Halves Knife : In The Fantasy World
Gelap. Rumah itu dipenuhi dengan aura kegelapan yang amat mencekam. Meski di senja menuju malam bulan bersinar terang, namun aura kegelapan dari rumah itu tak kalah kuat dengan terangnya sang bulan.
Rumah itu sangatlah besar, bertingkat tiga dan memiliki halaman yang luas. Bahkan dari gerbang masuk hingga pintu masuk utamanya, terhampar karpet merah yang siap menyambut para tamu ketika berkunjung ke sana.
Rumah tersebut dikelilingi pagar berduri. Di setiap sisi pagar rumah itu, terdapat lampu jalan berdesain antik dengan cahaya yang redup. Tak hanya itu. Di sisi kiri halaman rumah juga terdapat air mancur yang kini tak lagi menyala. Di sisi kanan halamannya pula, terdapat sebuah taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga cantik nan indah. Sedangkan, karpet merah tadi adalah sebagai pembatas antara sisi kanan dan sisi kiri halaman rumah. Sungguh rumah yang luas dan mewah.
Namun, aura kegelapan dari rumah itu tak kunjung hilang. Angin terus berhembus kencang, menerpa kepala seorang pemuda yang ada di dalamnya. Dia yang tepatnya berada di lantai dua, di sebuah ruangan luas dengan jendela terbuka. Ruangan itu adalah kamarnya.
Pemuda itu terus berdiri sembari menatap resah keluar jendela. Rasa tegang, resah, dan tidak nyaman terus menyelimuti benak pemuda itu. Suasana hatinya sangat berantakan. Firasatnya seolah mengatakan seperti ada hal buruk yang akan terjadi. Dia terus mencoba tak khawatir dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Namun, ia tak mampu melakukannya.
Pemuda itu tak sendirian. Seorang wanita paruh baya tampak sedang mencoba menyalakan listrik cadangan di lantai satu. Wanita itu adalah ibunya. Saat itu, keadaan rumah sedang mati lampu. Tak seperti biasanya. Dari sekian banyak bangunan, tak ada sedikitpun tanda yang menunjukkan bahwa listrik sedang konslet dalam kompleks tersebut. Hanya menyisakan satu bangunan luas dan mewah, yaitu rumahnya. Aneh. Orang kaya mana yang terlambat membayar tagihan listrik, membiarkan aliran listrik rumahnya terpaksa diputus. Pemuda itu pun mulai heran dan bertanya-tanya dalam hatinya.
"Sepertinya ada seseorang yang telah sengaja menyabotase listrik rumah kita." gumam pemuda itu dengan wajah resah.
"Tapi mengapa, ya? Ah! Sudahlah. Paling hanya perasaanku saja!"
Pemuda itu akhirnya kembali duduk di atas ranjangnya. Dia menghela napas panjang, lantas merebahkan badannya di atas kasur. Sesekali, tubuhnya bergidik entah mengapa. Bulu kuduknya berdiri.
"Situasi macam apa ini? Apa aku sedang takut? Cih, Memalukan sekali! Aku ini bukan anak kecil lagi, lho!" gumamnya sambil mengacak rambut hitam panjang miliknya.
Duaarrrr!!!
Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat keras entah dari mana asalnya. Pemuda itu pun sontak terbangun. Dia tertegun dengan tatapan kosong.
"A-apa itu?" lirihnya sambil kembali berjalan menuju jendela kamarnya. Seketika rasa panik langsung menyelimuti hatinya. Dia mengamati keadaan sekitar di luar jendela. Tampak mencurigakan.
Duaarrrr!!!
Suara mengejutkan itu datang kembali. Ternyata suara itu adalah suara petasan kembang api yang terlihat bergemilang di atas langit. Pemuda itu kembali menghela napas lega.
"Fyuuuh… Syukurlah. Memangnya sedang ada festival apa, sih?" tanyanya dalam hati. Tanpa menunggu lama, pemuda tersebut segera mengamati kembali kondisi terkini di luar jendela. Namun, ia tak menemukan satu pun keramaian di sana.
"Oh, ya, mengapa ibu tak kunjung kembali juga, ya? Kira-kira ini sudah lebih dari dua puluh menit. Atau jangan-jangan sesuatu telah terjadi pada ibu?" kata pemuda itu penuh rasa khawatir.
Pemuda itu pun mulai membuka pintu kamarnya perlahan. Ia mulai memanggil ibunya. "Ibu…Ibu… Ibu dimana? Apa ibu baik-baik saja?"
Namun, tak ada sedikitpun jawaban dari ibunya. Pemuda itu pun segera meninggalkan kamarnya, menyusuri lorong menuju tangga, menapaki satu per satu anak tangga, menuju lantai satu. Gelap. Di lorong itu tak ada sedikitpun cahaya. Tubuh pemuda itu mulai bergemetaran.
"Ibu! Apa yang terjadi? Di mana ibu berada?" untuk kedua kalinya pemuda itu berteriak memanggil ibunya.
Tetap saja tidak ada sedikitpun suara yang membalas. Ketika ia sampai di tangga, ia samar-samar mendengar jeritan yang ambigu. Suaranya begitu kecil sehingga terlalu sulit untuk mencari sumber suara tersebut.
"Kyaaaaaaa!!!"
Suara jeritan itu kembali terdengar. Namun, suara ini begitu jelas. Sangat berbeda dari yang sebelumnya. Pemuda itu begitu yakin bahwa suara jeritan itu adalah milik ibunya. Tatapan matanya kembali kosong. Pikirannya bercampur aduk tidak beraturan.
Pemuda itu pun segera melangkahkan kakinya, bergegas menuju arah sumber suara dengan penuh rasa takut yang terus membalut jiwanya. Ia menduga suara itu berasal dari ruang kerja ayahnya. Lantai satu.
...****************...
"Oi! Mengapa kau membiarkannya membuka pintu lalu berteriak? Dasar, Sialan!" keluh seorang pria berjubah hitam dengan topi pesulap yang juga hitam mengkilap. Rambutnya keriting dan panjang. Sebatang rokok tampak terjepit di antara kedua bibirnya. Tampangnya sangatlah mengerikan. Ia tampak seperti seorang pembunuh bayaran handal dan berdarah dingin.
"M-maaf, saya tidak sengaja, Bos. S-saya kira dia sudah tak bisa bergerak. Lihat saja, dia sudah terikat seperti itu." Balas seorang pria yang memiliki tubuh kekar tak berambut itu. Ia juga memiliki banyak luka di wajahnya. Pria bertubuh besar ini berada di ruangan yang sama dengan pria berjubah hitam tadi. Rupanya pria bertubuh besar itu adalah anak buah darinya. Ia pun menutup kembali pintu ruangan tersebut.
Duaakk!!!
Seorang wanita paruh baya berteriak, terpental keluar ruangan. Tendangan keras seorang pria berjubah hitam berhasil membuatnya terpojok di sudut tembok. Seluruh tubuh wanita itu terikat dengan rantai besi, membuatnya tak bisa bergerak sekali pun. Wanita itu tampak babak belur. Di sekujur tubuhnya terlihat banyak sekali bekas lebam dan luka-luka. Sepertinya mereka telah mengintimidasi wanita itu habis-habisan.
"Aaaarghh!" wanita itu menjerit kesakitan.
"Berteriaklah sepuas hatimu, Wanita Jalang! Tak akan ada yang bisa mendengarmu! Kau tahu kan, ruangan ini dilengkapi dengan peredam suara?" ucap pria berjubah hitam sambil mengangkat dagu wanita tersebut. Senyum kejam terukir di atas bibirnya.
"Oh, ya, Kenzo! Cepat habisi nyawa pria ini sekarang! Mungkin peluru beracunku telah membuatnya pingsan dan lumpuh. Namun, mungkin saja dia masih hidup!" ucap si jubah hitam memerintah.
"Baik, Bos" jawab pria bertubuh kekar itu, menganggukkan kepalanya. Pria bertubuh kekar itu segera mengambil sebilah pisau bermata tajam dari atas meja. Sepertinya pisau itu memang dibuat khusus untuk membunuh.
Tampak seorang pria tergeletak tak berdaya di hadapan pria bertubuh kekar itu. Darah berlumuran di seluruh tubuhnya. Padahal pria itu masih mengenakan jas dan dasi layaknya pekerja kantoran biasa. Sebilah pisau kini telah siap menusuk, menembus tubuh pria tak berdaya tadi. Tanpa basa-basi, pria bertubuh kekar itu pun segera mengangkat pisaunya dan mengarahkan ke pria tadi. Sekarang, pisau tajam sudah berada tepat di atas kepala pria itu.
Kreekkk!!!
Terdengar suara gagang pintu yang ditarik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Oriest
hai
2024-04-26
0
Oriest
271 M kali ya?
2024-04-26
0
Oriest
2 hektar
2024-04-26
0