"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Selesai pelajaran, Aurora langsung menarik Rara menuju kantin. Keduanya berjalan sambil berdendang lirih, saling bersautan. Seyum keduanya memancarkan kebahagian pada umumnya remaja tanpa beban.
Upss ...! Sorry. Nggak sengaja." seorang siswi yang menabrak sedikit keras bahu Rara.
"Bohong lo, jelas banget lo sengaja." ujar Aurora mendelik menatap perempuan itu, dengan sedikit mendorong tubuhnya.
"Maksud lo apa hah! Gue udah bilang nggak sengaja!" tekanya lagi tak mau kalah.
"Udah Ra. Gue juga nggak apa-apa. Ayo," ajak Rara menarik tangan Aurora pergi agar tak berlanjut ribut.
"Apaan sih ra, dia itu sengaja tahu." kesal Aurora yang tak terima.
"Gue males debat Ra."
Perkataan itu langsung mengakhiri perdebatan dan membungkam mulut Aurora. Namun, kali ini Rara juga Aurora sedikit heran dengan tatapan para siswa padanya. Seperti ada sesuatu yang aneh, tapi mereka tidak tahu apa.
"Kok gue rasa tatapan mereka aneh ya Ra?" tanya Rara pada Aurora.
"Iya gue juga merasa sama seperti lo." timpalnya kemudian mereka berdua duduk di tengah keramaian suasana kantin.
Aurora melirik kearah Rara, curiga karena semua tatapan di sekelilingnya menatap Rara sambil berbisik. Benar saja dugaannya, ketika dia berada tepat di belakang Rara ternyata ada sesuatu yang menempel di punggungnya.
"Diskon hanya untuk malam Ini."
Tulisan yang tertera di punggung Rara. Aurora mengepalkan tanganya kuat, sorot matanya tajam memancarkan kemarahan. Rara menyadari perubahan temannya seketika.
"Ada apa?" tanyanya polos.
Aurora mengambil kertas itu lalu mengodorkan pada Rara. Sama terkejutnya dengan Aurora, kemarahannya kini memuncak. Namun, pandanganya justru fokus pada sebuah foto yang di bawah tulisan itu. Ruangnya itu sangat familiar, tidak mungkin kan ada seseorang yang mengetahui kejadian itu.
Foto itu sangat menyudutkannya, dari arah belakang memang seakan dia sedang berciuman. Rara menggelengkan kepalanya, membuang pikiran buruk yang terlintas.
Brak!
"Siapa yang menempelkan ini!" teriak Aurora marah menggebrak meja. Pikirannya seketika ingat saat kejadian Angel menabrak Rara.
"Pasti dia, tidak salah lagi!"
"Maksudmu siapa?" tanya Rara bingung.
"Kamu itu bego apa gimana sih Ra? Siapa lagi kalau bukan Angel." terang Aurora kelas.
Pikiran Rara langsung mengingat Angel bagaimana pun rumahnya berdekatan. Apa mungkin Angel yang memfoto mereka? Rara memang tidak bar bar seperti Aurora. Gadis itu sangat misterius tentang karekternya diam namun sangat menghanyutkan.
Bangkit, aura wajahnya yang setiap hari terlihat manis dan santai. Kali ini sangat berbeda, memancarkan keseriusan dan kemarahan. Mencari sosok perempuan yang di jumpainya tadi.
"Byurr!"
"Ah ...!" teriak siswi merasa suhu dingin membasahi wajahnya dan menjalar ke dada. Mendongak, matanya sedikit perih oleh tetesan air. Didepanya seseorang menyeringai puas.
"Apa-apaan kau hah!" bentak Anggel.
"Lo tanya kenapa?" jawabnya dengan senyum sinis.
"Bruk!"
Rara mengodorkan kerta berisi tulisan dan juga foto. Sorot matanya tajam. Sedangkan Angel seakan tidak tahu apa-apa terlihat santai. Dia justru memutar balikkan keadaan.
"Apa maksud lo nuduh gue?" tunjuk Angel pada dirinya sendiri.
"Atau memang benar apa yang ada di foto itu Lo. Sampai lo bisa seemosi ini?" kata Angel yang justru menyudutkan Rara.
"Plak!"
"Angj*** lo." tangan Angel di cekal ketika dia akan membalas menampar Rara. Begitu kuat Rara meremas pergelangan Anggel kali ini.
"Sshhhh." Angel sampai meringis menahan sakit. Aurora dan teman-teman yang lain di buat sangat terkejut oleh keberanian Rara. Mungkin ini sejarah baru di sekolah selama mereka bersekolah baru kali ini melihat Rara semarah itu.
"Jangan pernah menyalakan api, jika tidak ingin terbakar." bisiknya di telinga Angel membuat bulu kudunya berdiri.
Rara menghempaskan pergelangan tangan Angel. Kemudia berbalik beranjak ingin pergi, akan tetapi dia justru di dorong Angel yang tidak terima.
"Brug!"
Rara terjatuh cukup keras. Tidak terima dengan perlakuan Angel siswi itu pun melawan. Saling cakar, dan menarik rambut satu sama lain. Aurora berusaha melerai, tubuhnya terhempas. Didorongan cukup kuat
oleh Rara yang masih emosi.
"Apa apaan kalian ini!" bentakan keras seorang guru menghentikan perkelahian.
"Ikut ibu keruangan Bk!" tegasnya menatap kedua siswi tajam. Keduanya berjalan beriringan dengan ramput yang masih acak acakan. Aurora dan salah satu siswi lain juga di suruh ikut, untuk menjadi saksi.
Dari jauh seseorang memperhatikan kedua perempuan yang sedang berkelahi. Begitu heran bagaimana bisa, Rara yang selama ini lembut dan tidak pernah membuat keributan kali ini seperti bukan dirinya.
*****
"Hai sayang," ucap perempuan berrambut pendek datang menghampiri tanpa mengetuk pintu.
"Ngapain kesini?" ujar Athur malas.
Vina bersandar di meja kerja Athur, tanganya menjulur menutup laptop. "Kamu ya apaan. Aku juga butuh perhatianmu." Sungutnya kesal, bibirnya mengerucut manja.
"Vin, tolong ngerti. Aku sangat sibuk," sahutnya lembut.
"Athur. Aku kurang ngerti apa, hampir satu minggu kamu cuekin aku. Apa jangan-jangan kamu ada wanita lain?" tatapnya curiga.
Athur menghela nafas kasar, beralih menatap Vina. "Kamu itu ngomong apa sih. Kamu tahu sendiri kan, masalah yang sedang aku hadapi belum terselesaikan."
Vina beralih kini wanita itu sudah pindah tempat. Dia duduk di pangkuan Athur melingkarkan kedua tanganya dilehernya. "Sayang ..., aku kangen."
Vina berucap manja, keduanya saling bertatapan. Bahkan gadis itu tidak peduli dimana mereka berada. Tanpa aba-aba Vina dengan agresif mengecup bibir ranu Athur. Pria itu membalas dengan lembut, melumat penuh rasa gairah.
"Upss ..., sorry gue datang di waktu yang salah." ujar Evan tersenyum kearah dua manusia yang sedang bercumbu.
"Evan ...," teriak Vina manja.
"He ... he ... he ..."
"Tunggu Van, ada apa?" tahan Athur melihat Evan memegang amplop coklat.
"Nanti saja lah. Gua takut sama singa betina lo."
"Gua bukan singa Van," tolak Vina kesal.
"Lah trus apa?" ledeknya.
"Evan ..., pergi!" bentak Vina lebih kesal.
"OK ... OK ...."
"Evan pasti kesini karena ada sesuatu yang penting."
"Memang aku nggak penting!" Vina menyandarkan kepalanya di biang dada Athur manja.
"Sayang, kapan kamu ajak aku jalan-jalan lagi. Kemarin aku lihat ada tas keluaran terbaru loh." Jemarinya bermain nakal menyentuh bibir, leher sampai berakhir pada sesuatu yang keras di bawah sana.
Athur menahannya, mengalihkan tanganya ketempat lain. Pria itu sampai sekarang tidak pernah melakukan lebih pada tunangannya. Walaupun terkadang ingin tapi dia masih bisa menahan hasratnya.
"Kenapa? Kita sudah empat tahun berhubungan, bahkan sudah bertunangan tidak apa-apa melakukannya." rengek Vina manja.
"Tidak. Dan tidak akan sampai kau menjadi istriku." ujar Athur lembut lalu mengecup bibirnya.
Vina cemberut, bibirnya mengerucut. "Susah sekali menggodanya." dalam hati Vina kesal. Pria lain bahkan mudah sekali Vina goda. Hanya Athur yang sampai sekarang tidak mau menyentuhnya lebih.
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭