NovelToon NovelToon
HUJAN DI REL KERETA

HUJAN DI REL KERETA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romantis
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Toekidjo

Hujan..
Semua pasti pernah mengalaminya..

Ada banyak cerita dibalik hujan, ada cerita bahagia dan tidak sedikit juga yang menggambarkan hujan sebagai cerita sedih..


Hujan..
Yang pasti adalah sesuatu yang menyebalkan..


Tapi arti sesungguhnya dari hujan adalah anugerah TUHAN


HUJAN DI REL KERETA ini adalah sebagian kecil cerita dari yang terjadi dibalik hujan..


Hujan yang awalnya membawa bahagia…
Tapi hujan juga yang merenggut kebahagiaan itu..

Akankah hujan mengembalikan kebahagiaan yang pernah direnggutnya?


Sebuah kisah sederhana, berlatar belakang di sebuah desa terpencil, dengan kehidupan pedesaan pada umumnya.


Semoga bisa menambah pengalaman membaca dan menemani waktu teman-teman semua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lorong Dibawah Rel Kereta

Didepan pintu lorong Johan dan Alfiah sudah menunggu

“Mau langsung nyebrang?” Tanya Johan

“Gas lah, nanti sampai diseberang kita parkir motor” jawab Eris

“Ok boss” sahut Johan kemudian langsung mengarahkan motornya memasuki lorong tersebut.

Lorong di bawah jembatan kereta api itu terbuat dari papan-papan kayu yang disusun rapi seperti jembatan gantung, yang membedakan adalah penopang jembatan gantung menggunakan sebuah tali sedangkan lorong ini memanfaatkan tiang jembatan.

Terlihat Johan sudah memacu motornya hampir ditengah lorong, sedangkan Eris belum mulai mengambil tindakan

“Apakah kamu takut?” Tanya Eris kearah Fatia yang sepertinya masih terdiam

“Iya, aku sedikit takut” jawab Fatia

“Apa sebaiknya kita kembali dan memutar” Eris bertanya lagi

“Emmmm… kita lanjut saja, kamu hati-hati bawa motornya ya” ucap Fatia penuh keraguan

“Tenang saja, kita akan baik-baik saja” ucap Eris meyakinkan

Perlahan dan dengan hati-hati Eris mulai melajukan motornya melintasi lorong jembatan tersebut.

Fatia memeluk dengan sangat erat pinggang Eris, matanya terpejam seakan tidak mampu melihatnya.

“Kita sudah mau sampai, apakah kamu akan tetap seperti ini saat bertemu dengan Alfiah dan Johan” tanya Eris

“Benarkah” jawab Fatia sembari menggeser posisi duduknya mundur kebelakang.

Sesampainya di ujung Eris memarkirkan motornya di samping motor Johan sudah sudah terparkir duluan.

“Gimana perasaannya setelah menyeberang” tanya Johan

“Aku sudah pernah kesini, jadi biasa aja” jawab Alfiah

“Kalau Fatia, aku yakin dia merem gak berani lihat” sahut Eris

“Hahahaha” semua tertawa

“Akhirnya, sampai di seberang juga” ucap Fatia sembari kedua telapak tangannya mengusap muka.

“Segitu aja takut” ledek Alfiah

“Wew” Fatia menjawabnya dengan ekspresi lucu sambil menjulurkan sedikit lidah

“Kali ini ayo kita ke lorong dengan berjalan kaki, pasti berbeda suasananya” ajak Eris bersemangat

Tanpa dikomando Johan dan Alfiah memasuki lorong jembatan setengah berlari

“Hei, tunggu aku” teriak Alfiah saat Johan sudah berlari duluan

Eris hanya tersenyum melihat tingkah kedua temannya itu. Kemudian Eris menoleh ke arah Fatia,

“Ayolah, ini adalah salah satu tempat yang aku janjikan tadi” bujuk Eris saat melihat ekspresi Fatia sedikit ragu

“Tapi..” belum sempat Fatia menyelesaikan kata-katanya, Eris sudah menggenggam tangannya kemudian perlahan menariknya memasuki lorong jembatan

Lorong jembatan yang sangat panjang, membuat ilusi mata seolah ujungnya mengecil menjadi sebuah titik.

Dikedua sisinya tiang-tiang raksasa berjajar rapi seolah menjadi dinding jembatan.

Dibagian atas balok bantalan rel tertata sejajar bagai atap lorong sejauh mata memandang.

Dari atas jembatan terlihat badan sungai selebar dua puluh meter, air mengalir diantara celah batu-batu besar.

Aliran sungai mengalir sampai jauh, berbelok-belok seolah membelah daratan.

Sawah yang menghijau, padang ilalang dan rerumputan seolah menari tertiup angin yang berhembus kencang, bukit-bukit yang terlihat tampak kecil dari kejauhan. Semakin sempurna dengan sinar matahari berwarna jingga di ufuk barat.

Bak di negeri dongeng dalam film-film fantasi Disney

“Bukalah matamu, sampai kapan akan tetap terpejam” ucap Eris saat melihat Fatia yang masih memejamkan mata

“Percayalah, aku tidak membohongimu” ucapan Eris kembali mencoba meyakinkan Fatia.

Kemudian melepaskan genggamannya, mengarah tangan Fatia untuk berpegangan pada railing jembatan

Angin berhembus pelan terkadang sedikit kencang, hembusannya menerpa wajah Fatia yang sedari tadi masih memejamkan mata.

Membuat rambutnya berkibar tak beraturan. Seolah menggambarkan perasaan yang dia rasakan sekarang antara takut dan penasaran.

Dengan sedikit keberanian Fatia mencoba membuka mata, dan perlahan matanya terbuka…

“A…. Ini….” Fatia tidak mampu berkata-kata, mulutnya terasa kaku, dan lidah nya seolah menempel dilangit-langit mulutnya. 

Dia tersenyum lebar, matanya berbinar-binar, tampak samar dikedua sudut matanya terlihat bulir air yang sebentar lagi akan bergulir.

“Ini sangat indah” Ucap Fatia dengan nafas berat dan suara terbata-bata

Fatia kembali memejamkan matanya, kemudian membuka matanya kembali.

Pemandangan yang sama tetap berada di hadapannya, seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu semua adalah nyata bukan mimpi.

Dengan perasaan haru bercampur bahagia Fatia mengarahkan pandanganya untuk menatap Eris yang berdiri tepat disampingnya.

Dalam hatinya berkata

“Bagaimana kamu melakukan ini semua, berapa lama kamu merencanakannya, apakah kamu seorang dewa? Karena yang kamu lakukan ini terlalu indah untuk menjadi rencana manusia"

"Jika tujuanmu adalah mengetuk pintu hatiku, maka kamu berhasil. Bahkan bukan hanya berhasil mengetuk, saat ini pintu hatiku terbuka lebar untukmu. Kapanpun kamu menginginkan masuk, semua tempat dihatiku adalah untukmu”

Tanpa sadar air mata yang sedari tadi terselip disudut mata tertahan, mengalir sudah lepas meleleh membasahi sudut pipi Fatia yang kini wajahnya saling bertatap muka dengan Eris. 

Kedua mata mereka saling tatap, belum ada ucap, belum ada gerak. Seolah jarum waktu berhenti berdetak.

“Maafkan aku, telah memaksamu sampai ke tempat ini” satu kalimat dari Eris yang menyadarkan semuanya

Fatia hanya menggelengkan kepala, tidak bisa berkata

“Aku akan membawamu kembali, jika perlu aku akan menggendong mu” Eris kembali berkata dengan lirih

“Bukan itu, bukan seperti itu” ucap Fatia

“Aku merasa sangat terharu. Sepanjang perjalanan hidup yang sudah aku lalui, baru Kali ini aku mengalami. Perasaan yang tidak bisa aku jelaskan” Fatia berkata lirih

Terdiam sejenak Eris mencoba mencerna keadaan, apa yang dia pikirkan sebenarnya salah.

Fatia tidak marah, tapi air mata, kemudian ekspesinya.. wait…

“Hadeh, begitu saja enggak paham. Dasar gak peka!!’ sebuah bisikan dalam pikiranya membuat Eris tercerahkan

“Jadi, kamu enggak marah?” Eris bertanya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal

Fatia memalingkan wajah dan mengusap kedua pipinya, mencoba menghapus jejak air mata yang Masih ada.

“Kamu ini..” ucap Fatia kemudian menghirup nafas panjang-panjang

“Tempat ini sangat indah, melampaui dari apa yang bisa aku bayangkan” ucap Fatia

“Iya begitulah, tidak salahkan aku menempatkan tempat ini dalam daftar tempat-tempat indah” jawab Eris

“Benar, kamu tidak salah dan sepertinya aku juga harus mulai menulis daftar-daftar itu” sahut Fatia

Dari kejauhan Alfiah dan Johan juga terlihat tengah asik berbincang, sesekali terlihat mereka sama-sama tersenyum dan tertawa.

“Apa yang sedang mereka bicarakan ya?” tanya Eris sambil menunjuk ke arah yang dimaksudkan

“Entahlah, mereka pasti punya sesuatu untuk dibicarakan” jawab Fatia dengan tersenyum

“Mereka kelihatan cocok, apakah mungkin mereka akan jadian?” Tanya Eris

“Kamu ini,.. malah ngomongin orang. Kamu sendiri bagaimana?” Jawab Fatia dengan nada sedikit kesal

“E.. aku apa, eh gimana maksudnya?” Eris berkata terbata-bata sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal

Dalam benak Eris, “apakah tidak terlalu cepat mengungkapkannya sekarang? Baru dua hari bertemu, masak main tembak aja…”

Dalam pikiran Fatia “Uda dititik ini, tinggal ngomong doang apa susahnya. Masak cewek duluan yang nembak??”

Eris dan Fatia sama-sama terdiam beberapa saat, kemudian hampir bersamaan mereka bicara

“A…. “

“Kamu duluan yang ngomong” ucap Eris

“Kamu aja” jawab Fatia

“E.. aku.. e.. sebenarnya aku lupa apa yang ingin aku katakan” Eris berkata dengan gugup

“Kamu ini…!!” Fatia berkata dengan nada kesal sembari membalikan badanya membelakangi Eris kemudian melangkah seolah ingin pergi

“Tunggu, jangan pergi! Baiklah aku akan mengatakanya, beri aku sedikit waktu untuk sekedar menarik nafas dalam-dalam” ucap Eris

Fatia menghentikan langkahnya, dan berdiri terdiam.

Dalam hatinya diliputi rasa penasaran dan harap-harap cemas. 

“Semoga yang dia mau katakan adalah ungkapan perasaanya kepadaku. Toh pintu hatiku sudah terbuka untuk dia dan semua tempat yang ada dihatiku sudah aku relakan untuk dia. Kalau sampai bukan itu yang dia katakan, jangan harap ada hari besok buat masuk ke hatiku” Fatia dengan semangat berkobar berbicara didalam hati dengan dirinya sendiri.

1
Astarestya
/Sob/
Astarestya
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!