NovelToon NovelToon
60 Hari Untuk Hamil

60 Hari Untuk Hamil

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romansa / Disfungsi Ereksi
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ferdi Yasa

“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”

Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.

Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.

Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.

Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.

Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 Kenikmatan dan Kebebasan

Eve menyesap sedikit kopinya, menarik napas dan mengulas senyum.

“Tidak,” katanya jelas. “Bahkan mungkin, aku akan berterima kasih padamu kelak.”

“Meski kau tahu aku akan menceraikanmu?”

Eve mengangguk. “Aku hanya … sedang berusaha menikmati apa yang ada di hadapanku. Pada akhirnya, denganmu atau dengan pria lain, aku hanya wanita mandul yang akan dibuang kembali. Meskipun begitu, aku tetap senang karena aku masih memiliki kesempatan untuk menyandang nama Nyonya Muda Ace.”

“Kau juga berjanji akan memberikanku fasilitas sebagaimana istri di luar sana, kan? Aku pasti akan menggunakan kenikmatan itu sebaik mungkin meski aku tidak bebas karena statusku sebagai seorang istri. Setidaknya, itu adalah hal terbaik dalam hidupku.” Eve mengulas senyum pahit.

Alex berdiri. Dia mendekat, menekuk sedikit punggungnya. Dia berkata di dekat telinga Eve, “Kau tahu, ada suatu kenikmatan dan kebebasan yang bisa kau rasakan bersamaan tanpa memikirkan kendali dirimu.”

Eve terpaku sejenak. Perkataan Alex masih dia cerna. Kedua tangannya pun masih memegang cangkir kopi dengan memandangi wajah pria itu.

Belum sempat dia bertanya apa maksud perkataannya, Alex sudah terlebih dulu keluar dari apartemen tanpa mengatakan apa pun lagi.

“Apa maksudnya itu? Kenikmatan dan kebebasan? Juniornya saja tidak bisa menegak, bagaimana bisa merasakan kenikmatan? Apakah dia tidak tahu, kalau kenikmatan itu … ah, sudahlah! Mana tau dia yang seperti itu.”

Eve meneguk kopinya lagi.

Hari berlalu dengan cepat setelah itu.

Pernikahan mereka berlangsung.

Eve mengira dia akan mendapatkan pesta pernikahan paling mewah, tapi ternyata Alex tidak menggelar itu.

Dia juga tidak mempermasalahkan ini. Toh pernikahan mereka hanya sementara. Hanya acara tukar cincin dan sumpah pernikahan saja yang dihadiri oleh keluarga terdekat.

Seharusnya keluarganya pun ada di gedung pernikahan mereka sekarang. Dia ingat betul bahwa dia sudah menyerahkan undangan pernikahan itu. Tapi tidak satu pun dari mereka yang terlihat.

Tidakkan Jenny ingin melihat gunung emasnya? Tidakkah dia ingin menunjukkan diri bahwa dia adalah Ibu Mertua Alex?

Bukannya berharap kedatangan mereka, tapi … untuk orang seperti itu, tidak mungkin mereka akan melewatkan momen ini.

Padahal di luar gedung itu, Jenny serta Remon—Ayah Eve, sudah tiba dengan membawa keluarga terdekat mereka untuk pamer.

Tidak terlukis lagi bagaimana kebahagiaan mereka saat ini. Dalam hitungan menit, mereka akan menaiki tangga sosial tanpa perlu memanjat susah payah.

Namun sayang, saat mereka berada di pintu masuk yang sudah di jaga dua pengawal, langkah mereka terhenti.

“Kami orangtua mempelai wanita. Tolong menyingkir dari pintu,” ucap Jenny dengan dagu terangkat tinggi.

Bukannya menyingkir, mereka malah semakin ketat.

“Tuan dan Nyonya, kalian tidak diperkenankan masuk ke dalam sini.”

“Apa?!” Jenny melotot kaget. “Kau tuli? Kami ini orangtua mempelai! Bagaimana kami tidak bisa menyaksikan pernikahan anak kami! Cepat minggir!”

“Nyonya, apa Anda tidak bisa membaca tulisan ini?” Salah satu dari pengawal itu memperlihatkan sebuah tulisan yang sudah ditempel di depan pintu.

‘ANJING DAN KELUARGA MEMPELAI WANITA DILARANG MASUK’

Tulisan itu dicetak dengan huruf tebal dan besar, jelas sekali.

“Apa!” Jenny nyaris meledak. “Tidak, tidak mungkin! Minggir kalian! Biarkan aku bicara dengan Eve. Ini pasti kesalahan!”

Tapi mereka tetap tidak bergerak.

“Nyonya, kami hanya menjalankan perintah. Segera pergi dari sini, atau kami yang akan menyeret kalian.”

Jenny masih tidak percaya. Dia berusaha menyingkirkan mereka, tapi tenaga dua pengawal itu bukan tandingannya.

Akhirnya Remon menarik dia mundur. “Kendalikan dirimu, Jenny! Kau hanya menambah malu di sini. Ayo kita pergi dan tanyakan pada Eve nanti. Kalau kau tetap di sini, keluarga kita akan mengetahuinya.”

“Lepaskan aku, Remon! Kau tidak melihat tulisan itu?” Suara Jenny bergetar menahan amarah. “Tuan Alex tidak mungkin melakukan itu kalau bukan Eve yang melakukannya! Anak tidak tahu diri itu harus diberi pelajaran! Berani sekali dia menyamakan kita dengan anjing!”

“Sudah, sudah! Pelankan suaramu. Kau hanya akan menarik perhatian. Sebelum mereka tahu kita tidak diperbolehkan masuk, lebih baik kita pergi dari sini. Kalau kau tidak mau, terserah! Aku akan meninggalkanmu di sini.”

Remon mendengus. Sebelum dia pergi, dia melirik ke arah pintu, lalu pergi dengan langkah kesal.

Pernikahan mereka berjalan lancar. Bahkan sangat baik menurut Eve.

Ibu Mertuanya bernama Laureen, ternyata sangat ramah dan baik. Senyumnya lembut, cantik dan modis.

Setelah pesta kecil dengan kerabat dekat, Alex mengajaknya pulang ke rumahnya sendiri. Dia bilang jika dia tidak tinggal bersama Ibunya, jadi tidak ada yang perlu dia khawatirkan.

Pak Frans—Pria paruh baya yang memperkenalkan diri sebagai kepala pelayan di rumah Alex menuntunnya sampai ke lantai atas, mengatakan bahwa di dalam sana adalah kamarnya.

Eve menarik napas panjang dan lega, berjalan ke depan cermin.

Satu persatu aksesoris pernikahannya dia lepas.

Namun saat dia mencoba menurunkan resleting gaun pengantinnya, resleting itu menyangkut. Tangannya pun susah untuk menggapai.

“Apa yang kau lakukan?”

Suara Alex yang berat dan sedikit serak mengejutkan. Pria itu berdiri di depan pintu, mengawasinya dengan tatapan tajam.

“A- aku—“

Ini kamarnya, kan? Kenapa dia seperti sedang dimarahi?

“Ini … kamarku, kan? Aku sedang ganti baju.”

“Siapa bilang ini kamarmu?”

“Ah?” Eve menatap bingung.

“Ini kamarku. Kamarmu di sebelah sana.” Alex menunjuk sisi lain dengan dagu.

Rupanya ada sekat yang ditutup korden panjang dan tebal. Di belakang sekat itu, ada ranjang yang tidak terlalu besar dan ruangan yang agak sempit.

Jadi, meski mereka tidur dalam satu kamar, mereka akan tetap berada di ranj4ng terpisah?

Baiklah, dia memang menepati janjinya. Tapi kenapa dia yang mendapat ruangan kecil?

“Pergi ke kamarmu sekarang!”

“Maaf. Aku akan pergi ke kamarku sendiri. Tapi … bisakah kau membantuku dengan ini? Aku berusaha menurunkannya, tapi sepertinya ini tersangkut. Tanganku tidak sampai.”

Eve berbalik, memperlihatkan punggungnya yang sudah terbuka setengah.

Untuk beberapa saat, Alex hanya diam. Sampai akhirnya dia menarik napas pendek dan menghampirinya.

Telapak tangannya yang besar dan agak kasar menyentuh permukaan punggung Eve. Rasanya sangat halus dan tipis, seolah sedikit goresan saja bisa merusak kulitnya.

Pria itu menelan ludahnya kasar. Pandangan matanya hanya terfokus ke arah punggung Eve hingga dia tidak berkedip sedikit pun.

“Alex, kenapa kau tidak bergerak? Apakah itu sangat susah?”

Alex baru tersadar setelahnya. Dia mengerjap dan mulai menarik resleting itu. “Ingatlah jangan membuka pakaianmu di depanku. Jika kau melakukannya lagi, maka kau akan menerima konsekuensinya.”

“Bagaimana jika ini terjadi lagi? Apa aku harus meminta bantuan Pak Rayyan?”

“Itu bukan urusanku.”

Memang kenapa jika dia meminta bantuannya lagi? Apa yang bisa dia lakukan? Barang berharganya sudah tidak lagi menjadi kebanggaan.

“Ish, menyebalkan! Baru melihat punggung saja sudah tergoda. Gimana kalo aku tunjukkan semuanya? Mungkin kau akan tersiksa lahir batin,” katanya lirih setelah Alex berbalik dan meninggalkannya. “Bukankah ini sama saja? Meskipun aku tidur di sisi yang lain, tapi semua baju gantiku ada di sini. Huh, merepotkan.”

Eve mengambil piyama daster dari dalam ruang ganti dan membawa ke kamarnya sendiri.

Ketika dia melewati Alex, terlihat pria itu yang sengaja memalingkan pandangan saat dia melewatinya. Eve tahu dia mencoba menghindar, dan itu malah membuat dia tergelitik untuk menggodanya.

Apalagi saat ini resletingnya sudah terbuka hingga ke bawah, menampakkan punggung mulusnya hingga batas pinggul.

Sengaja memang Eve berjalan sangat pelan, sambil melihat Alex yang sedang melepas jas sekaligus kemejanya di depan cermin.

‘Lihat, dia sangat sempurna sekali. Pundaknya lebar. Mungkin jika aku memakai kemejanya, tubuhku akan tenggelam. Tapi pinggulnya sempit. S3ksi. Tidak, tidak. dia memang sangat menggoda.’

Saat Alex membuka semua pakaian bagian atas, rahang Eve semakin melorot. Mungkin juga air liurnya sudah menetes kalau dia tidak segera menelannya kasar.

‘Sixpack? Sempurna sekali!’

“Apa yang kamu lihat?”

Tiba-tiba saja Alex sudah berbalik menatapnya.

“Ah, aku, aku … aku lihat perutmu. Bukan, maksudnya, aku lihat … ikat pinggangmu. Iya, aku lihat ikat pinggangmu, itu sangat keren sekali!”

Wajah Eve mendadak pucat seperti maling yang tertangkap basah. Alex mendekat, kedua mata hitam pria itu semakin terlihat gelap ketika dia memandangnya tanpa berkedip.

‘Ah, kenapa jadi ikat pinggang, sih?’

Buru-buru Eve mengangkat kaki dari sana. Sayangnya, gaun dia yang sudah terbuka membuatnya tersangkut dan malah terinjak dengan kakinya sendiri. Eve tersungkur, dan gaunnya melorot hingga terlepas dari tubuhnya.

“Aahh ….” Dia menjerit tipis.

Sadar saat ini tubuhnya terekspose, dia segera berdiri dan memungut gaun yang tergeletak di lantai tadi untuk menutupi tubuhnya.

Alex memalingkan pandangan, bahkan saat ini dia sudah berbalik memunggunginya. Padahal itu juga terlambat, dia sudah melihatnya tadi.

Semuanya!

“Maaf, aku … aku tidak—“

“Masuk kamar!” Perkataan Alex terdengar tegas dan lantang. Sepertinya dia marah, atau mungkin dia sudah tidak tahan lagi melihat kenikmatan yang tak bisa tersentuh.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!