NovelToon NovelToon
REINKARNASI BERANDALAN

REINKARNASI BERANDALAN

Status: tamat
Genre:Kebangkitan pecundang / Action / Time Travel / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:250
Nilai: 5
Nama Author: andremnm

Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 7. pertukaran nyawa di pelabuhan...

Pintu rolling door Bengkel Sinar Harapan bergetar keras, memecah ketegangan yang mencekik.

Suara Wanita: "Arya! Buka! Ini aku! Maya!"

Dion bergerak cepat. Ia menggeser kunci dan mengangkat pintu rolling door hanya setinggi lutut. Maya merangkak masuk dengan panik.

GEDEBUG!

Dion segera menutup pintu itu kembali, menguncinya dengan gembok ganda.

Maya berdiri terengah-engah. Seragam sekolahnya robek, ada goresan di wajahnya, dan kakinya penuh lumpur hutan. Ia langsung melihat Arya yang duduk di kursi, wajahnya pucat, lengannya diperban seadanya dengan kain lap yang berlumuran darah.

Maya: (Berlari ke Arya, suaranya tercekat) "Arya! Apa yang terjadi padamu?! Kamu terluka parah!"

Arya: (Mencengkeram tangan Maya, lega) "Aku baik-baik saja. Kamu lolos. Itu yang terpenting."

Maya: (Menangis, rasa takutnya berubah menjadi amarah) "Baik-baik saja?! Bargas ada di rumahku! Ayahku dipukuli! Kau membuat kekacauan besar! Kenapa kau meninggalkan 'Daftar Hitam' di sini?! Mereka pasti mencarinya di seluruh kota!"

Arya: "Tepat sekali. Mereka akan mencarinya. Tapi aku sudah menghubungi Komandan Jaya."

Maya dan Dion menatap Arya dengan tatapan tidak percaya.

Dion: "Kau serius? Kau berani telepon dia?"

Arya: "Aku memberikan tawaran. Pertukaran. Nyawa kita untuk Daftar Hitam."

Maya: (Frustrasi) "Pertukaran?! Arya, kau mempertaruhkan nyawa kita untuk dokumen sialan yang bahkan tidak kita butuhkan!"

Arya: (Menarik napas dalam-dalam, menatap Maya dengan serius) "Aku yang membutuhkannya, Maya. Itu satu-satunya perisai kita. Begitu dokumen itu ada di tangan mereka, kita mati. Aku bilang padanya, kita bertemu di Jembatan Pelabuhan Lama saat matahari terbit. Aku akan menyerahkan Daftar Hitam, dan dia akan melepaskan kita."

Dion: "Dan kau percaya Naga Hitam akan menepati janji? Mereka akan mengambil buku itu dan membunuh kita!"

Arya: "Tentu saja tidak. Tapi aku akan membuat mereka berpikir aku melakukannya."

Arya menunjuk ke meja, di mana 'Daftar Hitam' yang basah dan berdarah tergeletak.

Arya: "Dion, aku butuh bantuanmu sekarang. Aku tidak bisa jalan. Aku butuh kamu pergi ke tempat sampah di belakang gudang. Cari kertas yang terbakar, kertas yang sudah hancur, dan lem."

Dion: "Kertas terbakar? Untuk apa?"

Arya: "Kita akan membuat salinan palsu. 'Daftar Hitam' ini terlalu berharga untuk diserahkan. Kita akan menyerahkan tiruan yang sempurna kepada Komandan Jaya."

Maya memegang wajah Arya, mencoba mencari kebohongan di matanya. Maya: "Kau mempertaruhkan segalanya untuk tipuan? Bagaimana jika mereka tahu itu palsu?"

Arya: "Mereka tidak akan tahu, sampai mereka membukanya di markas mereka. Aku akan menggunakan kertas dan debu yang sama. Aku sudah pernah melihatnya terbakar, Maya. Aku tahu bagaimana bau Daftar Hitam yang asli."

Dion, meskipun ragu, melihat percikan genius dan keputusasaan di mata Arya. Ia tahu ini adalah satu-satunya kesempatan mereka.

Dion: "Baik. Aku akan mencari bahan-bahan. Kau obati lukamu, Prajurit Waktu."

Arya mengangguk. Ia meraih kotak P3K, sementara Dion melesat keluar, membiarkan Arya dan Maya berdua di dalam keheningan bengkel.

Maya: (Duduk di samping Arya, membantunya membersihkan luka) "Kenapa kamu begitu yakin? Kenapa kamu begitu berbeda?"

Arya: (Menahan rasa sakit, menatap mata Maya) "Aku sudah melihat masa depan, Maya. Aku melihat api di gudang itu. Aku melihat apa yang terjadi padamu. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi lagi. Aku akan melakukan apa saja untukmu."

Maya: (Memegang erat perban darurat Arya) "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, tapi aku percaya padamu. Katakan apa yang harus kulakukan, Arya."

Arya: "Sambil Dion membuat tiruan, aku butuh kamu pergi ke mobilmu. Ambil semua uang tunai dan kartu ATM yang kamu punya. Kita akan melarikan diri dari Kota Cakra Manggala setelah pertukaran ini."

Maya telah pergi ke mobilnya, kembali membawa dompet tebal yang berisi uang tunai dan beberapa kartu. Sementara itu, Arya bersandar di kursi tua, membiarkan rasa sakitnya menjadi latar belakang, fokus pada rencananya.

Dion kembali, tangannya penuh dengan barang rongsokan. Ia membawa tumpukan koran lama yang menguning, beberapa lem kertas yang terkelupas, dan sebotol bubuk kopi bekas.

Dion: "Ini. Kertas koran ini sudah menguning dan rapuh. Aku juga bawa abu dari tempat pembakaran sampah. Bagaimana kita akan membuat 'Daftar Hitam' ini terlihat nyata?"

Arya mengambil 'Daftar Hitam' yang asli—buku bersampul kulit hitam yang kini ternoda darahnya.

Arya: "Kita harus menyalinnya. Cepat. Maya, kau tulis. Tulisanmu lebih rapi dan kecil. Dion, kau siapkan bahannya."

Maya: "Menulis apa? Aku tidak tahu isinya!"

Arya: "Kau tidak perlu tahu. Salin saja paragraf-paragraf awal di halaman pertama. Setelah itu, buat sisanya hanya berupa daftar nama dan angka acak. Cukup untuk membuat Komandan Jaya terkesan saat dia membukanya sebentar."

Dengan kondisi fisiknya yang terbatas, Arya merobek halaman-halaman awal Daftar Hitam yang asli. Maya segera mulai menyalin dengan tulisan tangan yang terburu-buru namun rapi ke atas kertas koran bekas yang sudah disiapkan Dion.

Arya: (Menginstruksikan Dion) "Dion, bubuk kopi. Campurkan sedikit oli bekas dan air. Buat adonan kental. Kita butuh lapisan penuaan yang sempurna."

Dion mencampur bubuk kopi, oli bekas, dan air. Baunya menyengat, tetapi warnanya sangat mirip dengan noda lama dan debu yang menempel di dokumen asli.

Arya: "Sekarang, kita buat sampulnya."

Arya mengambil kulit sampul buku bekas yang ia temukan di gudang Dion. Ia melumuri sampul itu dengan adonan kopi-oli, lalu menempelkan beberapa bubuk abu bekas.

Dion: "Sial. Ini terlihat sangat mirip dengan sampul aslinya, hanya saja yang ini tidak berdarah."

Arya: "Kita akan urus bagian itu nanti."

Di bawah cahaya lampu neon yang berkedip, Maya menyelesaikan salinan paragraf pertama dan sisanya ia isi dengan nama-nama fiktif perusahaan di Cakra Manggala dan angka-angka mata uang asing yang acak.

Maya: "Sudah selesai. Bagaimana sekarang?"

Arya: "Satukan dengan lem. Kemudian, kita 'bakar'."

Arya mengambil korek api. Ia membakar sedikit sudut-sudut kertas palsu itu, lalu segera memadamkannya dengan jari basah. Hasilnya adalah dokumen yang terlihat tua, terbakar di beberapa sudut, ternoda kopi, oli, dan abu.

Arya: "Sempurna. Sekarang, bagian yang penting."

Arya mengeluarkan pisau lipat kecil dari saku celananya. Ia membuat sayatan kecil di telapak tangannya. Darah segar menetes.

Maya: "Arya! Jangan!"

Arya: "Ini adalah sentuhan akhir. Komandan Jaya tahu buku aslinya sudah ternoda darahku. Kita harus membuatnya percaya bahwa ini adalah buku itu."

Arya mengoleskan darahnya ke sudut sampul buku palsu. Sekarang, 'Daftar Hitam' palsu itu tampak benar-benar otentik dan baru saja mengalami pengejaran berdarah.

Arya: "Selesai. Daftar Hitam Palsu siap."

Mereka bertiga melihat ke buku palsu itu. Mereka telah menciptakan senjata yang akan menentukan nasib mereka.

Dion: (Melihat jam dinding bengkel) "Pukul 05:00. Matahari terbit satu jam lagi. Kita harus bergerak ke Jembatan Pelabuhan Lama sekarang."

Arya mencoba berdiri. Rasa sakitnya luar biasa.

Arya: "Aku tidak bisa berjalan. Dion, kau yang harus mengendarai motor. Maya, kau akan membantuku berjalan."

Maya: "Bagaimana dengan Daftar Hitam yang asli? Kau tidak akan membawanya, kan?"

Arya meraih 'Daftar Hitam' yang asli dan memberikannya kepada Dion.

Arya: "Sembunyikan. Di tempat yang paling aman yang kau tahu. Jangan beritahu aku di mana. Jika pertukaran ini gagal dan mereka membunuhku, kau harus menyebarkannya ke pers. Kau harus menghancurkan Naga Hitam dari luar Kota Cakra Manggala."

Dion mengangguk, matanya menunjukkan tekad yang baru. Ia menyembunyikan buku asli itu di bawah lapisan ban tebal di gudang belakang.

Arya: "Ayo, kita pergi. Waktunya berhadapan dengan Naga Hitam."

Dion mengeluarkan motornya dari Bengkel Sinar Harapan. Di subuh yang dingin, ia mengemudi perlahan. Maya duduk di jok belakang, menahan Arya yang pincang dan terluka di antara dirinya dan Dion. Arya mendekap erat 'Daftar Hitam' palsu, senjata yang penuh risiko.

Maya: (Berbisik di telinga Arya, cemas) "Aku takut. Bagaimana jika mereka membawa sandera? Bagaimana jika Ayahku disana?"

Arya: "Kita harus berharap Komandan Jaya cukup pintar untuk tahu bahwa jika dia menyentuh Ayahmu, aku tidak akan pernah memberikannya buku ini. Ayahmu adalah sanderaku, bukan sandera dia."

Mereka tiba di Jembatan Pelabuhan Lama. Ini adalah tempat yang terpencil, menghubungkan area industri lama dengan pelabuhan mati di timur Kota Cakra Manggala. Matahari belum terbit, tetapi langit di timur sudah dihiasi semburat oranye dan ungu.

Dion menghentikan motor di awal jembatan.

"Aku tunggu di sini," bisik Dion. "Jika terjadi sesuatu, motor ini bisa membawamu lari lebih cepat dari mobil mereka."

Arya mengangguk. Dengan bantuan Maya, ia turun dari motor, setiap langkah terasa menyiksa.

Jembatan itu lengang. Di tengah jembatan, Arya melihat tiga siluet berdiri di samping mobil sedan hitam yang diparkir. Komandan Jaya, ditemani oleh dua pengawal tegap, salah satunya adalah Bargas si algojo yang mata dan wajahnya kini terlihat jelas.

Bargas menatap Arya dengan tatapan penuh kebencian dan janji kematian.

Komandan Jaya: (Berteriak, suaranya dingin dan menggema) "Kau terlambat, bocah! Datang ke sini sendiri! Gadis itu tunggu di mobil!"

Arya menyerahkan 'Daftar Hitam' palsu kepada Maya.

Arya: "Ambil buku ini. Kau berjalan ke arah mobil mereka. Aku akan berjalan ke arah mereka. Jangan berhenti. Lakukan persis seperti yang kukatakan."

Maya: (Air matanya menggenang) "Jangan mati, Arya."

Arya: "Aku tidak akan. Pergi!"

Arya dan Maya mulai berjalan ke arah berlawanan, menciptakan jarak di antara mereka. Sebuah pertukaran yang diperhitungkan.

Arya berjalan pincang menuju Komandan Jaya. Di sisi lain, Maya berjalan ke mobil hitam itu.

Komandan Jaya: "Berhenti di sana, bocah! Lempar buku itu ke tengah jembatan!"

Arya: "Buku ini adalah nyawa kami, Komandan. Aku akan memberikannya, asalkan Maya sudah aman di mobil Dion."

Komandan Jaya: (Menggeram) "Kau masih berani bernegosiasi?!"

Arya: "Aku berani, karena aku tahu kau lebih takut kehilangan buku ini daripada membunuhku. Aku akan hitung sampai tiga. Maya naik ke mobil dan kau lepaskan dia. Aku lempar buku itu."

Arya: "Satu."

Maya membuka pintu belakang mobil hitam itu. Di dalamnya, Ayah Maya duduk dengan wajah pucat dan ketakutan. Ayah Maya aman!

Arya: "Dua."

Maya melompat masuk ke mobil. Dion segera memacu motornya. Motor itu berputar cepat, melesat ke sisi jembatan tempat Arya berada.

Komandan Jaya: (Berteriak marah) "CUKUP! KAU SUDAH MENDAPATKAN GADISMU! SEKARANG, BERIKAN BUKUNYA!"

Arya: "Tiga."

Motor Dion berhenti tepat di samping Arya. Arya mengayunkan 'Daftar Hitam' palsu itu dan melemparkannya ke tengah jembatan.

Komandan Jaya dan Bargas, yang terlalu fokus pada buku itu, langsung berlari ke tengah jembatan.

Komandan Jaya: (Mencengkeram buku palsu itu) "Kalian selamat! Bargas, habisi bocah ini sekarang juga!"

Namun, saat Bargas berbalik untuk mengejar Arya, Arya sudah memaksakan diri naik ke motor.

Arya: "DION! GAS POL!"

Motor itu melesat menjauh.

Bargas mengeluarkan pistol dari balik jaketnya. Bargas: "KAU TIDAK AKAN LARI!"

DOR! DOR!

Dua tembakan memecah udara subuh di Pelabuhan Lama Kota Cakra Manggala. Peluru itu meleset tipis di samping kepala Arya.

Komandan Jaya: (Mengaum) "BERHENTI!"

Komandan Jaya, yang kini memegang buku palsu itu, melihat ke arah fajar. Waktu pertukaran sudah selesai. Ia tidak punya waktu untuk mengejar. Ia harus memeriksa Daftar Hitam yang dipegangnya.

1
Calliope
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
andremnm: makasih🙏🙏
total 1 replies
Deqku
Aku jatuh cinta dengan ceritamu, tolong update sekarang juga!
andremnm: makasih ya
total 1 replies
tae Yeon
Terlalu emosional, sampai menangis.
andremnm: makasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!