Seminggu telah berlalu, hari hari di lewati begitu saja oleh Nuri. Sebenarnya ia sudah tidak betah tinggal di asrama namun tiada pilihan lain dari pada harus pulang dan di nikah kan dengan juragan sapi, si Sarimin. Entah mengapa orang tuanya setega itu memberi pilihan kepadanya.
Seperti biasanya selepas sholat isya, para santri melakukan latihan kegiatan hafalan quran sebelum benar benar di setorkan dua hari kedepan.
Di pesantren itu terdapat kira kira sekitar lima puluhan santri, terdiri dari 20 santriwan dan 30 santriwati.
Hafalan pun dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok santriwan dan santriwati.
"Nur, jangan tidur! Itu sebentar lagi giliran kamu." Raisa menggoncangkan tubuh Nuri.
Nuri yang semula ketiduran perlahan membuka mata dan segera menguceknya.
Belum juga memulihkan kesadaran tiba tiba saja namanya sudah di panggil.
"Nuri Salsabila Ramadhiani." Suara merdu ustad Hanafi menggoncangkan dada Nuri. Detak jantung yang semakin berdebar.
Nuri gelagapan, bagaimana bisa ia menyetorkan hafalannya. Dirinya hanya menghafal beberapa ayat saja. Itupun ayat yang kemarin ia hafalkan. Dengan langkah lemas Nuri pun menghadap sang ustad.
"Bisa di mulai?" tanya ustad Hanafi.
Nuri hanya mengangguk kemudian melafalkan tujuh ayat yang sudah ia hafal sebelumnya.
"Cukup. Bukanya ini ayat yang kamu hafalkan kemarin?" tanya ustad Hanafi pelan.
Sedangkan yang di tanya hanya nyengir seakan tak bersalah.
"Maaf ustad, tapi ayat selanjutnya saya belum hafal," lirih Nuri
"Jadi dari tadi apa yang kamu hafalkan?" Bukan bentakan namun ucapan yang lemah lembut lagi lagi mengguncang dada Nuri.
"Saya ketiduran ustad."
Sontak terdengar suara tawa dari belakang. Hampir semua yang mendengar pengakuan Nuri tertawa.
"Sudah sudah! Sebagai gantinya besok malam kamu harus bisa menyetorkan lima belas ayat sekaligus," ucap ustad Hanafi.
What lima belas? Dua ayat aja seakan pecah kepalaku batin Nuri.
"Nur, bangun udah subuh." Suara itu setiap hari menjadi alarm bagi Nuri.
Gadis yang memang sangat sulit untuk bangun pagi, entah mungkin karena belum terbiasa atau memang tak terbiasa.
Setelah rapi dengan seragamnya Nuri, beranjak dari kamar, karena hari ini bukan jadwal piketnya ia hanya berjalan santai. Menghirup udara segar yang belum tercemar oleh polusi serta melihat lihat bangunan disekitar.
Berjalan sendiri membuatnya rilex, sebab jika ia berangkat bersama Syifa, pasti aja saja ocehan panjang lebar dari mulut lebarnya.
Bel tanda pelajaran akan segera di mulai. Semua siswa berhamburan ke dalam kelas masing masing. Selama satu minggu tinggal di sini Nuri belum pernah melihat guru yang sedang mengajar di depan kelas saat ini.
Tinggi, putih bersih, rambut hitam pekat, hidung mancung dan sedikit berjambang. Yang lebih parah lagi suaranya mampu membuat jantung Nuri berdegup dengan kencang.
"Ya Allah mbak Nur." Syifa membuyarkan khayalan tentang guru itu.
"Mbak biasa aja kali liatnya, itu namanya Pak Jalalludin Agung, tapi panggilannya pak Agung," ucap Syifa.
"Masih muda," gumam Nuri seakan terpesona oleh kharisma yang di miliki oleh Agung.
"Seumuran dengan pak Adam sih kayaknya, yang ku dengar dia satu angkatan dengan pak Adam," ucap Syifa polos.
Suara bisik bisik Syifa dan Nuri sekilas terdengar oleh Agung.
"Kamu yang duduk sebangku dengan syifa, coba kerjaan soal ini!" titah Agung menunjuk ke arah Nuri.
Dengan cekatan Nuri segera maju dan mengerjakan soal dengan baik.
"Perfeck," gumam pak Agung
Dalam hati Nuri merasa bangga. Kalau masalah pelajaran sekolah walaupun tidak belajar pun Nuri tetap bisa menguasai. Karena ia murid berprestasi di sekolah lamanya.
Entah mengapa selama pelajaran berlangsung mata Agung selalu tertuju kepada Nuri, yang tak jarang ia tersenyum sendiri.
Wajah yang begitu familiar, namun siapa?
......................
"Kita belok ke bawah jembatan sebentar yuk!" ajak Atika saat pulang dari tempat foto copyan.
Kania, Raisa, galih dan Nuri pun setuju. Sepeda di ayuh dengan santai. Menikmati setiap angin yang berhembus. Mereka ingin memperlihatkan tempat indah kepada Nuri teman baru mereka.
Mereka pergi menggunakan dua sepada ontel , dan saling boncengan, saling berkejaran. Tertawa sangat puas yang mereka rasakan.
Bruuukkk
"Auuww," ringis Nuri. Sepeda yang ia boncengin tergiling ke jalan aspal.
"Dasar somplak kamu Ris." Raisa mendumal saat tau siapa yang menabraknya.
Haris Praditya santri terbaik di kelasnya.
"Woii situ yang nambrak, harusnya aku yang marah," ujar Haris.
Raisa segera berdiri. "Kamu gak papa Nur?" tanya Raisa pasalnya Nuri yang di bonceng tertimpa sepeda.
"Gak papa kok." Nuri segera bangkit.
"Halah manja," ejek Haris yang melihat Nuri yang kesakitan.
Atika dan Galih yang sudah jauh di depan akhirnya mundur lagi ke belakang.
"Ada apa?" tanya Atika dan Galih bersamaan.
***
Halo-halo, yang baru gabung baca, jangan lupa baca novel othor yang lainnya ya. Tapi kali ini othor bawa rekomendasi salah satu novel othor yang berjudul KISAH YANG TERTINGGAL. Kalian mampir juga ya 🙏
Sinopsis : Lima belas tahun berpisah, kini Alvaro dan Bunga dipertemukan lagi dalam satu universitas yang sama. Meskipun telah berpisah lama, tetapi tak membuat rasa benci yang dimiliki oleh Alvaro luntur. Pria itu masih menyimpan rasa benci yang tinggi. Namun, suatu saat Alvaro dibuat menyesal dengan sikapnya yang selama ini acuh kepada Bunga. Dan penyesalan selalu datang dikemudian hari. Bagaimana akhir kisah mereka? Langsung ke lapaknya ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
yani suko
khan terpisah utara dan selatan
2023-10-13
0
HARTIN MARLIN
🤔🤔🤔
2023-06-05
0
Neulis Saja
ehm
2023-05-12
0