Di pagi yang cerah. Seorang gadis menggeliat dalam tidurnya, saat cahaya matari menelusup masuk kedalam kamarnya melalui sela-sela jendela dan mengusik mimpi indahnya.
Kelopak mata itu terbuka perlahan menampilkan sepasang mutiara hazel yang sebelumnya tersembunyi di balik kelopak matanya. Gadis itu bangun lalu meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Menyibakkan selimutnya, kedua kaki jenjang itu berpijak sempurna di lantai. Gadis itu melangkahkan perlahan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Bibi, apa Shea belum bangun!" Di tempat yang sama tapi di lokasi berbeda. Seorang gadis duduk di meja makan dengan di temani seorang pelayan.
Perempuan itu menggeleng. "Sepertinya belum, Nona!" ujarnya
"Dasar pemalas, apa dia tidak tau jika ini sudah siang?" gadis itu menggerutu sambil menggelengkan kepala.
"Berhenti membicarakan ku saat aku tidak ada, Shilla Oliver!" Sahut suara yang kemudian duduk berhadapan dengan gadis yang di panggil Shilla itu.
"Aku tidak membicarakan mu, tapi aku mengatakan fakta tentang dirimu, Shea Oliver!!" balas Shilla menegaskan. Shea hanya memutar matanya jengah.
Berdebat dengan Shilla hanya akan membuat moodnya semakin buruk pagi ini. Mengabaikan Shilla, Shea mulai menyantap sarapannya dengan damai tanpa suara selain dentingan sendok dan piring yang saling bersentuhan.
Sesekali Shilla melirik kearah Shea yang tampak tenang menikmati sarapannya, ada satu pertanyaan yang hingga detik ini membuat Shilla begitu penasaran.
Tingg ...!!!
Shilla meletakkan sendok nya tanpa menyelesaikan sarapan paginya, wajah Shea yang semula hanya terfokus pada makanan kini beralih menatap Shilla dengan tatapan penuh selidik 'Apa?' kurang lebih seperti itulah arti tatapan Shea.
"Ada yang ingin kutanyakan padamu!" Shea menaikkan alisnya, lalu meletakkan sendok nya.
Dari nada bicaranya, terlihat jelas jika Shilla mulai serius dengan ucapannya. "Tentang apa?" Shea menegakkan punggungnya yang tadi bersandar.
Shilla tak langsung menjawab. Ia berusaha mengumpulkan mentalnya karena yang akan Ia tanyakan ada sangkut pautnya dengan masa lalu Shea yang mungkin akan membuka luka lama dihatinya.
"Ini tentang, Ken!"
Deggg ...!!
Shea sedikit tersentak, tak terpikirkan olehnya jika Shilla ingin membahas sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya."Maksudmu?" Shea menatap Shilla bingung, raut wajahnya tak secerah sebelumnya.
"Apa kau masih menyimpan rasa padanya? Maksudku, apa kau masih belum bisa melupakannya setelah 16 tahun berlalu?"
Shea terdiam, gadis itu menundukkan wajahnya menatap jarinya yang saling meremas. Kemudian mengangkat wajahnya dan kembali bertanya.
"Untuk apa tiba-tiba kau membahas masalah ini? Bukankah aku sudah bilang untuk tidak mengungkit apa pun tentang dirinya," Shea membuang muka menatap kearah lain.
"Lagi pula aku sudah melupakannya, dia membuang ku dan pergi tanpa pamit padaku. Memangnya sahabat macam apa dia itu," lanjutnya, suaranya sedikit gemetar.
Shea menggigit bibir bawahnya berusaha menghadang agar cairan yang tertahan di pelupuk matanya tak sampai jatuh.
Shilla mendesah panjang. Ia tau jika saat ini Shea sedang membohonginya, Ia tau bagaimana perasaan Shea yang sesungguhnya. Meskipun Shea selalu mengatakan telah melupakan Ken, namun hati kecilnya mengatakan kebalikkannya.
Shea dan Ken. Mereka bersahabat sejak mereka masih kecil, karena orang tua mereka berteman baik. Ken dan Shea bagaikan kancing dan baju, di mana ada Ken, di situ pasti ada Shea dan begitu pun sebaliknya.
Mereka selalu bersama apa pun keadaannya, namun 16 tahun yang lalu tiba-tiba saja Ken menghilang tanpa jejak.
Berkali-kali Shea mendatangi kediamannya tapi kosong, tidak ada salam perpisahan apalagi ucapan selamat tinggal.
Dan sejak saat itu Shea menganggap jika Ken telah membuang dirinya, karena pergi tanpa mengabarinya. Bahkan Shea tidak melihat Ken di pemakaman orang tua dan adiknya.
"Aku sudah selesai, aku duluan!" Shea terlihat bangkit dari duduknya.
Gadis itu menyambar tasnya lalu pergi begitu saja. Bahkan Shea menghiraukan teriakan keras Shilla yang memanggil namanya.
Shilla mendengus, seharusnya Ia tau jika adiknya itu memang keras kepala dan selalu sensitif jika sudah berhubungan dengan masa lalunya yang bahkan hingga detik ini tidak bisa Ia lupakan
"Dasar gadis ini, bibi tolong di bereskan!" titah Shilla pada wanita yang sejak tadi berdiri sekitar 1 meter di belakangnya.
Wanita itu membungkuk "Baik, Nona,"
Drettt .. drettt .. drettt.. !!
Shilla menghentikan langkahnya saat ponsel miliknya bergetar menandakan ada satu panggilan masuk. Wajah Shilla langsung sumringah seketika setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.
Tak ingin membuat kekasihnya menunggu terlalu lama, segera Shilla menekan tombol hijau tanpa menghentikan langkahnya.
"Hallo??"
.
.
Shea tiba di boutique miliknya setelah hampir 30 menit berkendara, saat ini gadis bermarga Oliver itu sedang memarkirkan mobil mewahnya di tempat yang biasa Ia gunakan sehari-hari. Dan sejak 2 tahun lalu, memang disinilah Shea selalu memarkirkan mobilnya.
Kedatangan Shea sudah di tunggu oleh dua orang gadis yang merupakan sahabat baiknya, Marry dan Aletta. Kedua gadis itu sudah menunggu Shea sejak mobil miliknya memasuki area boutique.
Menjadi seorang desainer adalah impian Shea sejak dia masih kecil. Dan Ken-lah yang dulu selalu mendukung Shea untuk mewujudkan impiannya itu. Usia Shea dan Ken terpaut enam tahun, dan saat ini usia Shea sudah dua puluh empat tahun.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Shea seraya menatap Marry dan Aletta bergantian.
Dahi Aletta dan Marry berkerut melihat wajah murung Shea pagi ini, tidak seperti biasa yang selalu ceria.
"Kau baik-baik saja?" tegur Marry sambil menepuk bahu Shea. Dengan enggan gadis itu mengangguk tanpa minat.
"Lalu ada apa dengan wajahmu pagi ini? Tumben sekali seperti kain kusut," tanya Aletta yang tidak bisa menahan rasa ingin taunya.
Shea menarik nafas panjang lalu menghelanya. "Tidak apa-apa, hanya kurang tidur saja!" dusta nya.
Tidak mungkin Shea menceritakan mengenai masa lalunya pada kedua sahabatnya ini, bukan karena Shea tidak percaya pada mereka tapi karena dia tidak lagi ingin membahasnya lagi.
Dan alasan moodnya buruk pagi ini karena Shilla menyebut satu nama yang tidak pernah ingin lagi Ia dengar. Ketiganya pun beriringan menuju kelas masing-masing.
-
Shea menghentikan mobilnya di sebuah cafe di pusat kota, dia terlalu malas untuk bekerja. Akhirnya Shea memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang mungkin bisa sedikit menjernihkan pikirannya.
Shea memasuki sebuah cafe yang biasa Ia singgahi bersama Shilla, Marry dan Aletta setelah mereka selesai berbelanja, namun hari ini Shea hanya datang seorang diri tanpa saudari kembarnya maupun kedua sahabatnya.
Shea duduk di sudut ruangan yang letaknya dekat dengan jendela kaca agar Ia bisa lebih leluasa melihat keadaan di luar cafe yang penuh dengan orang mau pun kendaraan yang berlalu lalang.
Perhatian Shea teralihkan oleh pelayan yang datang membawa minuman pesanannya lalu fokusnya kembali terpaku pada luar jendela.
Dorrr ..
Dorrr ..
Dorrr ...
"Kyyyaaaaaaaa......!!"
Suasana cafe yang semula tenang menjadi riuh seketika karena kedatangan segerombolan pria tak dikenal. Berkali-kali mereka melepaskan tembakan ke udara membuat seisi cafe menjadi kalang kabut menyelamatkan diri,
Shea yang sejak tadi melamun tidak menyadari dengan kegaduhan yang sedang terjadi bahkan ketika tiga tembakan di lepaskan.
Dan setelah kembali dari lamunan panjangnya, Shea langsung di buat bingung oleh keadaan cafe yang begitu kacau. Beberapa pengunjung bahkan tiarap dilantai ada juga yang bersembunyi dibawah kolong meja sampai sebuah senjata menempel pada belakang kepalanya.
"Serahkan semua hartamu atau ku ledakkan kepalamu?" tubuh Shea menegang dan wajahnya memucat. Ragu dia menoleh kebelakang.
Terlihat peluh membasahi hampir di sekujur tubuhnya, dengan segera Shea menyerahkan semua barang mewah yang Ia miliki seperti ponsel, perhiasan, kunci mobil dan dompet yang semua tersimpan di dalam tas mahalnya.
Dorrrr ... !!!
Tapi sebelum tas itu berpindah tangan, terdengar tembakan dari arah belakang. Dengan cepat Shea pun menolehkan kepalanya, matanya terbelalak melihat pria yang mengancamnya tadi telah terkapar dengan lubang di keningnya yang kini deras mengucurkan darah.
Lalu pandangan Shea bergulir pada sosok pria tampan bermata tajam yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada.
Pria itu memiliki kulit seputih susu dengan ketampanan di atas rata-rata, meskipun ada bekas luka yang terlihat jelas di wajah belahan kanannya, tapi tak sedikit pun mengurangi ketampanan yang dia miliki.
"Nona, kau tidak apa-apa?" seorang pria lain menghampiri Shea dan menanyakan mengenai keadaannya.
Alih-alih menjawab, Shea malah mengedarkan pandangannya dan mendapati para perampok yang kurang lebih berjumlah 6 orang telah terkapar dengan lubang luka yang sama seperti orang yang mengancamnya tadi. Lalu pandangan Shea kembali terarah pada pria tersebut, gadis itu mengangguk samar.
Pria itu pun menghela nafas lega. "Key, Sam, cepat bereskan mayat-mayat itu!" perintah pria yang tadi menyelamatkan nyawa Shea pada dua pemuda yang berdiri tak jauh dari tempat Shea berada, keduanya mengangguk kompak
"Segera di laksanakan," sahut keduanya nyaris bersamaan.
"Ge, kita pergi dari sini!" kata pria itu pada seseorang yang berdiri di samping Shea yang ternyata adalah Cris.
Meskipun hanya sekilas, pria itu menyempatkan diri untuk menatap wajah Shea dan membuat tatapan mereka saling bersirobok untuk beberapa saat.
"Aku pergi dulu, sebaiknya segeralah pulang. Kau terlihat pucat," nasihat Cris sambil menepuk bahu Shea dan berlalu begitu saja.
Meninggalkan gadis itu yang keadaannya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Lalu mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang tadi menyelamatkan dirinya.
"Tatapan itu? Kenapa rasanya tidak asing,"
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Lusi Yani
SHEA ADALH ARA Y THOR,,
2021-10-19
0
Epifania R
apakah nanti shea yg menderita
2021-08-29
0
Kenzi Kenzi
perampoknya koq suka sama angka 7 y...2x perampokan 7orang mlulu
2021-08-03
0