apa jadi nya semula hanya perjalan bisnis malah di gerebek paksa warga dan di nikahi dwngan ceo super galak???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fuji Jullystar07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 8
Langkah kaki berat terdengar dari depan rumah. Suara sepatunya menggema di teras yang sudah mulai dingin, menandakan malam akan segera turun. Pintu dibuka dengan satu dorongan pelan. Sosok pria berseragam dinas, dengan raut wajah lelah dan sedikit peluh di pelipis, masuk membawa aroma khas jalanan kota.
Namun, seketika itu juga, matanya menangkap sosok mungil di ruang tamu putri bungsunya.
““Tata?” suaranya terangkat, penuh kejutan sekaligus haru. “Ini anak gadis Ayah udah pulang! Wah, mana peluk dulu!”
Calista berdiri. Tangannya gemetar sedikit, tapi senyumnya tulus. Ia memeluk sang ayah erat, lama. Hangat tubuh lelaki itu masih sama seperti dulu, tempat yang selalu terasa aman.
“Kenalin yah, ini Arsenio calon suami Tata,” ucap Calista pelan suara nya sedikit gemetar
Ayahnya menoleh cepat ke arah Arsenio, matanya langsung tajam seolah mata nya bisa menembus kepala
“Calon suami? " Ulang nya " Kok mendadak banget? Kamu serius Tata?”
“Serius, Yah. Kami ke sini mau minta restu,” jawab Calista, berusaha tetap tenang walau hatinya berdebar.
Ayah Calista atau pak Lukman memandang mereka dalam diam. Sorot matanya menyipit, membaca gerak-gerik Arsenio dengan naluri seorang kepala keluarga yang sudah kenyang pengalaman.
" Udah berapa lama kalian pacaran "
Arsenio tersenyum tipis, lalu menjawab tanpa ragu, “Sekitar setahun, Pak.”
Calista menahan napas.
Satu tahun? Ia hampir menoleh ke Arsenio, tapi buru-buru menunduk dan mencubit jemarinya sendiri di bawah meja. Itu bagian dari kesepakatan. Ia tidak boleh mengacaukan cerita mereka.
Sementara itu, ayahnya hanya menatap. Lama. Terlalu lama.
“Kenapa Ayah baru dengar sekarang?”
“Kami belum sempat pulang, Pak. Sibuk kerja,” jawab Arsenio tenang.
Namun mata ayah Calista tak berpaling dari putrinya. “Tata... kamu yakin?”
Calista mengangguk. “Yakin, Yah.”
Lalu dengan suara lebih pelan, sang ayah bertanya, “Kamu hamil?”
Calista terkejut. “Nggak, Pak! Nggak sama sekali. Ini semua udah direncanain... cuma Tata belum siap ngomong. Takut bikin Ayah dan Mama khawatir.”
Arsenio menambahkan, “Kami akan menikah tiga hari lagi, Pak. Semua persiapan sudah selesai. Kami cuma ingin minta restu.”
Lagi-lagi, keheningan menggantung. Tapi kali ini terasa lebih berat. Seolah ada awan mendung yang baru saja menggumpal di ruang tamu kecil itu.
Ayahnya menghela napas panjang. Matanya masih belum benar benar percaya, tapi ia juga tahu putrinya sudah dewasa. Dan lelaki di depannya,entah mengapa, auranya terlalu tenang untuk dianggap polos, pasti ada yang di sembunyikan putrinya
Ayah Calista mendengus, menatap putrinya dengan serius. “Menikah itu bukan hal yang bisa dipermainkan. Ayah harap kamu nggak terlalu impulsif. Kalau kamu udah mantap, Ayah dan Mama pun hanya bisa setuju.”
“Arsenio, pekerjaan kamu apa?” tanya ayah, beralih menatap calon menantunya dengan penuh perhatian.
“Saya CEO di PT Sanjaya, Pak,” jawab Arsenio dengan penuh hormat.
Ayah Calista terdiam, berpikir. Mungkin itu bagus, Calista akan punya suami yang mapan. Tapi ada juga perasaan cemas, karena dia merasa ada jarak sosial yang cukup besar antara mereka. Ia nggak mau anaknya akan diabaikan oleh keluarga Arsenio.
" Aih ayah jangan terlalu menekan calon mantu kita " Pukul bu shinta berusaha mencairkan suasana suami nya itu selalu aja curiga berlebihan
" Ai mama ini teh buat masa depan anak kita juga " Pak lukman ayah calista berusaha membela diri
" Ayah kalau ayah galak gini anak kita bisa jadi perawan tua gak akan ada yang mau melamar ke sini "
" Sut ai mama ngomong teh kemana aja"
Arsenio dan calista saling tatap merasa lega.
Waktu berlalu begitu cepat, azan magrib pun terdengar. Mereka semua sholat.
Selesai solat " Ayo makan malam dulu, nanti di lanjut ngobrol nya " Ucap ibu langsung menyuh duduk bersama untuk makan malam.
Di meja makan, makanan khas Sunda yang disajikan terasa begitu hangat dan menggoda. Aroma masakan yang khas memenuhi udara, memanjakan indera penciuman. Nasi liwet yang pulen terletak di tengah meja, dikelilingi berbagai lauk yang bikin selera makan makin tinggi.
Ikan gurame bakar jadi hidangan utama, kulitnya kecokelatan sempurna, disajikan dengan sambal terasi yang pedas dan sedikit manis, Sayur asem yang segar dengan kuah bening yang asam dan sedikit pedas, ada kacang panjang, jagung muda, dan melinjo.
Dl, ada tempe mendoan yang renyah di luar, lembut di dalam, enak banget dicocol sambal kecap manis yang gurih.
Lalapan segar kemangi, timun, dan daun selada menambah keseimbangan rasa, apalagi sambal oncomnya yang pedas, bikin makan malam jadi lebih nikmat.
Setelah makan malam selesai, pak Lukman mengajak Arsenio untuk bermain catur di ruang tamu hanya ada mereka berdua.Arsenio duduk di samping menatap papan catur yang terbuka di depan mereka.
pak Lukman menyusun bidaknya dengan hati hati, kemudian melihat Arsenio, menilai pemuda itu dengan mata yang lebih serius.
Pak Lukman menatap Arsenio sejenak, kemudian mulai berbicara. “Kamu tahu, Arsenio... Tata itu keras kepala. Kadang, dia bisa terlalu pendiam, terlalu diam, sampai kita nggak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan. Dia punya masa lalu yang nggak banyak orang tahu. Waktu dia kecil, dia sering dibuli, nggak punya banyak teman, sering merasa sendirian. Itu nggak hilang begitu saja.”
Arsenio hanya mendengarkan dengan seksama.
Pak lukman terdiam sejenak dan kembali menceritakan “hal Itu bikin dia jadi rapuh. Dia pernah berpikir untuk mengakhiri semuanya,karna sudah tidak tahan lagi,terus datanglah seorang sahabat pena yang mengirimi surat hal itu yang bikin Tata bangkit lagi”
Arsenio menatap ayah Calista dengan serius. “ Sahabat pena yang babak maksud itu saya saya pernah satu sekolahan dengan Calista di SMP dan SMA tapi Calista gak kenal saya,saya harap bapak gak ngasih tau Calista biar Calista yang tau jawaban nya sendiri ”
Ayah Calista mengangguk pelan,rasa curiga dan tak suka menguap begitu saja.
" Panggil saya ayah mulai sekarang sekarang ayah merestui kalian, ayah minta nak arsen jaga calista,sayangi dan lindungi jika kamu menyakitinya kamu berurusan dengan saya“
" Baik ayah, tenang saja Calista bakalan bahagia bersama saya "
" Skakmat,selamat ayah kalah " Mereka pun tertawa bersama. Calista melihat ayah nya tertawa di balik gorden.
Andai saja pria yang sedang tertawa bersama Ayah adalah orang yang benar-benar ia cintai, bukan Arsenio, pria yang kini akan menjadi suami kontraknya.
Malam semakin larut. Arsenio masih terjaga, berguling ke kanan dan kiri. Ini mungkin malam paling tidak nyaman sepanjang hidupnya.
Kasur tipis dengan pegas kasar membuat punggungnya nyeri. Kipas angin kecil di pojok kamar hanya menggerakkan udara panas tanpa arti. Suara nyamuk berdengung di telinganya, dan lebih parah lagi ia jadi santapan empuk sepanjang malam.
Lalu, ngooorrrkkk... suara dengkuran Pak Lukman dari kamar sebelah terdengar jelas.
Arsenio menatap langit-langit kamar yang sempit. “Kamar mandiku bahkan lebih luas dari ini,” gumamnya. Ia menghela napas, duduk, dan akhirnya bangkit.
Langkahnya pelan menuruni tangga kayu yang berderit. Ia keluar ke teras, duduk di bangku reyot, lalu menyalakan ponselnya.
Tut... tut... tut... sambungan telepon tersambung.
“Hai anak nakal!” suara berat dan parau menjawab. “Kamu gak lihat jam? Ini udah hampir jam 12 malam! Kakek tua ini butuh tidur, tau!”
Arsenio tersenyum tipis.
“Kek, siapin obat jantung deh di samping tempat tidur.”
“Hah? Kamu ngeledek kakek ya? Dasar bocah kurang ajar. Udah, ngomong aja, jangan muter-muter!”