipis lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah mereka. Kopernya ia tinggalkan begitu saja di tempat dimana dia duduk tadi.
DEG!
mata Alya terbelalak, jantungnya terasa mau jatuh dari tempatnya dan tubuhnya seketika terpaku di tempat begitu melihat sosok Rafael.
‘kak Rafa? aku gak salah lihat kan? I-itu benar-benar kak Rafa! astaga.. jadi selama ini kak Rafa dan kak Rendy sudah saling kenal?’
Alya terlihat begitu terkejut mengetahui satu fakta bahwa Rendy dan Rafael ternyata berteman, dan yang lebih membuatnya shock adalah kakaknya juga mengenalinya.
Setahunya selama ini Selena tak pernah bertemu dengan pria itu secara langsung, tanpa Alya ketahui jika Rafael adalah mantan atasan kakaknya sebelum terjun ke dunia artis.
“Woy, Bro.”
seperti biasanya, setiap mereka bertemu selalu berjabat tangan yang di akhiri pelukan ala lelaki.
“Sorry yah, nunggu lama.” ucap Rendy, merasa tak enak.
“It's Ok! Salah gue juga yang datangnya kecepatan, Lagian jam penerbangannya masih beberapa menit lagi.” sahut Rafael santai, seraya menepuk-nepuk bahu sang sahabat.
“halo pak Rafael, apa kabar?” sapa Selena, seraya sedikit menundukkan kepala.
Rafael melirik ke arah Selena, pria itu tersenyum tipis dan melakukan seperti apa yang wanita di depannya lakukan.
“oh! iya halo, saya baik. kamu sendiri bagaimana?”
“baik juga pak.”
Rafael nampak manggut-manggut samar, kemudian bergumam lirih.
“syukurlah.”
kemudian mata Rafael melirik ke arah Alya yang berdiri tepat di belakang tubuh Selena, dan seketika raut wajahnya kian berubah sambil jari telunjuknya mengarah ke wajah gadis itu.
“Dia-”
‘apa dia mengenaliku?’
“Oh iya kamu pasti belum kenal yah, ini Alya adiknya Selena yang mau kuliah di Jakarta.”
Rendy memperkenalkan Alya, karena menurut yang dia tahu Rafael belum pernah bertemu dengan Alya.
Rafael memang sudah mengetahui jika Selena punya adik, namun baru kali ini dia bisa bertemu langsung dengannya.
Rafael tak menggubris ucapan Rendy, dia terus menatap Alya dengan intens. Benaknya merasa tak asing dengan wajah gadis ini, seperti pernah bertemu sebelumnya tapi dia lupa dimana.
Sementara itu, Wajah Alya terlihat pucat dan jantungnya berdetak cepat saat Rafael terus menatapnya.
“Ayo dek, kenalan.” Bisik Selena sambil sedikit menarik lengan Alya.
Meski awalnya ragu, namun pada akhirnya Gadis itu menurut. Dengan langkah pelan Alya jalan mendekat, dengan gugup dia mengangkat tangannya untuk bersalaman sambil menyebutkan namanya.
“H-halo pak, nama saya Alya.” ucapnya sedikit terbata, ia menatap Rafael dengan takut-takut.
Rafael bisu sejenak, keningnya berkerut dalam hingga akhirnya matanya terpaku di leher Alya. Wajahnya terlihat kaget, hingga akhirnya dia membalas jabatan tangan gadis itu sambil tersenyum cerah dan mata sipitnya berbinar-binar.
“Ya, saya Rafael. Senang bisa berkenalan denganmu.”
Mendengar itu Alya hanya tersenyum canggung seraya menurunkan tangannya, kemudian segera berbalik badan dan kembali mendekati kakaknya.
“maaf ya pak, adik saya memang agak pemalu kalau sama orang baru.” ujar Selena, seraya tersenyum canggung.
“tidak apa-apa.” balas Rafael, ia tersenyum maklum.
Setelahnya ketiga orang dewasa itu mulai mengobrol, membahas soal pekerjaan dan kegiatan sehari-harinya. Sementara Alya hanya menyimak saja.
Puas mengobrol, mereka memutuskan untuk mencari tempat duduk sambil menunggu jadwal penerbangan tiba.
Hingga akhirnya terdengar suara pemberitahuan pesawat tujuan Indonesia sudah siap, dengan serempak mereka pun bangkit dari posisinya.
Sebelum masuk ke lorong menuju tempat pesawat, Rendy dan Rafael nampak mengobrol entah itu apa.
Sedangkan Alya dan Selena hanya diam memperhatikan di samping besi pembatas, Tak lama setelahnya Rafael mengangguk sambil tersenyum. kemudian kedua pria itu jalan mendekati kedua wanita tersebut.
“kalian hati-hati ya, kabarin kalau udah sampai.” ucap Rendy, sebelum melepas kepergian kedua supupunya.
Dengan kompak kedua wanita itu mengangguk mengiyakan sambil memeluknya, kemudian jalan meninggalkannya.
“gue titip mereka raf.” ucap Rendy pada Rafael sambil menepuk pelan bahunya, dan di balas dengan pria itu dengan anggukkan.
Setelah itu ia pun ikutan pergi menyusul langkah Alya dan Selena yang sudah pergi duluan, sementara Rendy menatap kepergian mereka dengan helaan nafas.
...💐💐💐...
Tak terasa Waktu berjalan begitu cepat, tepat pada jam 8 malam mereka sudah sampai di bandara Soekarno Hatta, dan kini mereka sudah berdiri di depan parkiran untuk menunggu jemputan.
Ah, tidak!
Bukan mereka tapi lebih tepatnya hanya Rafael, karena beberapa menit yang lalu Selena dan Alya sudah pulang lebih dulu naik taksi.
Sementara dirinya masih menunggu supir keluarganya, yang entah sampai detik ini tak kunjung datang.
Tadinya dia ingin mengantarkan kedua wanita itu pulang karena dapat amanah dari sahabatnya untuk menjaga kedua sepupunya dengan baik, tapi dengan halus Selena menolaknya dan dia juga akan mengabarkannya pada Rendy kalau mereka sudah sampai dan baik-baik saja. Dengan terpaksa Rafael mengiyakannya.
Drrrttt.. Drrrttt..
Tiba-tiba saja ponselnya bergetar, Rafael merogoh kantong celana bahannya yang berwarna hitam dan menatap layar ponselnya dengan kening berkerut kemudian bergumam.
‘kevin?’
Tanpa pikir panjang, dia pun menerima panggilan itu.
“halo..”
(...)
“Ngomong yang bener, jangan sambil marah-marah gitu!”
nada suara Rafael terdengar meninggi sehingga membuat beberapa mata meliriknya padahal dia berbicara pakai bahasa Korea, sepertinya sebagian orang disana mengerti dengan ucapannya.
menyadari hal itu Rafael segera menundukkan kepalanya, sambil mengatakan kata maaf dalam bahasa Inggris.
Rafael malam ini memakai kacamata besar warna hitam, masker dan topi sehingga tak ada yang menyadari tentang dirinya.
Namun tetap saja dia merasa was-was karena dia datang ke negara itu sendirian, biasanya dia selalu di dampingi sekretarisnya atau pengawal pribadi.
“CK, Ya udah cepetan!”
BIP!
Rafael memutuskan panggilannya. Walaupun wajahnya tertutup tapi masih bisa dilihat kalau pria itu sedang kesal, siapa lagi pelakunya kalau bukan karena adik bungsunya.
Entah sejak kapan Kevin berubah menjadi trempamen, padahal dulu dia adalah sosok pria yang kalem, mungkinkah karena bertambahnya umur membuatnya berubah?
Ah, entahlah. Yang jelas sekarang Rafael mengakui kalau dirinya mulai kewalahan mengurus adik bungsunya itu, dan untungnya hanya Kevin yang bertingkah seperti itu.
1 jam pun berlalu, Rafael sudah sangat kesal karena jemputannya baru datang. Dia mendengus kasar saat Sebuah mobil Mercedes Benz warna hitam berhenti di depannya dan tak lama kemudian keluarlah sosok Kevin, pria itu berjalan menghampiri Rafael dengan wajah datarnya.
Kevin memakai kaos polos warna hitam, celana jeans hitam panjang, terlihat ada sobekan di bagian kedua lututnya dan di padukan dengan jaket kulit dengan warna senada.
Oh! Dia juga memakai topi berwarna hitam dan ada 3 benda kecil berbentuk seperti cincin warna putih di ujung kiri topinya.
“Kurang lama!” ucap Rafael dengan ketus. wajahnya terlihat sangat kesal dan lebih kesalnya lagi setelah mendengar jawaban Kevin.
“Oh~”
kemudian dia berlalu meninggalkan Rafael yang masih mematung di tempat dan masuk mobil.
“ngapain masih berdiri disitu, mau gue tinggal?” seru Kevin sambil melongokan kepalanya ke arah Rafael.
Rafael yang mendengar itu mencebikkan bibirnya.
“kalau bukan adik sendiri udah gue tendang Lo ke hutan Amazon biar di makan komodo!” gerutu Rafael asal karena kesal, kemudian dia menyusul langkah Kevin dan masuk mobil mewah sang adik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Rama Fitria Sari
like dan komen telah mendarat kk
mampir kembali di novel ku
"cinta bersalut noda"
tinggalkan jejak. juga ya
mari saling mendukung
2022-07-23
0
melati bjs
semangat terus thour aku yakin pasti bakal trending ini novel secara cerita nya bagus
2021-07-29
1