"KALIAN BERBUAT TIDAK PANTAS DI SINI?"
Kesalahpahaman membuat status keduanya berubah.
Gaby berusia 17 tahun sementara Madava berusia 25 tahun merupakan bodyguard Gaby sendiri.
Keduanya di nikahkan oleh para warga karena kesalahpahaman.
"Kalian harus di nikahkan."
"A-apa, di nikahan?"
......
"Sudah aku bilang kan om, di antara kita tidak ada ikatan apapun atau setatus yang tidak jelas itu. Kejadian satu Minggu lalu lebih baik kita lupakan, dan anggap saja tidak terjadi apapun." Tegas Gaby dengan mata merah menahan amarah dan air mata.
...
Bagaimana Madava dan Gaby menjalankan pernikahan itu? Pernikahan yang tidak mereka inginkan, bahkan ditutupi dari orang tua mereka.
Madava sudah bertunangan sementara Gaby memiliki kekasih yang ternyata sepupu Madava.
.....
AYOOO!! ikuti cerita MY POSESIF BODYGUARD
jangan lupa like komen dan ikuti akun author ☺️
terimakasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tatatu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
...Like and komen!!...
...***...
Flashback.
"Saudara Madava Ricard binti Mahendra, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan keponakan saya Gaby Lovania Frederick binti Frederick Wijaya dengan mahar satu unit motor sport di bayar tunai!!"
Jantung Marvin berdetak kencang, satu tangannya terkepal kuat. Dengan sekali tarikan nafas, Marvin mengatakan ucapan ijab untuk menikahkan keponakannya.
Sungguh, Marvin tidak menyangka akan menjadi wali nikah sang keponakan.
Jantung Madava dan Gaby pun tidak kalah berdetak kencang, tubuh keduanya sama-sama gemetar. Madava akan mengucapkan kata-kata sakral, yang inginkan ia ucapkan hanya sekali dalam hidupnya untuk wanita yang ia cintai
Gaby tidak menyangka takdirnya seperti ini, menikah dengan bodyguard sendiri. Statusnya akan berubah drastis. Gaby tidak tau, apa setelah menikah kehidupannya juga akan berubah? Dan bagaimana dengan Daddy-nya jika mengetahui dirinya sudah menikah?
"Saya terima nikah dan kawinnya Gaby Lovania Frederick binti Frederick Wijaya dengan maskawin tersebut tunai!!" Ucap Madava dengan suara tegas.
Hati Gaby bergetar, dadanya sesak air mata semakin mengalir deras.
Pernikahan yang memang Gaby impikan di masa depan nanti, kini Gaby lakukan saat ini dengan pria yang tidak ia cintai.
Untuk mahar Madava gunakan motor sportnya, karena pria itu belum mengambil uang di bank dan hanya ada satu uang merah di dompet.
Madava pikir tidak mungkin memberi mahar hanya seratus ribu, ya walaupun pernikahan ini tidak mereka inginkan. Tapi Madava ingin memberikan mahar yang sedikit layak. Jadi pria itu menggunakan motor sportnya untuk menjadi mahar. Jangan salah harga motor itu lebih dari dua Miliar.
"Bagaimana para saksi sah?"
"SAH!!"
Dengan serempak warga mengatakan sah.
Kini Madava dan Gaby sudah sah menjadi suami istri. Pernikahan yang tidak mereka inginkan.
"Ternyata gadis itu putrinya tuan Frederick." Bisik-bisik para warga mulai terdengar kembali.
"Astaga, pantas saja saya seperti tidak asing melihat wajah gadis itu."
"Tuan Frederick salah satu orang terkaya di kota ini kan?."
"Ya, apa setelah ini kita akan mendapat masalah karena sudah menikahkan putrinya?"
"Bagaimanapun mereka yang salah sudah berzina."
Wajah pak RT terlihat cemas setelah mengetahui siapa Gaby dan Madava.
....
Marvin menatap Gaby dan Madava datar. Saat ini ketiga orang itu berada di sebuah restoran.
Marvin menghela nafas berat, mengusap wajah gusar. Madava dan Gaby sudah menjelaskan apa yang terjadi, mengapa mereka di paksa menikah oleh warga.
"Cepat atau lambat mas Frederick akan mengetahui status kalian" Ucapan Marvin.
Gaby meminta Marvin untuk tutup mulut, atau tidak memberitahu daddy-nya tentang pernikahannya ini.
Awalnya Marvin tidak setuju dengan ide gila keponakannya. Tapi Gaby terus memohon, dan akan memberitahu daddy-nya jika waktunya sudah tepat.
"Aku mohon sama om, jangan beritahu Daddy." Kembali Gaby memohon sambil mencekal tangan Marvin.
Pria itu menatap Gaby, menjulurkan tangannya mengelus lembut kepala ponakannya.
Marvin tidak bisa menolak permohonan sang keponakan.
"Baik lah!!"
Flashback off.
Mata Gaby berkaca-kaca, dadanya sesak seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas.
Menghela nafas berat, mengusap sudut matanya yang basah.
Menatap Madava tajam. Kenapa pria ini mengingatkannya akan kejadian satu Minggu lalu.
"Udah aku bilang kan om, di antara kita tidak ada ikatan apapun atau status yang tidak jelas itu. Kejadian satu Minggu lalu lebih baik lupakan dan anggap saja tidak terjadi apapun." Tegas Gaby.
Sungguh Gaby benci mengingat ijab kabul waktu itu.
Madava menghela nafas. Dirinya pun ingin melupakan kejadian itu, tapi apa lah daya, bukannya di lupakan tapi terus teringat di otak.
"Terserah nona. Saya hanya ingin menjalankan perintah tuan Frederick untuk menjaga Nona dan tuan bilang nona tidak boleh keluar rumah." Dengan wajah datar Madava berucap.
Sudah tidak ingin membahas status mereka lagi, Madava mengalihkan pembicaraan, lagi pula takut ada orang yang mendengar.
Gaby menggeleng cepat.
"Aku nggak butuh di jaga sama om, karena aku udah besar"
Gaby menekan kata besar memalingkan wajah. Moodnya kembali hancur gara-gara pria ini
"Sudah saya bilang, tuan Frederick melarang nona keluar rumah, jadi lebih baik nona di rumah saja"
"Issh. Om tau nggak?" Tanya Gaby dengan mata melotot menatap Madava.
Pria itu menaikan sebelah alis. Tentu saja Madava tidak tau karena Gaby belum memberitahu.
"Om sama Daddy itu MENYEBALKAN atur-atur aku teruss!!"
Ucap Gaby sambil menjulurkan kedua tangannya ke hadapan wajah Madava seperti ingin meremas wajah tampan suaminya.
Madava hanya mengedipkan matanya pelan melihat tingkah Gaby yang menurutnya random dan---sedikit lucu.
Tidak ingin mendengar ocehan Madava lagi, Gaby pun segera berjalan meninggalkan pria jangkung itu.
Sudah Gaby bilang kali ini tidak ingin membuat Dion kecewa, karena Dinner mereka yang terus gagal.
"Gue mau nikah tapi cuman sama Dion" grutuk Gaby di sela langkahnya.
Yang Gaby cintai itu Dion sepupu Madava, tapi kenapa takdir menikahkannya dengan Madava?
"Gadis itu---susah sekali diatur" Keluh Madava, mengusap wajah gusar.
Terkadang Madava juga kesal dengan sikap Gaby yang sulit di atur dan keras kepala tidak bisa.
"Kenapa tuhan memberi saya istri seperti itu?" Gumam Madava dengan wajah lemah seolah menyerah memiliki istri seperti Gaby.
Tiba-tiba pria itu terdiam seperti menyadari sesuatu, matanya sedikit memicing.
"Istri? Mungkin istri sementara?"
Entah lah, Madava tidak tau bagaimana kedepannya. Apa pernikahan mereka akan terus berlanjut atau berhenti di tengah jalan?
Gadis keras kepala dan susah di atur, bahkan usia mereka jauh berbeda. Madava yakin pernikahan ini akan berakhir, apa lagi Gaby selalu minta di ceraikan.
Dan Madava pun tidak masalah jika harus bercerai. Mungkin bukan sekarang karena Gaby bilang, jangan cerai sebelum lulus sekolah.
Aneh sekali bukan. Gaby tidak ingin menjadi janda selagi sekolah.
Sebenarnya Madava ingin menikah hanya sekali dalam hidupnya, tapi jika seperti ini apalah daya?
Dan jika Madava tetap mempertahankan pernikahannya, bagaimana dengan masa depan Gaby? Gadis itu memiliki cita-cita, perjalanannya masih panjang, bagaimana dengan sepupunya Dion yang merupakan kekasih Gaby?
Madava menghela nafas kasar, memikirkan itu semua membuat kepalanya pusing saja.
"Memakai dress sependek itu bisa membuatnya masuk angin dan juga bisa mengundang pria mata keranjang menatap tubuhnya"
Kembali mengingat penampilan Gaby yang begitu feminim. Ya, memang Gaby selalu seperti itu, sering sekali menggunakan gaun-gaun pas bodi di atas lutut.
Tidak mau di salahkan jika Nona-nya sampai sakit atau terjadi sesuatu, mengingat Frederick yang posesif dengan anak gadisnya.
Segera berjalan ingin mengejar Gaby.
Menuruni anak tangga dengan langkah cepat takut gadis itu sudah pergi.
Tring tring
Tiba-tiba ponselnya berdering. Madava merogok saku jas tanpa menghentikan langkah.
Keningnya mengerut saat melihat nomor tidak di kenal.
Karena penasaran dan takut hal penting, Madava pun menerima sambungan telpon itu.
"Halo" ucap Madava sambil terus berjalan matanya menatap datar ke depan.
[Hallo pak selamat malam] Sahut seseorang di sebrang sana.
Satu alis Madava terangkat, tidak mengenal suara itu.
"Ya" dengan singkat Madava menjawab.
[Maaf pak, kami dari pihak rumah sakit Mentari Wijaya ingin memberitahu bapak, jika tuan Frederick mengalami kecelakaan, kami mendapatkan nomor bapak dari ponsel beliau.]
Degh.
Langkah Madava langsung terhenti dan tubuhnya menegang seketika, jantungnya berdetak kencang.
Pria itu mematung di tempat dengan wajah terkejut, untuk beberapa saat Madava hanya diam berusaha mencerna ucapan orang di sebrang sana yang mengaku dari pihak rumah sakit Mentari Wijaya, rumah sakit milik Frederick dan Mentari adalah nama almarhum Istrinya.
[Hallo pak]
20 menit yang lalu Frederick menelponnya, masih baik-baik saja. Tapi sekarang tuannya mengalami kecelakaan? Kenapa bisa?
[Hallo pak? Apa bapak masih di sana?]
Madava menghela nafas berat.
"Apa benar yang kecelakaan itu Tuan Frederick Wijaya?" Kembali bertanya untuk memastikan, berharap itu bukan tuannya.
[Iya pak benar, beliau tuan Frederick Wijaya pemilik rumah sakit Mentari Wijaya, saat ini keadaannya kritis]
Jantung Madava semakin berdetak kencang, raut wajahnya berubah panik.
"Saya akan segera kesana, tolong berikan yang terbaik untuk tuan Frederick"
[Baik pak, kami akan memberikan yang terbaik]
Nut.
Madava mengakhiri sambungan telpon, dengan panik pria itu berjalan cepat.
Tidak bisa membayangkan bagaimana paniknya Gaby saat mengetahui Daddy-nya kecelakaan.
Viaa ....
Kalau setelah Di adalah kata kerja, maka disambung, ya, contohnya: dipanggil, dinikahkan, dan didengar.
Sedangkan kalau setelah Di adalah kata benda atau tempat, maka dipisah, contohnya: di meja, di sekolah dan di dapur.
Semangat! Semoga membantu🤗