NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:622
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6. Lamaran

Bab 6. Lamaran

“Jadi kedatangan kita kesini ingin membahas apa yang sudah direncanakan Rama dan kedekatannya dengan Nara sebelum-sebelumnya.” Ucap laki-laki yang tadi katanya Kakak ipar Rama.

“Iya, jadi bagaimana Nak?” Tanya Ayah Nara dengan mata penuh binar harapan.

Terlihat Yozi mengkode Rama dengan anggukan kepalanya.

Meski ini bukan yang pertama bagi mereka, tapi sangat kentara sekali jika keduanya sama-sama gerogi.

“Jadi Pak, saya akan berniat baik untuk Nara dan menjadi pelindung juga untuk Aiden. Saya harap niat saya ini diterima baik oleh keluarga Nara, dan diterima juga dalam hidup Nara kedepannya.” Ujar Rama panjang, sambil membuka kotak perhiasan kecil berisi cincin yang begitu cantik permatanya.

Sontak Nara mengalihkan tatapannya pada Ayahnya meminta jawaban. Nara mungkin saja bisa menolak, tapi ia selalu memikirkan hati Ayahnya, sekalipun itu berat bagi Nara untuk memulai.

“Apa kamu berjanji untuk selalu melindungi putriku, memperlakukannya dengan baik dan terutama menganggap cucuku sebagaimana anakmu sendiri.” Balas Ayah Nara tegas, terasa hangat ketika Nara mendengar sebuah ucapan yang keluar dari mulut Ayahnya.

“Ini bukan untuk sementara tapi untuk selamanya, aku menitipkan hidup putri dan cucuku padamu. Tegur anakku jika ia salah tapi jangan sampai ada kekerasan dan bantu dia agar merubah sifat buruknya jadi lebih baik.” Lanjut Ayah Nara lagi, dengan mimik muka yang semakin terlihat sedih.

Nara memperhatikan ekspresi Ayahnya yang tengah memberikan petuah pada Rama, meski Ayahnya nampak begitu egois, tapi mendengar ketegasan Ayahnya tadi hati Nara begitu tersentuh. Rasa haru dan sedih bercampur menjadi satu dalam benak Nara.

Nara tak pernah mendengar kata-kata manis semenjak Ayahnya menikah lagi, entah karna hasutan Ibu tirinya atau karna apa, Nara tak mengetahui. Yang jelas kali ini air mata Nara mendesak ingin segara keluar dari pelupuk mata cantik milik Nara.

“Ayo Nara ini pilihan mu.” Ayah Nara menyentuh pundak Nara, membangunkan Nara dari rasa sesak yang ada dalam hatinya.

Nara menoleh kearah Rama dan hanya memberikan respon anggukan tanda menyetujui.

Bayang-bayang akan wajah Ayahnya selalu berputar diotak Nara, bagaimana dengan inginnya ia menjodohkan dengan pilihannya lagi, bagaimana Ayahnya menunjukkan kepeduliannya yang selalu tertutup dengan keegoisannya.

“Ini mungkin bukan pilihanku, tapi semoga Ayah selalu mendoakanku kedepannya agar bersama pilihannya yang lebih baik.” Batin Nara menguatkan ia sendiri.

Kemudian Rama mengambil tangan kanan Nara dan memasukkan cincin dengan desain sederhana dengan permata yang indah sebagai hiasannya itu.

Begitu cincin tepat pada tempatnya, air mata yang Nara usahakan tak jatuh sejak tadi akhirnya mengaliri membasahi pipinya.

Ada perasaan yang sulit dijelaskan, ada rasa sedih yang begitu dalam, sedikit rasa bangga karna tak mengecewakan keinginan Ayahnya. Semua bercampur menjadi satu, hingga sepatah katapun tak mampu Nara ucapkan.

*

*

*

Banyak pembahasan dalam pertemuan dadakan tadi mulai dari dilamarnya Nara, menetukan tanggal pernikahan mereka, semua konsep pernikahan ya meskipun akan diadakannya pernikahan kecil-kecilan, yang hanya dihadiri keluarga masing-masing.

Nara merenung diteras rumahnya sambil menemani Aiden bermain, helaan nafasnya terdengar panjang, ada senyum tipis yang hampir tak nampak Nara tunjukkan, bagaikan beban berat tengah menghimpit dirinya.

Meninggalkan hiruk pikuk semua pembahasan yang menurut Nara tinggal tunggu lalu jalani saja,

“Ini bukan sehari atau dua hari, tapi ini untuk selamanya. Bertemu saja baru dua kali, sekarang datang lagi langsung dilamar, pun mau menolak rasanya aku tak punya kuasa.” Hati Nara selalu berperang dengan isi kepalanya.

Jika ada Nata mungkin ada tempat untuk mengadu segala rasanya kali ini, “apa aku telfon Nata ya sekarang, tapi Nata jauh kalo jadi buru-buru kesini nanti ngga aman buat keadaan dia.” duduk Nara langsung tegap, tapi kembali bersandar pasrah bingung mau gimana.

“Kamu kenapa Ra?” Sela Rama disela pikiran Nara yang kemana-mana.

Saking asiknya Nara menyelami lamunan, hingga tanpa sadar jika Rama sudah duduk disebelahnya.

“Ehh.. Kenapa.. Ngga kenapa-napa.” Nara gelapan, sepertinya ketahuan tengah melamun.

“Kamu ngga setuju soal pernikahan kita kedepannya?” Tanya Rama seperti memastikan isi kepalanya.

“Te.. Terima kok, tapi.” Balas Nara ada sedikit keraguan.

Bagaimana tidak baru bertemu dua kali, yang ketiga dilamar dan yang keempat akan adanya pernikahan, pastinya Nara belum siap.

Belum tahu siapa keluarga Rama, bagaimana sifatnya jika Rama menikah dengan seorang janda anak satu.

Apa akan menerima cemoohan atau hinaan yang membuat Nara jadi stres dan berakhir bersedih-sedih lagi.

“Tapi?...” Tanya Rama begitu penasaran.

“Aku belum tau keluarga kamu, nanti gimana kalo misalkan disana..” Nara menggantungkan ucapannya, melihat reaksi Rama yang kini berada disampingnya.

Rama tak langsung menjawab yang menjadi keraguan dihati Nara, ia mengambil Aiden yang tengah bermain dibawah dibawanya kegendongannya. Lalu “keluargaku gak ada yang gigit, mereka semua sudah dewasa, termasuk kita.” Ucapnya menenangkan.

“Besok atau lusa aku akan menjemput kalian untuk datang kerumah ku, bertemu semua keluargaku, dan mengenalkan mereka juga.” Lanjutnya, menunjukkan senyum sederhananya.

“Jangan khawatir, meski nanti ada yang tak kamu sukai dari keluargaku, setelah menikah kita akan tinggal dirumah sendiri.” Tambahnya sedikit memberikan ketenangan dihati Nara.

Nara sudah cukup rasanya tinggal serumah dengan mertuanya, itu tidak ada rasa bahagianya, hanya dicela dan dicari kekurangannya setiap hari.

Nara menganggukkan kepalanya menjawab ucapan Rama yang panjang tadi, rasanya masih begitu canggung dengan orang baru yang dikenalinya.

*

*

*

Setelah semua berpamitan dan meninggalkan kediaman Nara, kini begitu nyaman saat tubuhnya yang lelah menyentuh kasur empuk dikamarnya.

Benar kata orang, tempat paling nyaman ketika berada dirumah adalah kamar kita sendiri. Dan kata itu terbukti adanya.

Tut… tut..

Nara melakukan panggilan kepada Nata, ia harus memberikan kabar yang menurutnya sangat penting ini.

“Halo Nata..” Ucap Nara begitu telepon bersambung.

“Iya kak. Aku sudah menunggumu menelepon ku, aku sudah mendengar kabarnya tadi dari Ayah. Besok aku dan Vania akan datang dan akan menginap disana beberapa hari.” Jelas Nata panjang lebar sebelum Nara menjelaskan apapun.

“Baiklah.” Balas Nara begitu simpel.

“Apa kakak tidak ingin banyak bercerita kepadaku?” Tanya Nata.

“Kurasa tidak, besok kalo kamu sudah sampai dirumah kita pergi jalan-jalan bersama Aiden dan Vania ya, kita habiskan banyak waktu.” Ucap Nara memiliki harapan.

“Pasti, sekarang Kakak istirahat ini sudah malam. Kemana Aiden?”

“Sudah tidur mungkin sangat capek, tadi kedatangan keluarga Rama, Aiden terus bermain dan sekarang sudah sangat lelap tidurnya.”

“Ya sudah, sampai ketemu besok.”

“Iya Nata.”

Berakhir panggilan yang berlangsung dihandphone Nara, Nara memperhatikan sejenak foto profil adiknya yang tertawa lepas bersama Vania istrinya. Ada rasa bahagia yang tercetak jelas diwajah Nara ketika melihatnya.

“Semoga Tuhan lekas memberimu anugrah yang paling kalian nanti-nantikan.” Ujar Nara setelah menyimpan handphonenya keatas nakas samping ranjangnya.

*

*

*

1
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!