"Lo tinggal disini sendiri?" Tanya Intan asik memakan cemilan di ruang tengah
"Nggak"
"Terus di mana yang lain, gue dari tadi cuma liat maid, tukang kebun, satpam, sama lo doang" Tanya Intan lagi
"Pergi"
"Tadi gue tuh seneng banget pas pangeran es ke meja kita, kirain mau ngapain ternyata nyuruh gue pindah. Tapi nggak papa lah, lumayan" Ujar Intan dengan senyum cerah, "Dan terus ya, ternyata kalau di liat dari deket dia tuh gantengnya nambah. Gue jadi penasaran siapa gadis yang beruntung dapetin pangeran es"
Beruntung? Masih di liat. Ucap Deva dalam hati
"Nggak bosen dari tadi ngomongin dia?" Tanya Deva, "Mana mungkin bosen, kalau bisa pun gue bakalan terus ngomong dengan topik yang sama. Ngebahas pangeran es nggak akan ada abisnya" Imbuh Intan
"Terserah"
"Tau nggak tadi si Rissa kasian banget, dia kayaknya tadi nggak mau jauh sama pangeran es. Tapi keberuntungan berpihak sama lo, dia milih pindah dan duduk sama lo" Kata Intan
"Masa"
"Ish..lo itu dari tadi di kelas ngapain, orang-orang pada melongo liat pangeran es duduk sama lo. Tapi lo nggak nyadar, astaga" Intan menepuk jidatnya melihat rasa cuek temannya yang sudah mendarah daging
"Oh" Sebenarnya ia sadar tadi di kelas semua mata tengah memerhatikan dirinya, tetapi ia tak tau sebab Nathan pindah di sampingnya.
"Ini udah sore, gue pulang dulu. Ntar nyokap ngomel lagi" Pamit Intan, "Gue anter" Kata Deva
"Nggak usah, gue berani kok" Tolak Intan
"Hm, hati-hati" Intan mengambil tasnya lalu berjalan keluar dari rumah itu.
"Ekhem" Deva menoleh dan melihat Nathan berdiri di belakangnya
"Udah pulang?"
Deva mengangguk. "Mau makan apa, gue mau masak" Tanya Deva, "Bukannya udah ada bibi? Ngapain masak" Balas Nathan mengerutkan dahinya
"Ck, gue jadi istri nggak guna nanti. Urusan dapur sama kamar gue yang ngurus, yang lain biar bibi yang ngerjain" Tambah Deva, membuat Nathan tersenyum dalam hati
Nathan mengangguk paham. "Masak apa yang lo bisa, gue bisa makan semuanya"
"Hm" Selesai membereskan bungkus snack, Deva berlalu menuju dapur.
Lima belas menit sebelum waktunya makan malam, Deva sudah selesai dengan masakannya. Sambil menunggu Nathan selesai dengan kerjaan nya, ia pergi ke kamar membersihkan diri.
Usai dengan kegiatannya di kamar mandi, Deva kembali ke ruang makan. Sampai di sana, ia belum melihat Nathan ada di meja makan
"Nathan" Gadis itu berjalan ke arah Nathan yang masih sibuk.
"Bentar lagi selesai" Jawab Nathan, "Makan dulu, itu-nya ntar lagi. Gue nggak mau lo kecapean terus mimisan kayak waktu itu" Omel Deva
"Iya" Dari pada mendengar Deva mengomel, mending dia menurutinya.
"Besok gue pulang sekolah langsung ke perusahaan papa, mungkin pulang malem" Ujar Nathan seraya memasukkan makanan ke dalam mulut nya, "Hm, makan dulu baru kerja" Kata Deva
"Hem" Keheningan di meja makan terpecah ketika punggung tangan Nathan menempel di dahi Deva
"Lo sakit?" Melihat wajah Deva yang memucat, membuat nya reflek menempel punggung tangan nya di dahi istrinya
"Cuma demam biasa" Balas Deva, "Kalo sakit ngapain tadi masak, ada bibi. Abis makan langsung minum obat" Kali ini Nathan yang mengomel
"Hm."
Pukul sebelas malam di kediaman Gautama, Lily sedang bermanja dengan Adnanda.
"Rumah jadi sepi, anak-anak udah tinggal sendiri-sendiri" Keluh Lily, "Nambah lagi aja" Balas Nanda dan langsung mendapat hadiah berupa pukulan dari sang istri
"Jangan bercanda, Yah" Dengus Lily, "Iya, maaf. Kamu kenapa sih, seharian sensi banget. Ada masalah" Tanya Nanda
"Nggak tau, Yah. Dari tadi Bunda kepikiran sama Deva terus" Balas Lily, "Putri kita baik-baik aja, Bun. Dia sekarang udah ada yang jagain" Imbuh Nanda
Drttt drttt drttt
Arah mata Lily beralih ke handphone miliknya yang berbunyi, dahinya mengerut melihat nama Nathan di layar ponselnya
^^^"Halo, Nak"^^^
"Maaf, Bunda. Nathan ganggu malem-malem, soalnya ini Deva demamnya makin tinggi. Padahal udah minum obat, dan dari tadi dia terus manggil Bunda. Apa perlu Nathan bawa ke rumah sakit"
^^^Lily tersenyum. "Nggak perlu, Nak. Biasanya kalau Deva demam cukup di peluk sama di elus perutnya"^^^
"Ha?"
^^^"Kenapa? Nggak akan ada yang marah kalau kamu ngelakuin itu, dia istrimu. Jadi kamu bebas melakukan nya, nggak perlu takut"^^^
"B–baiklah, terimakasih."
Setelah sambungan telfon berakhir, Lily meletakkan ponselnya di atas nakas.
"Deva demam, Bun" Tanya Nanda, "Iya, Yah. Pantesan Bunda kepikiran dia terus, tapi Bunda sekarang tenang karna udah ada Nathan. Walau sebenarnya Bunda khawatir, karna tadi Nathan bilang kalau Deva manggil Bunda terus" Jelas Lily
"Tenang saja, lebih baik kita tidur."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments