Lana Croft, seorang mahasiswi biasa, tiba-tiba terbangun sebagai tokoh antagonis kaya raya dalam novel zombie apokaliptik yang baru dibacanya. Tak hanya mewarisi kekayaan dan wajah "Campus Goddess" yang mencolok, ia juga mewarisi takdir kematian mengerikan: dilempar ke gerombolan zombie oleh pemeran utama pria.
Karena itu dia membuat rencana menjauhi tokoh dalam novel. Namun, takdir mempermainkannya. Saat kabut virus menyelimuti dunia, Lana justru terjebak satu atap dengan pemeran utama pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
Setelah pertempuran singkat yang memperlihatkan perbedaan kekuatan yang jauh, dua kelompok itu berdiri saling berhadapan. Kael, yang masih memegang Lana, mengabaikan kehadiran yang lain.
Marcus, pria paruh baya yang merupakan pemimpin kelompok penyintas itu, melangkah maju menuju Lucas Reed—yang terlihat lebih ramah.
"Salam kenal. Terima kasih banyak atas bantuan yang luar biasa ini. Nama saya Marcus," ujar pria itu, suaranya dipenuhi rasa hormat. "Kami adalah karyawan dari perusahaan akuntansi di dekat sini. Kami sedang mencoba mencari persediaan."
Lucas mengangguk sopan. "Lucas Reed. Kami adalah tim Vanguard dari Enklave Seattle. Kalian aman, setidaknya untuk saat ini."
Sementara Lucas dan Marcus berbicara, mata Clara—gadis cantik dan rapuh—tidak pernah lepas dari Kael. Gadis itu menatap punggung Lana dengan tatapan penuh evaluasi, lalu kembali ke Kael dengan tatapan memuja dan hasrat yang tak terselubung. Pria seperti itu... dia harus menjadi pelindungku. Dia adalah Kapten!
Hari mulai gelap. Kael memutuskan mereka tidak bisa bepergian di malam hari. Mereka mengamankan sebuah gedung perkantoran tua di seberang jalan yang tampaknya masih kokoh.
Untuk keamanan, mereka menempati lantai dua. Kael, Lucas, dan tim Vanguard berada di satu kantor besar, sementara kelompok Marcus menempati kantor di seberangnya.
Kelelahan terasa di udara. Semua orang lapar.
Lana, yang telah ditarik Kael kembali ke kantor timnya, melangkah maju. Tanpa berkata-kata, ia mulai mengeluarkan barang dari dimensinya.
KLAK! KLAK!
Belasan bungkus self-heating rice dan hot pot instan, serta kotak-kotak buah segar yang masih dingin, muncul di lantai. Mata seluruh tim Vanguard melebar. Mereka tahu Lana punya dimensi, tetapi melihat kualitas makanan yang ia keluarkan membuat mereka terkejut.
"Ya Tuhan, Kakak Ipar! Kau dewi makanan!" seru Mike, matanya bersinar.
Bahkan Lucas pun menatap tumpukan makanan itu dengan pandangan tak percaya bercampur kagum.
Kael menatap Lana, mata hitamnya dipenuhi pertanyaan tak terucapkan, tetapi gadis itu hanya mengabaikannya. Lana dengan sengaja mengambil satu set makanan paling premium dan menyodorkannya pada Kael.
"Maaf, aku tidak sempat membuatkan makanan segar, Kakak," ujar Lana, mencoba melunakkan pria itu dengan panggilan yang ia tahu sangat ia sukai.
Kael menyeringai tipis, menerima makanan itu. "Kita akan membahas semua rahasiamu setelah kita kembali ke Enklave," bisiknya, suaranya dipenuhi janji yang terdengar seperti ancaman.
Setelah makan malam, Kael keluar sebentar ke kamar mandi di ujung koridor. Clara melihat itu sebagai kesempatan emas.
Gadis itu segera merapikan rambutnya, merapikan baju kemejanya, dan dengan sengaja menarik turun kerah bajunya, memperlihatkan sedikit kulit leher dan bahu. Dengan langkah pelan, ia menyusul Kael.
Kael keluar dari kamar mandi, pandangannya dingin dan fokus pada pintu kantornya, ketika tiba-tiba Clara muncul di hadapannya, menghalangi jalan.
"Tuan Kapten," ujar Clara, suaranya dibuat selembut dan semanja mungkin. Wajahnya memerah karena malu yang dipaksakan. "Terima kasih atas penyelamatan hari ini. Saya... saya merasa sangat berhutang budi."
Kael menatap gadis itu tanpa ekspresi, bahkan tanpa berkedip. Ia tidak mengatakan apa-apa.
Clara, yang menganggap kebisuan Kael sebagai ketertarikan, memberanikan diri. Ia melangkah maju, membiarkan dirinya terlihat rentan.
"Di dunia yang mengerikan ini, wanita sendirian tidak bisa bertahan. Saya yakin Anda adalah orang yang kuat. Izinkan saya melayani Anda, Tuan Kapten. Saya bersedia melakukan apa saja sebagai balas budi," bisiknya, dan ia mulai bergerak, mencoba mendekatkan tubuhnya pada Kael.
Seketika, ekspresi Kael berubah menjadi jijik yang nyata.
BUAGH!
Dengan kekuatan yang luar biasa dan tanpa emosi, Kael menggunakan tangannya untuk mendorong bahu Clara. Bukan dorongan lembut, melainkan dorongan yang mengandung kekuatan telekinesis yang tak terlihat.
Clara terlempar menabrak dinding koridor di belakangnya, suara benturan keras menggema. Ia jatuh ke lantai, meringis kesakitan, terkejut dan ketakutan melihat Kael menatapnya seolah ia adalah sampah yang menjijikkan.
"Jauhkan dirimu dariku," perintah Kael, suaranya sedingin es. Aura mematikan menyelimuti koridor. "Satu kali lagi kau mendekatiku, aku tidak peduli kau wanita atau penyintas. Aku akan membunuhmu."
Clara gemetar ketakutan, ia segera merangkak menjauh, kembali ke kantor mereka, air mata ketakutan membasahi wajahnya.
Tepat pada saat itu, Lana muncul dari kantor. Ia merasa bosan di dalam dan hendak mencari udara segar, namun tak sengaja menyaksikan seluruh drama itu.
"Menarik," komentar Lana, nada suaranya sedikit geli.
Kael berbalik, matanya yang tajam langsung menangkap Lana yang sedang menyembunyikan senyumnya. Bahaya berkilat di matanya.
"Kau melihatnya? Kau menikmati drama itu?" tanyanya, suaranya rendah dan penuh bahaya.
Lana tidak sempat melarikan diri. Kael bergerak cepat. Dalam sedetik, Lana sudah terpojok, punggungnya menabrak dinding kantor yang dingin. Kael mengunci posisinya, menempatkan kedua tangannya di sisi kepala Lana.
"Kau harus dihukum karena meninggalkan mobil, dan dihukum karena menyembunyikan rahasia, dan sekarang dihukum karena melihatku digoda oleh wanita lain," desis Kael, sebelum melumat bibir Lana dengan ciuman yang mendominasi dan ganas.
Ciuman itu adalah hukuman dan klaim kepemilikan. Lana merasakan seluruh tubuhnya melemah. Ia berpegangan pada jaket Kael untuk tetap berdiri, napasnya tersengal-sengal di bawah badai hasrat pria itu.
Setelah beberapa saat, Kael melepaskan bibirnya, napasnya berat, matanya memerah karena gairah yang ia tahan. Ia menekan Lana kuat-kuat ke dinding, memeluknya erat-erat.
"Aku akan membawamu kembali ke tempat tidurku jika kita tidak berada di sini," Kael menggeram, suaranya parau. Ia mencium Lana sekali lagi dengan cepat, sebelum menyeretnya kembali ke dalam kantor, mengabaikan tatapan penasaran yang mungkin tertangkap oleh Mike yang sedang tidur.
Di dalam kantor, Lana bersembunyi di balik selimut. Setelah insiden di koridor itu, ia merasa tubuhnya seperti terbakar.
Ia ingat akan tujuan awalnya. Ia meraih kristal inti yang ia temukan sore itu dan menyentuh lengan Kael.
"Kael, coba ini," Lana menyodorkan kristal itu. "Coba serap energinya."
Kael menatap Lana, matanya yang hitam penuh curiga. "Bagaimana kau tahu ini bukan racun?"
"Percayai aku," pinta Lana.
Kael menatap gadisnya, lalu perlahan memegang kristal itu. Ia memfokuskan energi listriknya, dan dalam sekejap, ia merasakan energi di dalam kristal itu tertarik ke tangannya, masuk ke tubuhnya, dan menyatu dengan energi listriknya, meningkatkan kekuatannya secara signifikan.
Dalam hitungan detik, kristal itu hancur menjadi debu putih.
Kael terpana. Ia menatap telapak tangannya, lalu kembali ke Lana. Pria itu menyadari bahwa kemampuan Lana tidak hanya sebatas ruang dimensi, tetapi juga pengetahuan yang melebihi akal sehat.
"Kau tahu segalanya," ucap Kael, bukan sebagai pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan yang menuntut.
Lana hanya tersenyum canggung, hatinya dipenuhi kegelisahan.
Kael tidak memaksa. Ia tahu dia telah menemukan harta karun, dan dia tidak akan membiarkannya lepas. Ia menarik Lana ke pelukannya yang hangat.
"Tidurlah, Kakak," bisik Kael di telinga Lana. "Setelah kita kembali ke Enklave, aku akan menemukan setiap rahasiamu, dan aku akan mengikatmu selamanya."
Lana merasakan ancaman yang tersembunyi dalam kelembutan itu, namun anehnya, ia merasa sangat aman. Ia memejamkan mata, menyerah pada takdir yang kini ia tulis sendiri.
mendengar konpirmasi
jadi
mandengar ucapan itu