Berat rasanya untuk meninggalkan rumah, kamar yang menjadi saksi suka dan duka, saksi dimana saat Nuri menangis dan tertawa ria,
Haii Nur, ini hanya pergi sebentar, hanya menuntut ilmu, bukan berarti untuk meninggalkan selamanya, hati kecil Nuri berbisik.
"Ingat pesan ibu ya nduk, kamu harus bisa menjaga diri dengan baik, dan mulai sekarang kamu juga tidak boleh melepas hijab sembarangan, kamu harus bisa menutup aurat. Kamu tau kan apa itu menutup aura?" Ibu Nuri memberi nasihat kepada anaknya sambil merapikan hijab yang di gunakan Nuri.
Kini Nuri sudah siap dengan kaos biru laut yang dipadukan dengan rok hitam panjang serta hijab warna putih tengah duduk di ruang tamu menunggu bapak, ibu serta kedua kakaknya.
"Masya Allah, bidadari nyasar," ejek Azam yang menghampiri Nuri.
"Apa sih mas." Nuri kesal ia tahu Azam hanya menggodanya.
"Masya Allah nduk, ibu sampai pangling,"
puji Bu Aisyah. Pak Ali pun sebenarnya ingin memuji sang anak namun ia urungkan sebab itu hanya akan membuat Nuri besar kepala.
"Sudah siap? Kalau sudah mari berangkat!" ajak Adam.
Semua keluarga sengaja mengantarkan Nuri sampai tempat tinggal barunya.
Ia bakalan mondok, dan akan jadi santri. Nampak terlihat sangat jelas kebahagiaan yang terpancar dari wajah pak Ali dan bu Aisyah. Begitu pula Adam dan Azam, akhirnya adiknya mau mengikuti jejaknya, yaitu mondok.
. . . . . . . . .
"Pak Dzaki, bu Nisa, ini adik saya yang paling bungsu yang saya ceritakan kemarin," ucap Adam mengenalkan Nuri.
Selama ini hanya Nuri yang belum pernah ia kenalkan kepada pak Dzaki. Pak Ali dan bu Aisyah sering ke sini sewaktu Adam dan Azam masih mondok.
"Ya sudah mari mbak Nur, ibu antar ke kamar," ajak Bu Nisa selaku orang yang bertanggung jawab sepenuhnya atas asrama perempuan tersebut.
Asrama terdiri dari dua tempat. Sebelah utara adalah asrama laki laki dan sebelah selatan asrama perempuan.
Nuri pun hanya mengangguk, tapi sebelum ia bangkit, ia berusaha memeluk tubuh ibunya.
"Sudah." Bu Aisyah menghapus air mata Nuri yang di ikuti sebuah genggaman tangan.
Nuri segera meninggalkan sang ibu dan mengikuti langkah bu Nisa menuju ke sebuah kamar.
.......................................
Suara lantunan surah Ar-Rahman telah terdengar pertanda waktu subuh akan segera tiba, semua santri segera bangun dari tidurnya, membereskan tempat tidur lalu segera menuju masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.
"Mbk Nur, bangun sebentar lagi masuk waktunya subuh." Syifa teman satu kamarnya mencoba membangunkan Nuri yang masih terlelap.
"Bentar lagi kenapa, masih ngantuk nih," jawab Nuri yang malah menarik kembali selimut nya.
"Mbk, kita harus segera ke masjid untuk sholat berjamaah, kalau tidak nanti kita kena hukuman." Syifa kini menarik paksa tangan Nuri, hingga mau tak mau Nuri pun mengikuti Syifa bangun dengan kesal.
"Siapa yang di dalam?" tanya Raisa menggedor pintu kamar mandi.
"Woi cepetan dong!" Raisa yang sudah tidak kuat menahan rasa sakit perut ingin menabung pun kembali mengedor pintu dengan keras.
"Apa sih, berisik tau!" kata yang terucap saat Nuri membuka pintu kamar mandi.
"Kalau mau tidur jangan di kamar mandi dong! Awas minggir!" Raisa menarik lengan Nuri.
"Ah, leganya." Tak lama Raisa keluar dengan mengembangkan senyumannya. Nuri hanya menggeleng kepalanya lalu meninggalkannya.
"Dasar aneh," gumam Nuri.
Kini Nuri sudah siap dengan baju seragamnya yang baru, warna yang sama namun hanya model yang berbeda.
Putih lengan panjang, abu abu terusan panjang, serta jilbab putih yang membalut kepalanya. Malah Nuri yang sekarang terlihat sangat cantik dan anggun.
"Mbak, ayo cepat nanti kita telat." Syifa tanpa segan menarik lengan Nuri.
"Pelan dikit napa!" sentak Nuri.
Syifa dan Nuri keluar dari tempat Asrama mereka menuju ke sebuah gedung berlantai tiga yang masih berada di area asrama tersebut.
Ya karena ini Boarding school otomatis letak sekolahan berada di dekat asrama.
Betapa terkejutnya saat Nuri melewati beberapa bangunan yang tersusun rapi itu.
Ternyata bukan hanya Madrasah Aliyah ( MA ) saja yang tersedia di sana, namun juga ada MTS, SD, TPA ( Taman Pendidikan AlQuran ) dan pendopo yang lumayan lebar.
Oh ya satu lagi di sebelah ujung TPA ada beberapa buah bangunan, itulah tempat tinggal para guru pengajar.
Saat ini mata Nuri tengah di sajikan pemandangan yang belum pernah ia temuin sebelumnya. Betapa tidak, di sini mereka hanya menggunakan sepeda ontel saat ke sekolah, tidak seperti sekolah sebelumnya yang rata rata motor adalah kendaraan utama mereka. Pemandangan selanjutnya sepeda itu telah tertata rapi di rest area parkir.
"Syifa, apa mereka semua juga tinggal di asrama juga?" tanya Nuri yang penasaran.
"Tidak mbak, sebagian dari mereka pulang kerumah mereka. Disini hanya sekolah saja, sedangkan kita yang di tinggal di Asrama harus mengikuti aturan yang berlaku," terang Syifa.
"Aturan yang berlaku? Maksud kamu?" Nuri mengerutkan dahinya.
"Jadi gini mbak, selain mengikuti pelajaran sekolah kita juga harus menghafal Alquran yang setiap dua hari sekali wajib kita setorkan kepada pak Ustad." Syifa mencoba memberi penjelasan.
Nuri hanya manggut saja.
Pusing itu yang Nuri rasakan.
Kenapa selama ini Adam tak pernah bercerita bahwa harus ada hafalan Alquran.
Mas Adam.
Nuri baru teringat bahwa dari semalam ia belum juga melihat sang kakak. Bukanya ia juga tinggal di sini. Tapi di sebelah mana Adam tinggal ia tak tahu.
Nuri dan Syifa pun kini telah sampai di ruangan kelas mereka. Banyak mata tertuju kepada mereka berdua.
"Maaf Tiara, duduk di belakang ya!"
bisik Syifa pelan. Tiara pun mengerti akan ucapan Syifa hanya mengangguk pelan lalu pindah ke belakang.
Tak selang lama guru kelas mereka telah datang.
"Assalamualaikum, anak anak selamat pagi.
Pagi ini kita kedatangan teman baru.
Ayo nak, perkenalkan dahulu!" ucap guru itu sambil melihat ke arah Nuri.
Nuri pun segera maju ke depan kelas dengan rasa gugup , tapi sesuai dengan saran dari Syifa ia mulai percaya diri.
"Assalamualaikum, semuanya
perkenalkan nama saya NURI SALSABILA RAMADHANI kalian bisa panggil Nuri, semoga kita bisa berteman dengan baik." Sebuah perkenalan singkat dari Nuri.
Semua siswa pun menjawab salam Nuri dengan semangat. Bahkan dari beberapa siswa laki kaki menyiul.
Nuri pun memilih diam kembali duduk serta mulai mengikuti pelajaran yang berlangsung.
Awal menjadi siswa baru yang awalnya di liputi rasa gugup namun nyatanya malah menyenangkan. Meraka semua bersikap ramah. Tak ada acara bully membuly seperti pada sekolah sebelumnya.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tap Likenya dong!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
menyimak dulu
2023-06-05
0
Neulis Saja
next
2023-05-12
0
Bzaa
hadirrrr... cerita nya bagus... salken tor😘
2023-03-23
1