Athaya, seorang gadis mungil yang tinggal di pelosok desa. Berlari tunggang langgang kala ketahuan mencuri mangga tetangganya.
"Huuu dasar tua bangka pelit! Minta dikit aja gaboleh!" sungutnya sambil menatap jalanan yang ia tapaki tadi—menjauhi massa penduduk yang mengejarnya.
Athaya adalah gadis desa yang hidup sebatang kara di tengah masyarakat yang menganut budaya nepotisme.
Dimana, mereka lebih memikirkan kerabatnya, daripada orang susah yang ada di sekitarnya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Athaya untuk bertahan hidup.
Sampai akhirnya, ia mengalami hal di luar nalar saat masuk ke hutan. Ia masuk ke dalam portal misterius dan berakhir masuk ke dalam tubuh seorang selir yang sedang di siksa di tengah aula paviliun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mur Diyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku akan mempertahankannya, ibu.
Selesai mengobrol dengan kaisar. Elios dan Elise pun berjalan beriringan menuju istana timur.
Tampak Elise berdiri canggung di samping Elios. Merunduk sambil memilin jemarinya sepanjang perjalanan.
Elios menoleh merunduk, menatap Elise intens.
"Kalo dilihat-lihat, Elise cukup cantik." lirihnya dalam hati. Tanpa sadar menerbitkan senyum tipis.
Sementara Elise juga sama canggungnya. Ekor matanya sesekali melirik ke arah Elios.
Entah mengapa dilihat-lihat saat sedang diam begini, Elios cukup tampan di matanya. Tanpa sadar ia tersenyum tipis, namun langsung buru-buru ia buang mengingat apa yang sudah Elios lakukan selama ini padanya.
"Ekhmm, kamu...."
"ELIOSSSS!!"
Seruan dari arah depan mereka sontak mengangetkan mereka berdua. Terlihat ibu permaisuri alias ibu kandungnya berdiri dengan Elana di sampingnya. Menatap Elios dan Elise tajam.
Satu alis Elise terangkat. Memindai mereka dari ujung kepala sampe ujung kaki. "Dilihat dari aksesoris-nya yang heboh, sepertinya ini permaisuri agung." batin Elise.
"Apa yang kamu lakukan dengan gadis udik itu?! Kalian berjalan bersama?! Apa ibu tidak salah lihat?!" pekik permaisuri agung penuh amarah.
Begitupun dengan Elana. Matanya mengembun kala melihat Elios berjalan akrab dengan Elise. Padahal dulunya Elios boro-boro berjalan di samping Elise. Menengok ke arahnya pun ia enggan.
Elios menghela nafas panjang. "Sepertinya bakal jadi drama yang panjang." lirihnya—berjalan mendekat ke arah ibu dan juga Elana. Sementara Elise masih diam di tempat, menatap mereka santai.
Elise menguap saking malasnya menunggu mereka bertiga adu mulut. Ia pun berjongkok sambil memilin-milin bunga di sampingnya guna mengusir rasa bosannya.
Ia menatap malas mereka bertiga sambil berpangku tangan. Mengupil sesekali karena bosan.
"astaga mereka kapan selesainya?" batinnya dongkol.
"Apa aku balik aja yah? Kabur lewat situ?" ucapnya sambil melirik jalan setapak lain di tengah taman.
Ia pun perlahan berdiri. Hendak melangkahkan kakinya untuk berbalik. Namun suara permaisuri menghentikan langkahnya.
"Mau kemana kamu?!" serunya, menatap tajam Elise yang bisa-bisanya main pergi saja seperti tak punya aturan.
Elise menghela nafas panjang. Lalu berbalik menatap mereka semua. "Mau pulang dong, ratu." ucapnya santai, seolah mengobrol dengan orang biasa saja.
Permaisuri sontak mendelik tajam. "Apa seperti itu Jendral Liang mengajarimu tata krama?!" pekiknya.
"Bu sudah, Elise tidak ada hubungannya dengan ini—"
"Kau membelanya, Elios?! Sejak kapan kau perduli dengan selir bodohmu itu?!" pekik permaisuri tak habis fikir.
Begitupun dengan Elana. Ia merasa terasingkan sekarang. Badan sebesar ini tapi Elios sama sekali tak meliriknya sedari tadi.
"Bagaimanapun juga dia selirku, ibu." ucap Elios masih menahan diri. Meski dalam hati ia sendiri pun sudah muak dengan tingkah ibunya yang terlalu ikut campur itu.
"Selir? Sekarang kau baru menganggapnya selir? Sejak kapan, Elios? Apa kamu tidak memikirkan perasaan Elana?! Dia istri kamu! Istri sah kamu, Elios!" bentak permaisuri.
Elana rasanya tak kuat lagi menahan air matanya. Ia meremat kuat ujung lengan Permaisuri. Membuat Permaisuri menoleh dan semakin iba padanya kala melihat bahu Elana bergetar mendengar ucapan tak masuk akal dari bibir Elios.
"Pokoknya ibu gamau tau, ceraikan dia sekarang!" serunya menggelegar.
Mungkin kemarin ia menerima pernikahan kedua putranya karena paksaan dari Kaisar. Namun melihat Elios mulai perhatian pada gadis itu, membuat permaisuri gelap mata dan ingin mengusirnya sekarang juga.
"Aku gabisa, ibu." ucap Elios serius.
Makin tercengang lah permaisuri dan juga Elana. Begitupun dengan Elise yang menganga saking tak habis fikir dengan jawaban Elios.
"Lah, udah senang-senang disuruh cerai dia malah gamau?! Otaknya kongslet apa gimana? Bukannya dia gasuka sama aku?!" batinnya tak habis fikir. Dongkol sendiri jadinya.
Elise ingin membuka suara. Namun melihat betapa panasnya perseteruan di depannya. Ia pun memilih urung dan diam, daripada harus terjerumus makin dalam ke dalam hubungan mereka.
"Apa kamu sadar dengan ucapanmu, Elios?! Fikirkan perasaan Elana! Fikirkan!!" bentak permaisuri semakin melengking.
Elios mengepalkan tangannya kuat. Rahangnya mengeras seiring dengan rasa kesal yang terus menghujami hatinya.
"Dulu mungkin aku tidak menyukainya. Namun sekarang, hatiku sendiri saja masih bimbang." lirihnya, semakin membuat Permaisuri dan Elana menganga mendengarnya.
"Ka-kamu mencintainya, Elios?" lirih Elana dengan suara gemetar. menatap nanar suaminya itu.
Rahang Elios mengeras. Ia diam tanpa merespon pertanyaan Elana. Membuat wanita itu tersenyum getir.
"Jadi benar yah?" Elana merunduk, meremat ujung dress miliknya kasar.
"Sumpah, ektingnya mengalahkan drama sinetron azab." celetuknya menatap mereka bertiga bak tontonan gratis sambil berpangku tangan. Menyelipkan batang rumput diantara hidung dan bibirnya. Menatap mereka malas.
Elana menatap benci Elise di ujung sana. "Sekarang kamu bisa santai, Elise. Tapi lihat saja, aku gabakal biarin kamu terus ada di istana ini!" geramnya dalam hati.
Elise semakin dongkol sekarang. Segala kegiatan mengusir bosan sudah ia lakukan. Dari yang metikin bunga, nyabutin rumput kecil samping jalan, berjongkok sambil berpangku tangan. Menatap ketiganya malas. Namun yang ada ia malah semakin kesal cuma menonton saja sedari tadi.
"Ratu, aku dah boleh pulang belom nih?! Bosan tau nonton kalian mulu dari tadi!" Seru Elise sebal.
Sang permaisuri yang mendengarnya justru semakin emosi sekarang. "Dasar tidak punya etika! Dimana letak sopan santun mu itu?! Seperti itu kamu berbicara denganku hah?!" pekiknya emosi—berjalan mendekati Elise.
Elios tentu saja menahan. Ia tau sifat ibunya lebih dari siapapun.
"Bu udah...gaada yang perlu dibahas lagi, aku tetap akan mempertahankan Elise apapun yang terjadi."
"ELIOSSS!!" Bukan Permaisuri, tapi Elise lah yang berteriak.
Elios menoleh, menatap Elise dengan dahi mengerut bingung.
"Aku maunya kita cerai!" pekiknya, membuat dada Elios membusung karena kesal.
Rahangnya mengeras, bibirnya mengatup rapat, menatap selirnya itu kesal.
Ia berjalan mendekat ke arah Elise. Lalu tanpa aba-aba menarik tubuh mungil itu hingga tak lagi menapakkan kakinya di tanah.
Elios langsung meraih tengkuk leher Elise, mendekatkan ke wajahnya sambil memiringkan kepalanya ke samping.
Hanya dalam hitungan detik. Bibir mereka menyatu dalam keheningan.
Jangan di tanya seberapa syok Permaisuri dan juga Elana sekarang.
Elana meremat ujung dress miliknya emosi. Lalu berbalik dan berlari menjauh dari situ.
"Elana! Ell....! Elios bodoh!" serunya, menatap iba Elana yang berlari sambil menangis itu, ikut pergi dari situ.
Mereka berdua pun meninggalkan Elios dan Elise yang saling beradu bibir di depan mereka.
Elise memejam sambil meronta minta di lepaskan. Namun bukannya melepaskan, Elios justru semakin memperdalam ciuman mereka.
"lepasimmhhh!!" teriak Elise berusaha memberontak. Mendorong pipi Elios dari wajahnya.
Namun tenaganya kalah telak. Dalam sekali sentakan, tubuh mungil Elise sudah bertengger di pinggangnya.
Namun tidak sampai situ saja. Elise sama sekali tak menyerah. Memberontak sekuat tenaga hingga membuat Elios kewalahan menanganinya.
Elios langsung membalikkan tubuh Elise hingga membentur dinding. Sukses membuat Elise kehilangan pertahanan diri. Elios benar-benar melakukannya terang-terangan di depan publik. Itu benar-benar membuat Elise malu setengah mati.
"Elios brengsek!!!" teriaknya dalam hati.