"Loh, Kok Bisa Kamu Suka Aku?"
Kalau ada penghargaan “Cewek Paling Ngejar Cowok di Sekolah”, semua orang sepakat,pialanya pasti buat Mayra.
Axel adalah cowok paling dingin di sekolah. Tatapannya kosong, sikapnya rapi, dan geraknya terlalu sempurna untuk sekadar remaja SMA.
Saat dunia modeling mempertemukan mereka di bawah sorotan kamera, chemistry yang tak seharusnya ada justru tertangkap jelas.
Mayra mengira Axel hanya sulit didekati.
Ia tidak tahu bahwa Axel adalah manusia ciptaan.
Di antara audisi, photoshoot, dan rahasia yang tak boleh terbongkar, satu pertanyaan mulai menghantui mereka berdua:
Jika perasaan tidak pernah diprogram…
loh, kok bisa kamu suka aku?
~Salam Hangat Dari Penulis🤍
ig:FahZa09
Tiktok: Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mayra yang Bersinar
Di rumahnya Mayra yang tampak berbeda dari anggota keluarga,membuat sang Papa lebih protektif padanya.
Memiliki Papa yang seorang Rektor kampus,terkenal pintar dan visioner juga di segani oleh semua dosen, juga mahasiswa sebenarnya menjadi beban untuk Mayra yang tidak terlalu tertarik dengan dunia akademis.
Terlebih Mamanya yang seorang Psikolog terkenal, sering diundang ke seminar nasional dan sering tampil di Tv juga sosial media.Pribadi yang lembut,berwibawa
gayanya elegan dan rapi.Berbeda jauh dengan Mayra yang lebih suka tampil apa adanya.
Juga seorang kakak yang memiliki aura sejenis dengan Papa dan Mamanya.Seorang Mahasiswa berprestasi dengan gerakan yang teratur.Tidak suka berantakan,selalu tampil rapi dan berkarisma.
Hidup Mayra yang suka kebebasan seolah terkurung oleh peraturan-peraturan tak tertulis dari orang tuanya.
Seperti kali ini,saat Mayra ingin pergi.Pesan dari Papanya adalah pesan yang berulang,yang Mayra sendiri sudah hafal kalimatnya.
"Jangan pulang lebih dari jam 6 sore Mayra,Anak perempuan tidak baik keluar lebih dari jam segitu!!"
Mayra dengan kesadaran penuh,hanya menjawab "Iya,Pa..." Jawaban yang sama,setiap kali Papanya memperingatkan.
Mamanya bersedekap sambil tersenyum lembut, senyum khas psikolog yang seperti bisa membaca isi hati sampai ke halaman belakang.
“Mayra… sebelum kamu berangkat, mari kita evaluasi emosi terlebih dahulu”
Mayra langsung menghembuskan napas keras.
“Ma… aku mau main sama Nathan dan Hans,bukan ikut sesi konseling.”
Mamanya mendekat, memeriksa wajah Mayra seperti dokter memeriksa pasien tanpa alat.
“Bibir kamu menegang. Itu tanda kamu masih kesal.
Ayo… tarik napas dulu.”
Mayra memutar mata, tapi tetap mengangkat bahu dan menarik napas.Dia sudah terlalu hafal ritual ini.
“Gitu, Ma?”
“Bagus.”Mama menepuk bahunya lembut.
“Sekarang… ingat pesan Mama.”
Mayra mendahului, dengan nada setengah malas:
“Kelola emosi, jangan biarkan emosi mengelola kamu.”
Ibunya tersenyum bangga.
“Betul. Dan satu lagi...”
“Aku tahu ini pasti tentang cowok…”
Mama mendekat sedikit, nada suaranya halus tapi tajam.“Kalau kamu bertemu seseorang yang membuat detak jantungmu kacau,tolong jangan langsung menyerang atau marah-marah.”
Mayra memelototkan mata.
“MA!! Aku cuma… ekspresif!”
Mama mengusap rambut Mayra, masih tenang.
“Ekspresi boleh. Tapi jangan biarkan kemarahan menutupi suara intuisi.”
Mayra mendengus sambil meraih tasnya.“Baik, Bu Psikolog Nasional. Mayra murid Anda pamit pergi.”
Mama tertawa kecil.“Hati-hati, bunga Mama.
Dan ingat… kalau ada satu wajah yang membuatmu meledak,artinya dia punya tempat khusus di emosimu.”
Mayra mematung.Wajah dingin Axel langsung muncul di kepala.“Ugh.”Mayra menutup muka.“Ini semua gara-gara cowok itu.”
Ibunya tersenyum halus, seolah sudah tahu semuanya.
“Nah, makin terbukti teorinya benar.”
Mayra keluar rumah sambil mendengus,tapi di balik itu semua dadanya terasa aneh.Ada sesuatu yang mengganggu.Menghangat.Membingungkan.
Dan itu bikin dia makin kesal !!
***
Nathan dan Hans sudah menunggu di cafe tempat biasa mereka bertemu. Kebetulan Nathan ada sesi pemotretan di area cafe. Selesai itu,mereka duduk-duduk menikmati suasana sore.
Alunan gitar akustik dari ujung cafe terdengar lembut.
Membuat suasana terasa hangat dan nyaman.Dari kejauhan nampak Mayra yang berjalan menuju pintu cafe.
"Ini dia,ratu kita" Nathan tersenyum lebar menatap ke arah Mayra sambil menyiapkan kursi di sebelahnya,seolah Mayra adalah orang paling spesial.Sedang Hans ikut menoleh namun ekspresinya hanya datar.
"Masih cemberut aja itu wajah" Ujar Nathan saat Mayra sudah berada di dekat mereka.
"Axel bagai Mount Everest yang nggak bisa aku gapai..".Mayra duduk di kursi yang di siapkan Nathan tadi. "...dingin, tinggi, dan bikin frustrasi.”
Nathan yang lagi nyeruput es teh langsung batuk.
“Mount Everest? Segitunya?”
Hans cuma ngangkat alis sambil nyengir.“Atau… kau saja yang makin penasaran sama dia?”
Mayra mendelik.“Hah? Nggak! aku cuma… kesal. Orang udah nolongin, tapi mukanya tetap flat. Kayak dia tuh lahir tanpa ekspresi.”
Nathan nyikut Hans. “Tapi di balik gunung es ada pemandangan indah loh.”
Mayra langsung melempar tatapan mematikan. “Nathan,kau diam.!”
Hans menahan tawa.“Ya udah-ya udah. Tapi serius,Mayra. Cowok kayak gitu biasanya punya alasan. Dan… biasanya cuma bereaksi sama orang tertentu.”
Mayra terhenti sebentar.Tapi kemudian dia geleng cepat-cepat.“Nope. Jangan mulai. Axel itu tetap saja dingin. End of discussion.”
Tapi Nathan dan Hans saling pandang, senyum knowing.Karena mereka sudah lama kenal Mayra…
Dan cara Mayra ngomong “dingin” itu, malah terdengar seperti “menarik”.
***
Zen yang niatnya cuma ingin melupakan sejenak ingatanya tentang Mayra,dia sengaja duduk di cafe.
"Cewek itu,bikin aku merasa aneh seharian".
"Duduk di keramaian mungkin bisa buat aku lebih rileks". Namun tanpa sengaja,matanya menatap ke sekeliling.
"Bahkan di tempat ini aku juga lihat dia,dia ada di mana-mana".Zen kira bayangan Mayra tadi adalah halusinasi nya.
"Tapi,tunggu.Itu beneran dia?" Zen menatap berulang.
Mengucek matanya,memastikan bahwa itu benar-benar Mayra.Dan benar..."Itu adalah Mayra".
Zen yang terbiasa berani menghadapi apapun.Serta merta berdiri,berjalan menghampiri di mana Mayra dan teman-temannya duduk.
Tiba-tiba saja dia sudah duduk di meja mereka.
"Hai,cewek bersinar" Kepercayaan diri Zen selalu 100%.
'Bukankah kalau aku bersikap begini,artinya aku cowok jantan.Semua cewek pasti suka cowok jantan' Ujarnya dalam hati.
Nathan yang merasa aneh dengan tingkah cowok nggak di kenal itu, langsung mengernyitkan dahi. Menunggu reaksi Mayra.
"Heh,kau ngapain ada di sini? Kau ngikutin aku?"
'Fix berarti,cowok ini sengaja mau godain Mayra.Kurang Ajar!, berani-beraninya!' Nathan mulai emosi.Ia mengepalkan tinju,sebentar saja melayang mendarat di bibir Zen.
"BUG!!"
Zen terjengkang dari kursi. Nathan dan Hans berdiri bersamaan.Bersiap jika Zen melakukan serangan balasan.
Mayra ikut berdiri,menatap tajam pada Zen.Tapi bagi Zen,tatapan Mayra bagai tatapan penuh bintang-bintang. Mayra tampak lebih bersinar.
Zen mengelap sudut bibirnya yang tadi terkena pukulan Nathan.Ia tidak membalas,hanya berdiri sambil tersenyum "Cewek cantik,harus punya penjagaan,aku senang penjagamu benar-benar becus bekerja".
Nathan yang mendengar itu,mengumpat.Hendak menyerangnya sekali lagi.
"Bugg!"
Zen tersungkur lagi,pukulan Nathan kali ini bertambah dua kali lipat dari yang tadi.Tepat mengenai batang hidungnya.
Tapi tetap saja,Zen tidak melawan sama sekali. Seolah pukulan yang dia terima tidak berarti apa-apa. Tatapannya masih lekat pada sosok Mayra yang baginya masih memancarkan sinar.
Zen sangat terpukau pada kecantikan Mayra, membuatnya tak lagi merasakan apa-apa. Hanya hatinya saja yang semakin di tumbuhi bunga-bunga.
*
*
*
~Salam hangat dari Penulis🤍