Rumah Kegelapan yang Terlalu Dramatis
Gelap. Rumah itu dipenuhi aura kegelapan yang... terlalu dramatis. Saking gelapnya, bahkan cahaya bulan pun terpaksa cuti dari tugasnya menerangi malam. Kalau rumah ini diikutkan dalam kompetisi "Rumah Terkelam Sejagat," kemungkinan besar akan menang telak.
Rumah itu besar, sangat besar. Bertingkat tiga, lengkap dengan halaman yang bisa digunakan untuk lari maraton tanpa perlu keluar pagar. Dari gerbang hingga pintu masuk, terbentang karpet merah yang konon katanya sudah ada sejak zaman dinosaurus.
Di sekelilingnya, pagar berduri berdiri kokoh seperti benteng kerajaan di game strategi. Lampu-lampu jalan dengan desain antik berdiri dengan penuh keanggunan... meski cahayanya redup seperti lampu kamar kos yang sudah hampir putus. Di sebelah kiri halaman, terdapat air mancur yang lupa dinyalakan sejak zaman Majapahit. Di sisi kanan, ada taman penuh bunga yang mungkin ditanam oleh peri-peri ajaib yang sedang magang.
Namun, aura kegelapan rumah itu tetap mendominasi. Angin bertiup kencang, membuat rambut seorang pemuda yang ada di lantai dua berkibar dramatis, seakan dia adalah tokoh anime yang baru saja mendapatkan kekuatan baru. Pemuda itu adalah Joni McLightning, seorang anak muda yang percaya bahwa dirinya adalah protagonis dari dunia ini.
Joni berdiri di depan jendela kamarnya, menatap ke luar dengan ekspresi penuh penderitaan ala drama Korea. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin listrik mati di rumahnya? Oh, tunggu… memang listrik rumahnya mati!
---
Plot Mulai Absurd
Di lantai satu, ibunya, Bu Surti, sibuk mencoba menyalakan listrik cadangan dengan cara yang tidak disarankan oleh PLN: mengetuk-ngetuk saklar sambil mengomel dalam bahasa planet lain. Aneh. Rumah ini luas dan mewah, tapi listriknya mati sendiri. Mungkin ada yang lupa bayar tagihan? Atau mungkin ada kekuatan supranatural yang iri dengan kenyamanan rumah mereka?
Joni mulai berpikir, "Mungkin ada orang jahat yang sengaja memutuskan listrik rumah kita!" Tapi kemudian dia tertawa sendiri. "Ah, paling cuma perasaanku saja! Atau efek kurang tidur karena kebanyakan nonton anime semalam?"
Dia pun merebahkan diri di kasur semahal mobil bekas, mencoba rileks. Namun, entah kenapa bulu kuduknya berdiri.
"Cih, memalukan sekali! Aku ini bukan anak kecil lagi, masa takut sama suasana gelap?!" gumamnya sambil mengacak rambut ala model iklan sampo pria.
Tiba-tiba…
DUAAAAARRRRR!!!
Ledakan keras terdengar dari luar rumah. Joni langsung bangun dan menatap kosong ke luar jendela.
"A-apa itu?! UFO jatuh?! Ledakan kiamat?! Atau… tukang cilok yang baru upgrade dagangannya jadi ledakan cilok?"
Ternyata…
DUAAAAARRRRR!!!
Satu lagi suara keras menggema di udara. Namun, ketika dia menatap langit, dia hanya melihat kembang api yang terlalu semangat meledak di udara.
"Hah?! Kembang api?! Sejak kapan kita pindah ke Tokyo dan sedang merayakan festival musim panas?"
Namun, sebelum dia sempat menyusun teori konspirasi, dia baru sadar sesuatu: Ibunya belum kembali!
---
Misi Penyelamatan Ibunda yang Penuh Klise
Joni segera membuka pintu kamarnya perlahan, seakan dia adalah detektif dalam film noir yang sedang menyelidiki kasus besar.
"Ibu...? Ibu...? Ibu, kau di mana? Jangan main petak umpet di saat genting seperti ini!"
Hening. Tak ada jawaban.
Ketika dia menyusuri lorong menuju tangga, suasana semakin gelap seperti hati mahasiswa yang skripsinya ditolak dosen.
"Ibu!! Jangan bercanda, ini bukan konten prank YouTube!"
Namun, tidak ada jawaban.
Tiba-tiba, terdengar jeritan. Sebuah jeritan yang ambigu.
"Kyaaaaaa!!!"
Tapi, anehnya, jeritan itu terdengar seperti efek suara dari game horror murahan.
Joni mulai panik. Dia melangkah lebih cepat, menuju ruang kerja ayahnya di lantai satu, karena di dunia fiksi, pasti ada sesuatu yang mencurigakan di ruangan tersebut.
---
Para Penjahat yang Tidak Profesional
Di dalam ruang kerja, Bos Ucok Black Hat sedang mengomel sambil merokok. Dia mengenakan jubah hitam dan topi pesulap yang berkilauan seperti habis kena serbuk glitter.
"Oi! Kenapa kau membiarkan dia membuka pintu dan berteriak?! Dasar nggak profesional!" omelnya kepada anak buahnya.
"Ma-maaf, Bos! Saya kira dia sudah tak bisa bergerak!" jawab Jono Otot Baja, seorang pria besar berkepala botak yang wajahnya penuh bekas luka, hasil dari berbagai perkelahian di masa lalunya—atau mungkin hanya karena sering ketiduran di atas keyboard.
Mereka berdiri di ruangan itu, bersama seorang wanita paruh baya yang terikat dengan rantai besi. Bu Surti, sang ibu, tampak lebih marah daripada takut.
"Aduh, bisa nggak sih kalau mau menculik orang tuh yang rapi?! Ini kok rantainya longgar begini?! Belajar dari mana kalian?!" omelnya.
Duaakk!!!
Bos Ucok menendangnya pelan. Tapi entah kenapa, efek dramanya seperti di anime—Bu Surti terpental jauh ke belakang.
"Aaaaaarghhh!!!" teriaknya, tapi dengan intonasi yang lebih mirip orang terjatuh dari kursi daripada seseorang yang sedang diculik.
Bos Ucok mendekatinya, lalu mengangkat dagu Bu Surti dengan penuh gaya ala penjahat yang terlalu banyak menonton telenovela.
"Berteriaklah sepuas hatimu, wanita tua! Ruangan ini sudah kedap suara, jadi percuma!"
Bu Surti mendelik. "Oalah, tapi pintunya lupa dikunci tuh, tuh lihat, gagangnya bergerak sendiri."
Kreekkk!!!
Pintu terbuka.
Joni berdiri di sana, bersama panci penggorengan di tangannya, siap bertarung!
"Bebaskan ibuku atau kalian semua akan merasakan kehebatan Panci Api Neraka!!"
Bos Ucok dan Jono Otot Baja saling berpandangan.
"...Panci???"
Lalu, entah dari mana, tiba-tiba muncul musik boss battle seperti di RPG klasik.
Shinji: Master Jatuh dan Drama Keluarga yang Terlalu Dramatis
Shinji tiba di depan ruang kerja ayahnya. Ia berdiri dengan keringat dingin bercucuran, seperti karakter utama di game horror yang tahu bahwa membuka pintu ini adalah ide buruk, tapi tetap saja melakukannya.
"Ibu! Apa Ibu ada di dalam?!"
Hening.
Seolah ruangan itu sengaja dikasih efek mute oleh Tuhan.
Jantungnya berdetak kencang. Ia menggenggam gagang pintu dengan penuh tekad—lalu malah ragu sendiri.
"Tunggu, kalau ini film horror, pasti ada jumpscare di balik pintu ini," gumamnya.
Namun, karena dia bukan karakter yang bisa belajar dari kesalahan klise, dia tetap membukanya.
JEGLEK!
Ruangan kerja ayahnya yang biasanya rapi, kini berantakan total. Seperti kamar gamer yang sudah tiga bulan nggak dibersihkan.
Darah berceceran di mana-mana. Aromanya lebih menusuk daripada bau kaus kaki habis dipakai main futsal seminggu.
Dan yang lebih mengerikan…
CROOT!
Seorang pria bertubuh kekar menusukkan pisau dengan gaya super dramatis, seolah dia sudah latihan adegan ini di depan cermin selama berjam-jam.
Pisau itu menusuk seorang pria berkemeja rapi yang tampaknya lupa bahwa memakai jas tidak akan menyelamatkanmu dari serangan tajam.
"DUAARRR!"
Entah kenapa, di tengah adegan tragis ini, pria berjubah hitam tiba-tiba menembakkan pistolnya ke langit-langit ruangan, seakan ingin memastikan bahwa semua orang tahu dia adalah penjahat utama.
"Jangan bergerak! Atau aku akan menekan pelatuk pistol ini!"
Shinji menatap pria itu dengan ekspresi kosong. Sejujurnya, dia bingung kenapa penjahat ini menembak ke atas dulu sebelum mengancam.
Kemudian terdengar suara wanita menjerit.
"Shinjiiiii!!!"
Shinji menoleh ke sudut ruangan, dan di sana ada ibunya yang diikat seperti karakter dalam drama sinetron sore.
"Oh, jadi namamu Shinji, ya?" Pria berjubah hitam menyeringai. "Nama yang cukup bagus. Apa dia anakmu, wanita jalang?"
(Catatan: Kenapa sih semua penjahat harus menyebut ‘wanita jalang’? Bisa nggak sih sedikit inovatif?)
"Ibuuuuu!!!"
"Shinji, lariiiii!!!"
"Diam kau!"
Penjahat itu mengangkat pistolnya ke arah ibu Shinji, seolah sudah bosan mendengar dialog emosional ini.
Shinji syok berat, seperti baru menyadari bahwa hidupnya adalah naskah yang ditulis oleh seseorang yang terlalu suka drama berlebihan.
Halusinasi Motivasi yang Tidak Masuk Akal
Saat pikirannya kacau, tiba-tiba muncul bayangan dirinya sendiri di hadapannya.
"Heh, mau menyerah begitu saja?" tanya sosok yang sangat mirip dirinya.
Shinji mengucek matanya.
"Tunggu… siapa kau?! Aku lagi nggak butuh jumpscare, tahu!"
"Tenang, aku cuma versi super keren dari dirimu yang datang untuk memberikan motivasi klise."
"Apa maksudmu?"
"Kau harus bangkit, teriakkan ‘tadaima!’ lalu lawan mereka dengan penuh tekad!"
Shinji tercengang. Kenapa motivasi ini terdengar seperti naskah anime murahan?
Tapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, bayangan itu sudah menghilang seperti ninja yang kehabisan screen time.
Shinji mendengus. "Cih, klise sekali."
Tapi tetap saja…
Dia bangkit lagi dengan penuh tekad.
Drama Perpisahan yang Berlebihan
"Ibuuu!!! Aku akan menyelamatkanmu!!!"
"Woi, siapa yang menyuruhmu berbicara?!"
Penjahat itu membungkam ibunya, tapi seperti di semua adegan klise, si ibu tetap berusaha berteriak meskipun mulutnya ditutup.
"Kau tak akan bisa, Nak! Mereka bersenjata!!"
"Tapi, Ibu—"
"Pergilah!!!"
"Tapi aku lebih baik mati bersamamu!"
DUAAKKK!
Penjahat itu langsung menginjak kepala ibunya.
Shinji mengepalkan tinjunya. "BAJINGAN!!!"
"Sial, kalau terus begini, aku akan kehilangan semua orang yang kucintai!"
Ibunya berteriak, "Kalau kau benar-benar mencintaiku, CEPAT PERGI!!!"
Shinji menangis, tapi akhirnya memilih untuk kabur dengan gaya dramatis.
Penjahat yang Tiba-tiba Ingat Logika
Saat Shinji hendak lari, pria bertubuh kekar menatap bosnya.
"Eh, Bos? Kenapa kita nggak biarkan dia kabur aja?"
Jubah Hitam memelototinya. "Otakmu di mana?! Kalau dia lapor polisi, kita semua tamat!"
"Oh iya, ya," kata pria kekar sambil menggaruk kepala.
(Kenapa setiap anak buah di organisasi jahat harus bodoh?)
Shinji Melarikan Diri… Lagi… dan Lagi…
Shinji terus berlari sambil menangis.
Tapi belum jauh dari rumah, DUAAARRR!!!
Terdengar suara pistol.
Shinji berhenti.
Dia tahu…
Ibunya baru saja ditembak.
Air matanya jatuh deras.
"Aku… benar-benar pecundang…"
Dia terus berlari, tapi pikirannya penuh pertanyaan:
Siapa orang-orang itu?
Kenapa mereka membunuh orang tuaku?
Apa mereka pembunuh bayaran?
Kenapa mereka begitu dramatis?
Kenapa aku terus jatuh?
BRUAKK!!!
Seperti sudah dikutuk, Shinji tersandung lagi.
"Astagaaaa, ini kali keberapa aku jatuh?!"
Namun kali ini…
Dia tersandung seseorang.
Siapa Lagi Ini?!
Seorang wanita dengan rambut biru berdiri di hadapannya.
Dia tersenyum misterius.
"Lari terus… tapi tetap saja kau jatuh, ya?"
Shinji mendongak. Matanya membelalak.
"Siapa kau?!"
Wanita itu tersenyum semakin lebar.
"Aku? Aku adalah… protagonis sebenarnya dari cerita ini."
ZRAASSSSHHH!!!
Tamat… (Untuk sementara.)
Kesimpulan? Hanya Kekacauan.
Shinji telah menjadi korban dunia yang penuh drama, plot klise, dan penjahat yang terlalu banyak bicara.
Dan sekarang, dia bahkan belum sadar bahwa ceritanya semakin tidak masuk akal.
TO BE CONTINUED… atau mungkin tidak.
l
Ketika Kenji Bertemu dengan Mafia Gadungan
Darah bercucuran dari kepalanya akibat tergores oleh tanah. Tanah tampaknya sudah muak melihat wajahnya dan memutuskan untuk memberinya goresan sebagai tanda perpisahan.
Kenji menoleh ke belakang dengan penuh dendam. Matanya membelalak seperti karakter anime yang baru menyadari kalau dia adalah tokoh utama.
Di sana, seorang wanita berdiri dengan gaya “Aku ini karakter misterius yang pasti punya latar belakang tragis.” Rambut merahnya terikat dengan penjepit berbentuk jarum—karena jelas, tidak ada senjata lain yang lebih dramatis daripada jarum rambut.
Namun yang paling mengganggu Kenji bukan rambutnya, bukan juga ekspresi dinginnya, melainkan cara dia memasukkan tangan ke dalam saku celana dengan gaya yang terlalu keren untuk ukuran manusia biasa.
"Oi! Apa-apaan ini?! Kau ingin cari masalah denganku?!" teriak Kenji sambil memelototi wanita itu.
Wanita itu tetap diam, seolah-olah sengaja membuat suasana jadi lebih dramatis daripada yang seharusnya.
Kemudian, dia melepaskan jaketnya dengan gaya slow motion (padahal angin di sekitar sedang tidak bertiup). Lalu, dia mengikat lengannya di pinggang seperti anak SMA yang mau main futsal tapi tidak mau keringetan terlalu banyak.
Dia mengangkat kedua tangannya dan mengepalkan tinjunya, lalu menggoyangkan empat jarinya dengan santai—kode universal dalam dunia perkelahian bahwa seseorang sedang menantang orang lain.
"Ohhh, kau benar-benar ingin cari masalah denganku, ya?" Kenji mendengus. Darah anime-nya mulai mendidih.
Dengan kekuatan protagonis yang tidak ada batasnya, Kenji langsung berlari dengan kepalan tangan yang ia siapkan sejak tahun lalu.
Namun, seperti adegan yang sudah bisa ditebak, pukulannya meleset.
Kenji bahkan tidak tahu ke mana tinjunya pergi. Sepertinya tinju itu sudah naik haji lebih dulu.
Sementara itu, si wanita dengan rambut merah (yang sekarang kita sebut saja Reina Sang Mafia Gadungan) hanya berdiri tenang.
Kemudian, bencana terjadi.
---
Kenji Dihajar Tanpa Ampun
Reina mulai menyerang balik.
Gerakannya begitu cepat, seolah-olah dia sudah melewati level kecepatan cahaya dan mencapai dimensi waktu lain.
Kenji mencoba menghindar, tetapi otaknya belum menerima update terbaru tentang teknik bertarung.
Dan hasilnya?
Bug parah.
Kenji dihajar seperti karung beras di pasar tradisional.
"T-tunggu! Aku belum siap! Aku baru pemanasan!!"
Namun Reina tidak peduli. Dia tetap melanjutkan combo serangannya seperti pemain game yang sudah hapal semua shortcut tombol rahasia.
Dan akhirnya…
Bam!!
Kenji tersungkur ke tanah, melihat bintang-bintang berputar di atas kepalanya—dan kali ini bukan efek animasi, tetapi benar-benar bintang karena dia hampir pingsan.
Reina menyeringai. Senyumnya lebih tajam daripada pisau dapur yang baru diasah.
"Cih! Lemah! Dimana jiwa lelakimu, bocah?!"
Komentar itu menusuk lebih dalam daripada pukulannya.
---
Plot Twist: Pembantu yang Ternyata Penjahat?!
Kenji mencoba bangkit dengan dramatis, tetapi malah jatuh lagi seperti sandal jepit yang putus di tengah jalan.
Saat dia mencoba berdiri lagi, matanya menangkap sesuatu di dekat gerbang.
Dua wanita paruh baya berdiri di sana, menyeringai seperti nenek sihir di dongeng.
Kenji mengenali mereka. Mantan pembantu keluarganya!
"Kalian?! Apa yang kalian lakukan di sini? Setelah mencuri barang-barang rumah kami lalu kabur, kalian masih punya nyali muncul di hadapanku?!"
Mereka tertawa terbahak-bahak. Suara mereka lebih mengerikan daripada iklan game mobile yang terlalu dramatis.
"Hahaha! Ampuni kami, tuan! Kami mengaku bersalah! Tapi… ya nggak juga, sih!"
Mereka semakin tertawa.
"Heh? Apa kalian tidak melihat kondisi tubuhku sekarang? Aku babak belur begini, dan kalian malah mengejekku?! Apa-apaan ini?! Ini bukan dunia yang adil!!"
"Hahaha! Itu karena kami punya rencana besar!"
Salah satu dari mereka mulai menjelaskan sambil mengibaskan jubahnya (yang padahal tidak ada jubah di sana, tapi mari kita biarkan dia bergaya).
"Orang tuamu itu terlalu pelit! Kami kesal! Jadi kami membocorkan semua rahasia rumah ini pada seseorang yang lebih kuat!"
Kenji membelalak. Astaga, plot twist yang sangat klise.
"Tidak hanya tata letak rumah, tapi juga jumlah orang yang tinggal di sini, kapan rumah kosong, bahkan isi kulkasmu pun sudah kami bongkar!"
Kenji makin kesal. "Apa hubungannya isi kulkas dengan semua ini?! Kenapa kalian harus tahu berapa stok sosis yang ada di rumahku?!?!"
---
Tersetrum oleh Jarum Ajaib
Kenji spontan terbawa emosi dan mengangkat tangannya untuk menghajar dua wanita itu.
Namun…
Swiiisshhh!
Bugh!
Kenji terjatuh. Seolah tubuhnya tiba-tiba kehilangan koneksi WiFi dan mati mendadak.
Ternyata Reina telah melepaskan penjepit rambutnya yang ternyata adalah senjata kejut listrik level dewa!
Kenji menggeliat di tanah. Seperti ikan lele yang baru keluar dari ember.
"Sial! Aku kalah lagi!"
Reina mendekati Kenji dan mengangkat kerah bajunya dengan santai.
"Kau pikir kami hanya bertiga? Lihat ke atas atap itu."
Kenji menoleh.
Di atas tiga bangunan, berdiri beberapa penembak jitu yang terlalu dramatis untuk ukuran dunia nyata.
Kenji menatap mereka dengan wajah putus asa.
"Serius? Kenapa mereka berdiri di sini?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!