Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERNYATA AKU MENAFKAHI KELUARGA SUAMIKU
Mursyidah terpaku mematung melihat Gunadi suaminya menggendong seorang balita perempuan. Pria itu tampak sabar berusaha menenangkan bocah yang sedang menangis tersebut. Mursyidah meneguk ludahnya beberapa kali, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Dia hendak bersuara pun terasa sulit, tercekat. Berarti benar apa yang dikatakan oleh Amar ketika dipesantren bahwa ayahnya telah punya anak dari wanita lain.
Kepala Mursyidah terasa berdenyut saat terpikir kapan suaminya itu mulai mendua. Mursyidah memicingkan mata mencoba mengamati anak yang ada dalam gendongan suaminya. Dilihat dari perawakannya yang sudah agak besar Mursyidah mengira-ngira jika bocah perempuan itu berusia sekitar tiga atau empat tahun. Jadi sudah berapa lama suaminya itu menikah lagi? Apakah ketika dirinya belum bekerja suaminya itu sudah mulai berselingkuh? Dada Mursyidah semakin sakit dan berdenyut, air matanya keluar perlahan tanpa bisa dia cegah. Meskipun kemarin dia sudah puas menangis dan bertekad tidak akan menangis lagi, tapi kenyataannya saat ini dia kembali menangis. Mursyidah menangis tanpa suara.
Mursyidah menghapus air matanya. Dia tidak boleh menangis, jangan sampai dia membuang air matanya sia-sia untuk lelaki brengsek yang bernama Gunadi yang sayangnya jadi suaminya dan pernah sangat dia cintai.
Mursyidah kembali menegakkan kepalanya. Kali ini ia mengamati wanita yang berdiri di samping Gunadi. Mursyidah tidak mengenali wanita itu dan make tebal yang menutupi wajah wanita itu membuat Mursyidah kesulitan menebak umurnya. Mursyidah akui wanita itu berpenampilan modern dengan alis mata yang diukir dan rambut yang dicat coklat keemasan, tapi untuk di kampung rasanya aneh saja. Norak! Mursyidah tersenyum kecil dengan sudut bibir terangkat sedikit.
"Celia kenapa Gun?!" terdengar teriakan seorang wanita yang keluar dari rumah sebelah. Dia adalah Rukmini, ibu Gunadi alias ibu mertua Mursyidah. Wanita itu berjalan mendekat dengan wajah yang terlihat khawatir. Mursyidah mengetatkan rahangnya saat melihat ibu mertuanya itu. Wanita itu selalu ketus dan tidak pernah ramah pada Mursyidah, tapi lihatlah sekarang betapa manisnya senyumnya pada si rambut pirang. Jelas sekali jika dia merestui pernikahan anaknya, atau jangan-jangan atas suruhannya dan si rambut pirang adalah menantu pilihannya.
"Kenapa Ti? Celia sakit lagi?"
Mursyidah menajamkan pendengarannya. Meskipun dia tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Rukmini, tapi tampak sekali jika dia khawatir. Wanita tua itu memegang kening cucunya yang masih menangis dalam gendongan Gunadi, kemudian mengambil alih menggendong bocah perempuan tersebut. Rukmini memberikan sesuatu dari genggamannya, bocah perempuan itu terdiam dan mengambil pemberian Rukmini.
Gunadi berpamitan pada Rukmini ibunya dan tentu
Saja si rambut pirang istri barunya. Setelah mencium punggung tangan Rukmini, Gunadi merangkul si pirang dan membelai mesra lengan istrinya itu kemudian mencium keningnya. Air mata Mursyidah kembali menetes menyaksikan semua itu, walaupun kemarin dia berjanji akan kuat. Kenyataannya dia tidak sekuat itu. Hatinya sakit dan juga ada rasa cemburu di sana. Dia tidak pernah diperlakukan seperti itu. Suaminya itu bersikap mesra padanya hanya tiga bulan pertama diawal pernikahan mereka, setelah itu suaminya itu lebih banyak cuek atau terkadang memarahinya jika ada laporan dari Rukmini sang ibu yang selalu tidak suka dengan Mursyidah.
Gunadi berjalan menuju sudut halaman rumah.
Mursyidah baru menyadarinya, ternyata ada dua motor terparkir di sana. Sebuah motor Nmax keluaran terbaru dan juga Scoopy merah muda yang tampak masih mengkilat. Gunadi menuntun motornya keluar halaman rumah. Saat sudah di tepi jalan pria itu berhenti karena ibunya memanggilnya. Gunadi berdiri persis di samping mobil yang di tumpangi Mursyidah hingga wanita itu memundurkan kepalanya agak ke belakang karena kaca mobil yang setengah terbuka.
"Ada apa bu!"
Gunadi membalikkan badan menghadap Rukmini dan si pirang. Pria itu sama sekali tidak melihat pada mobil yang ada di dekatnya.
"Kapan ibu mau dikasih uang? Uang ibu udah abis, ibu mau belanja dan juga ada arisan yang harus dibayar!"
"Aku juga mas! Aku udah janji sama ibu mau pergi ke
Mall di kota!"
Si pirang ikut menimpali sambil mengangkat dagunya dan mengerling pada Rukmini.
"Iya Gun. Bulan ini istrimu yang jadi tuan rumah arisan ibu-ibu di sini. Jangan malu-maluin ibumu ini jika nanti suguhannya hanya seadanya saja!"
"Nantilah bu, sekarang aku belum punya uang," jawab Gunadi. Pria itu mengalihkan pandangannya kembali pada motornya, sekilas dia melihat pada mobil yang terparkir di dekatnya.
"Gun! Memangnya si Mursyidah belum mengirimi kamu uang? Ini udah lebih tiga bulan loh! Kamu kok nggak telpon dia!" Kembali Rukmini berteriak.
"Belum bu. Nantilah aku telepon dia!"
"Nanti kalau dia udah mengirim uangnya, buat ibu lebihin ya Gun soalnya ada yang mau ibu beli!"
"Aku juga mas! Ibuku kemarin minta dibayarin kreditannya!" timpal si pirang tidak mau kalah.
Mursyidah yang berada dalam mobil mengurut dadanya dan menghela napas beberapa kali. Ternyata selama ini uang yang dia kirimkan untuk menghidupi keluarga suaminya bahkan mertua pria itu pun menikmati hasil jerih payah Mursyidah berjuang di negeri orang. Mursyidah mengepalkan tangannya kuat-kuat saat mendengar langsung jika uang yang dia kirimkan hanya dihambur-hamburkan oleh suaminya untuk istri barunya dan juga ibunya. Dari tempatnya duduk Mursyidah dapat melihat wajah yang tanpa rasa bersalah dua perempuan yang sangat kompak itu. Mereka memang cocok jadi mertua dan menantu. Tidak dengan Mursyidah, mertuanya itu tidak pernah suka dengan apa pun yang dilakukan Mursyidah. Entahlah, mungkin karena Mursyidah bukan berasal dari keluarga kaya sesuai harapan Rukmini si ibu mertua. Mursyidah sekarang jadi penasaran siapa sebenarnya istri baru suaminya itu dan dari mana dia berasal.
"Gun, secepatnya minta si Mursyidah mengirimkan uang! Ibu nggak sabar mau belanja!"
Teriakan Rukmini kembali mengejutkan lamunan Mursyidah. Hatinya kembali sakit apalagi saat melihat Gunadi yang cepat menganggukkan permintaan ibunya itu. Mursyidah kembali mengepalkan tangannya semakin erat, amarah dan kekecewaannya membara seperti api yang siap meledak. Mata Mursyidah menyala tajam, rasa sakit karena pengkhianatan terlihat jelas di wajahnya. Setiap otot di tubuhnya tegang, seolah sedang menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. "Bagaimana bisa suaminya seegois dan setega itu?" pikir Mursyidah, mengingat bagaimana suaminya itu dengan mudahnya memberikan uang hasil jerih payahnya bekerja tanpa sedikit pun memikirkan masa depan mereka bersama.
Kepalan tangan Mursyidah yang kencang seakan berteriak, "Aku tidak akan tinggal diam!" Ada tekad kuat dibalik amarahnya untuk menghadapi suaminya dan menuntut pertanggungjawaban atas segala yang telah terjadi. Dalam keheningan, Mursyidah sedang mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi badai yang lebih besar. Dia secepatnya akan menggugat cerai tapi sebelumnya dia akan bermain-main dulu dengan istri lelaki itu, lelaki yang pernah bertahta di hatinya dan sangat dia cintai, teramat dalam.
Mursyidah terperanjat kaget saat Gunadi berjalan menuntun motornya ke depan mobil yang di tumpanginya. Pria itu mendekatkan wajahnya ke kaca bagian depan mobil membuat Mursyidah panik, dan dia semakin panik saat menyadari ternyata tidak ada pak Paiman di depan kemudi.
aku suka cerita halu yg realitis.