Di negeri Amarasana, tempat keajaiban kuno disembunyikan di balik kehidupan sederhana, Ghoki (17), seorang anak pemancing yatim piatu dari Lembah Seruni, hanya memiliki satu tujuan: mencari ikan untuk menghidupi neneknya.
Kehidupan Ghoki yang tenang dan miskin tiba-tiba berubah total ketika Langit Tinggi merobek dirinya. Sebuah benda asing jatuh tepat di hadapannya: Aether-Kail, sebuah kail pancing yang terbuat dari cahaya bintang, memancarkan energi petir biru, dan ditenun dengan senar perak yang disebut Benang Takdir.
Ghoki segera mengetahui bahwa Aether-Kail bukanlah alat memancing biasa. Ia adalah salah satu dari Tujuh Alat Surgawi milik para Deva, dan kekuatannya mampu menarik Esensi murni dari segala sesuatu—mulai dari ikan yang bersembunyi di sungai, kayu bakar ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusup Nurhamid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tarikan Melawan Tanah
Ghoki tiba di Tebing Gahara tepat saat matahari terbit. Ia tidak pernah melihat pemandangan sepi sekaligus megah seperti ini. Tebing Gahara adalah dinding batu raksasa yang curam, membentang sejauh mata memandang, berwarna merah gelap dan diukir oleh angin laut selama ribuan tahun. Di bawahnya, ombak Lautan Barat membentur dengan suara gemuruh yang tiada henti. Udara di sini dingin, berbau garam dan batu.
Aether-Kail berdenyut semakin kuat. Visio-Sonar Ghoki kini tidak hanya merasakan kehidupan, tetapi juga merasakan Esensi Stabilitas dari Tebing itu sendiri. Itu adalah Esensi yang luar biasa berat, kuno, dan abadi.
Ghoki harus cepat. Ia mengikuti Benang Takdir kailnya yang mengarah ke celah sempit yang tersembunyi di antara dua tebing besar—sebuah gua yang menuju ke dalam perut Gahara.
Saat Ghoki mendekati celah itu, tanah di depannya bergetar hebat. Getaran itu lebih dari sekadar gempa. Itu adalah getaran yang disengaja.
Sebuah sosok raksasa muncul dari balik sudut tebing. Tingginya hampir dua kali lipat Ghoki, bahunya lebar dan ototnya terbuat dari batu yang keras. Ia mengenakan pelindung logam gelap yang tebal, dan wajahnya disembunyikan di balik helm besi yang mengerikan. Ini adalah Jenderal Gorok, Raksasa Besi, utusan Lord Varun yang disebutkan oleh Deva Limina.
Gorok berhenti. Matanya yang merah menyala menatap Ghoki dengan pandangan meremehkan. "Seorang anak pemancing? Varun mengirimku untuk mencari penyihir yang kuat, bukan sisa makanan desa." Suaranya serak dan berat, seolah batu bergesekan.
Gorok mengangkat tangan kirinya yang besar. Seketika, bebatuan di sekitar kaki Ghoki mulai retak. "Berikan padaku 'kail kecil' di tanganmu, anak nakal. Aku tidak punya waktu untuk bermain."
Ghoki meremas Aether-Kail. Ia kelelahan dari perjalanan maratonnya, dan Gorok adalah lawan yang tidak masuk akal. Ini adalah pertarungan antara kehalusan Benang Takdir melawan kekuatan bumi yang mentah.
"Kail ini bukan milik Varun," kata Ghoki, suaranya terdengar lebih berani dari yang ia rasakan.
"Milik orang yang menemukannya," Gorok mendengus. Ia menghentakkan kakinya ke tanah, dan tiba-tiba, tiga pilar batu tajam mencuat dari tanah, mengarah lurus ke Ghoki.
Ghoki melompat mundur, hampir tidak terhindar. Ia tidak bisa melawan kekuatan batu ini secara langsung. Ia harus menggunakan kecerdasannya dan kail ajaibnya.
"Visio-Sonar, aktifkan!"
Ghoki melihat Gorok tidak hanya sebagai daging dan tulang, tetapi sebagai Esensi Kekuatan Fisik dan Keras Kepala yang terkonsentrasi, diikat oleh Esensi Bumi yang di panggilnya.
Ghoki mengayunkan Aether-Kail. Ia tidak mengincar Gorok, ia mengincar fondasi kekuatannya.
Aku memancing... Esensi Kepadatan dan Stabilitas dari batu di bawah kakinya.
Benang Takdir melesat ke tanah tempat Gorok berdiri. Tarikannya terasa seperti menarik bagian dari Tebing Gahara itu sendiri. Rasanya luar biasa berat, tetapi Ghoki mengerahkan semua sisa energinya, didorong oleh gambaran Lord Varun yang menggunakan artefak langit untuk menghancurkan Amarasana.
Tarik!
Tidak ada yang terjadi pada Gorok secara fisik, tetapi Jenderal itu mengerang. Ia merasa tiba-tiba menjadi lebih berat. Kakinya tenggelam sepergelangan kaki ke dalam batu cadas yang seharusnya tidak bisa digerakkan. Esensi Stabilitas yang ia butuhkan untuk berdiri tegak telah ditarik oleh Ghoki.
"Apa yang kau lakukan, bocah?!" raung Gorok, terkejut dengan rasa ketidakberdayaan yang tiba-tiba.
Ghoki terhuyung-huyung, kelelahan, tetapi ia tidak melepaskan kailnya. "Aku hanya... memancing Esensi Keras Kepala-mu!"
Sambil menarik, Ghoki mengayunkan kail ke celah gua dan memancing Esensi Keberadaan dari Aegis-Manta di dalamnya. Informasi yang ditarik sebelumnya mengarahkannya dengan tepat.
Aku memancing... Gada Perisai!
Benang Takdir melesat masuk ke dalam celah gua. Ghoki merasakan tarikan lain yang jauh lebih berat dari batu Gorok.
Di dalam gua, Aegis-Manta—sebuah tongkat gada dengan kepala perisai kecil di ujungnya, memancarkan aura emas yang tebal—mulai meluncur keluar, didorong oleh tarikan Benang Takdir.
Gorok menyadari niat Ghoki. "Tidak! Artefak itu milik Varun!"
Dengan upaya terakhir, Gorok memaksa dirinya keluar dari batu yang menahannya. Ia berlari ke arah Ghoki, tinjunya yang seukuran batu besar diangkat untuk menghancurkan anak itu.
Ghoki tahu ia tidak punya waktu untuk menarik Gada Perisai itu sepenuhnya.
Ia melepaskan tarikan Esensi Keras Kepala Gorok. Segera, Ghoki mengayunkan Aether-Kail ke udara dan memancing Esensi Kekuatan Sentrifugal dari angin laut yang berputar di antara tebing.
Tarik!
Angin di sekitar Ghoki tiba-tiba menguat menjadi pusaran yang kecil namun padat. Ia melemparkan dirinya ke samping tepat saat tinju Gorok menghantam tempat ia berdiri. Angin yang ditarik Ghoki tidak melukai Gorok, tetapi mendorong dan membuatnya limbung selama sepersekian detik.
Itu sudah cukup.
Gada Perisai, Aegis-Manta, meluncur keluar dari gua dan mendarat tepat di samping Ghoki. Ia langsung merasakan Esensi Perlindungan Absolut yang dipancarkannya.
Ghoki meraih Gada Perisai dengan tangan kirinya dan Aether-Kail dengan tangan kanannya.
Jenderal Gorok berbalik, wajahnya murka. "Kau tidak akan membawanya, bocah!"
Ghoki, yang kini memegang dua artefak dari langit, merasakan gelombang kekuatan baru mengalirinya—perpaduan Esensi Takdir dan Esensi Perlindungan.
Ghoki tidak menjawab. Ia hanya mengayunkan Aether-Kail ke arah tebing curam di sebelahnya.
Aku memancing... Esensi Kehampaan di atas air.
Benang Takdir melesat. Ghoki menarik Benang Takdir dan melompat dari tepi tebing. Ia tidak jatuh. Ia terbang! Esensi Kehampaan yang ia tarik membuat udara di bawahnya seolah-olah menjadi padat sesaat, memungkinkannya meluncur ke bawah tebing dengan kecepatan tinggi.
Ghoki menghilang ke bawah tebing, ke arah pantai tersembunyi, meninggalkan Gorok yang berteriak frustrasi.
Ghoki selamat dari Tebing Gahara, dan kini ia memiliki dua alat Deva. Tetapi ia menyadari satu hal: ia tidak bisa terus melarikan diri. Jika ia ingin menyelamatkan Amarasana, ia harus mencari keenam artefak lainnya dan mencari tahu bagaimana cara menghentikan Lord Varun.
Petualangan Ghoki baru saja dimulai, dan ia harus segera menemukan sekutu.