Pernikahan Emelia dengan Duke Gideon adalah sebuah transaksi dingin: cara ayah Emelia melunasi hutangnya yang besar kepada Adipati yang kuat dan dingin itu. Emelia, yang awalnya hanya dianggap sebagai jaminan bisu dan Nyonya Adipati yang mengurus rumah tangga, menemukan dunianya terbalik ketika Duke membawanya dalam perjalanan administrasi ke wilayah terpencil.
Di sana, kenyataan pahit menanti. Mereka terseret ke dalam jaringan korupsi, penggelapan pajak, dan rencana pemberontakan yang mengakar kuat. Dalam baku tembak dan intrik politik, Emelia menemukan keberanian yang tersembunyi, dan Duke Gideon dipaksa melihat istrinya bukan lagi sebagai "barang jaminan", melainkan sebagai rekan yang cerdas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penyusup dan emelia yang pintar
Pagi yang cerah ini emelia bangun dan membersihkan diri,
Ia mengenakan gaun berwarna pink soft yang sangat cantik.
" Hmm, ingin keluar saja lagian ini bukan di kastil pasti penjaga nya tidak banyak",
Kata emelia,
Emelia pergi ke luar dan dia berjalan jalan tanpa sepengetahuan penjaga dan Duke ,
Saat emelia melewati rumah kecil dia melihat beberapa orang laki-laki masuk ke situ dengan langkah yang mencurigakan, emelia pun mengintip nya
"Bagaimana ini tuan kita bisa dalam bahaya,
Duke itu sudah di kediaman nya di sini
Bagaimana kita menjelaskan kan uang uang yang hilang itu , tak mau aku kalau harus di penjara gara gara memakan uang pajak ini",
" Tenang kan dirimu , bagaimana kalau kita nanti malam menyelinap ke Diamanya kita bunuh saja ",
Emelia yang mendengar itu sangat geram.
Para penyusup itu, yang jumlahnya sekitar lima orang, masuk ke dalam rumah bangsawan dengan langkah mengendap-endap. Suasana sunyi mencekam memang membuat mereka lengah sejenak.
"Sepi sekali, apa mereka tidur?" bisik salah satu dari mereka.
"Mungkin saja. Ayo segera masuk sebelum ketahuan," jawab pemimpin kelompok itu, suaranya terdengar tegang.
Mereka mulai berpencar, memeriksa ruangan satu per satu, sampai akhirnya mereka mencapai ruang kerja tempat Duke Gideon biasanya berada. Di ruangan itu, lampu minyak masih menyala redup, seolah-olah pemiliknya baru saja meninggalkan tempat itu.
Di balik lemari pakaian besar di sudut ruangan, Duke dan Emelia bersembunyi. Emelia menggenggam tangan Duke erat-erat, tubuhnya sedikit gemetar.
"Tuan Duke, hati-hati ya, mereka sepertinya sangat licik," bisik Emelia, suaranya penuh kekhawatiran.
"Tenang saja, Emelia," balas Duke, suaranya tenang dan terkendali, meskipun matanya fokus pada celah kecil di pintu lemari.
Para penyusup masuk ke ruang kerja. "Kenapa tidak ada orang sama sekali?" tanya salah satu dari mereka, mulai curiga.
Tepat pada saat itu, dari balik bayangan dan pintu ruangan lain, para penjaga Duke yang sudah bersiap menembak. Baku tembak pun tak terhindarkan. Suara tembakan memecah keheningan malam.
"Kita dijebak!" teriak pemimpin kelompok itu panik.
Dua penyusup langsung tumbang. Tiga lainnya mencoba melawan, namun jumlah penjaga yang lebih banyak dan posisi yang menguntungkan membuat mereka terdesak. Dalam kepanikan, salah satu penyusup yang tersisa melihat lemari pakaian yang sedikit terbuka.
Dia berlari ke arah lemari, mendobrak pintunya, dan menemukan Duke serta Emelia di dalamnya. Dengan cepat, dia meraih Emelia, menjadikannya tameng hidup.
"Jangan mendekat! Kalau berani mendekat, wanita ini akan kutembak!" ancam pria itu, pistolnya menempel di pelipis Emelia yang malang.
Situasi menjadi tegang kembali. Para penjaga dan Duke berhenti bergerak. Emelia merasakan ketakutan luar biasa, tetapi dia juga melihat kilatan amarah dan kekhawatiran di mata Duke Gideon.
Pria itu, yang tangannya gemetar karena
panik, lengah sesaat. Emelia, yang didorong oleh insting dan keberanian, menggunakan kesempatan itu. Dengan cekatan, dia meraih pistol di tangan pria itu dan mengarahkannya menjauh dari kepalanya sendiri. Terdengar suara tembakan keras, dan peluru meleset ke dinding.
Di saat yang sama, Duke Gideon bergerak secepat kilat. Dia menerjang pria itu, melumpuhkannya dalam satu gerakan cepat dan rapi. Pria itu roboh ke lantai, tak sadarkan diri.
Emelia, masih shock dengan apa yang baru saja terjadi, terdiam di tempatnya. Duke segera menghampirinya, matanya menampakkan kelegaan yang mendalam.
"Kau baik-baik saja, Emelia?" tanya Duke, suaranya melembut, sambil memeriksa Emelia dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Emelia hanya bisa mengangguk, napasnya tersengal.
Pertempuran usai. Para penyusup yang tersisa berhasil ditangkap hidup-hidup. Ruangan itu kini dipenuhi asap mesiu dan ketegangan yang mereda. Duke memerintahkan penjaga untuk mengurus sisanya, lalu menoleh kembali ke Emelia.
Tanpa kata-kata, Duke Gideon memeluk Emelia erat. Itu adalah pelukan pertama yang nyata, bukan karena kecelakaan. Pelukan yang penuh rasa terima kasih dan... kehangatan yang tak terduga. Emelia, yang masih shock namun merasa aman dalam pelukan Duke, membalas pelukan itu perlahan.
Di malam yang penuh kekacauan itu, sebuah pemahaman baru tumbuh di antara mereka. Emelia telah membuktikan keberaniannya, dan Duke telah menunjukkan sisi lembutnya. Petualangan mereka di wilayah itu baru saja dimulai, dan sepertinya, ada lebih banyak rahasia tentang hati Duke yang harus dibongkar Emelia.