Dok, Berikan Aku Obat Cintamu!

Ethan menatap ke luar kaca besar gedung. Pandangannya tertarik pada seorang penjual balon berwarna-warni di seberang jalan. Tanpa pikir panjang, anak kecil itu berlari keluar dari lobi untuk mengejarnya.

Namun tepat di saat bersamaan, Savira, tunangan Arvino, baru saja turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke gedung dengan langkah anggun namun angkuh. Dia tak sempat memperhatikan bocah kecil yang berlari ke arahnya, hingga tubuh kecil itu menabrak kakinya cukup keras.

Savira terhuyung dan mendesis kesal.

“Astaga! Anak siapa ini?!” serunya dengan nada tinggi, menarik perhatian semua orang di lobi.

Ethan mendongak dengan wajah panik, dia lalu membungkuk dan berkata,

“Maaf, Tante, aku nggak sengaja...”

Namun Savira tak memberi kesempatan untuk menjelaskan. Dia langsung menatap tajam, suaranya meninggi.

“Kau pikir tempat ini taman bermain? Ini area bisnis orang dewasa, bukan tempat anak kecil berkeliaran!”

Beberapa karyawan yang lewat segera menunduk, takut terlibat. Resepsionis yang mengenali Ethan segera maju dengan wajah gugup.

“Nona Savira, anak ini tamu penting perusahaan … dia datang bersama Dokter Zhao.”

Namun Savira hanya menatap dengan sinis.

“Tamu penting? Jangan bercanda. Siapa pun dia, harusnya diajari sopan santun sebelum masuk ke gedung besar seperti ini!”

Suasana lobi mendadak tegang. Beberapa karyawan saling berpandangan, tak percaya melihat tunangan sang CEO berteriak kepada anak kecil di tempat umum.

Sementara itu di ruang pertemuan di lantai enam gedung Prasetya Group terasa dingin dan sunyi. Kinara duduk dengan tenang di kursi tamu, menunggu seseorang datang. Namun baru beberapa menit berlalu, pintu ruangan terbuk dan langkah tegap seorang pria masuk. Begitu mata mereka saling bertemu, waktu seolah berhenti.

Tatapan pria itu tajam, sama seperti saat mereka bertemu di bandara. Hanya saja kini, sinar dingin di matanya lebih kuat, lebih menghakimi.

“Kau lagi?” ucap Arvino dengan nada menahan emosi. “Apa ini kebetulan, atau kau memang sengaja mengejarku sampai ke sini?”

Kinara menegakkan tubuhnya, berusaha menahan keterkejutannya.

“Aku tidak mengerti apa maksudmu, Tuan Arvino.”

Namun Arvino malah terkekeh pelan, nada suaranya sinis.

“Oh, tentu kau mengerti. Setelah hari itu, sekarang kau datang ke kantorku, membawa anak kecil, pura-pura tidak tahu apa-apa … Kau pikir aku tak bisa menebak maksudmu?”

“Sungguh ambisius, ingin menjadikan anak itu alasan untuk membuatku menikah dengan mu?"

Suara pria itu terdengar tajam, penuh penghinaan. Kinara mengepalkan tangannya kuat-kuat, wajahnya memerah antara marah dan tidak percaya.

“Tuan Arvino, jaga ucapan Anda. Saya datang ke sini atas undangan resmi dari perusahaan Anda, bukan untuk hal memalukan seperti yang Anda pikirkan!”

“Undangan resmi?” Arvino menyeringai kecil. “Lucu sekali, kau benar-benar pandai memutar keadaan.”

Kinara berdiri dari kursinya, matanya berkilat tajam.

“Tuan Arvino, saya tidak punya waktu untuk disudutkan oleh kesalahpahaman yang Anda ciptakan sendiri. Saya datang ke sini sebagai profesional, bukan sebagai wanita yang ingin mengejar Anda. Apalagi yang ingin Anda nikahi!"

Ketegangan di ruangan itu hampir bisa dirasakan di udara. Tepat saat nada mereka semakin meninggi, pintu kembali terbuka dan Zaki masuk dengan tergesa.

"Kau..."

“Tuan Arvino, maaf mengganggu ... Dokter Zhao sudah tiba.” Potong Zaki segera begitu masuk. Keduanya sontak menoleh. Arvino menarik napas kasar, berusaha menenangkan diri.

“Baik, suruh dia masuk. Dan tolong urus wanita ini keluar dari sini sebelum mempermalukan dirinya lebih jauh.”

Kinara menatapnya dengan mata berkilat, sementara Zaki tampak kebingungan. Dia baru saja menerima dokumen profil tamu yang bernama Dokter Zhao Mei Lin dan anaknya, Ethan Zhao. Namun ketika matanya menatap Kinara lebih lama darahnya seolah berhenti mengalir.

“Tu-Tuan Arvino…” katanya terbata. “Wanita ini … dia ... dia Dokter Zhao yang saya maksud.”

Ruangan itu membeku, Arvino menatap Zaki dengan dahi berkerut dalam, lalu kembali memandangi Kinara dari ujung kepala hingga kaki.

“Kau bercanda, kan?” ujarnya datar. “Bagaimana mungkin gadis sederhana seperti dia...” Arvino menghela napasnya berulang kali,

“adalah Dokter Zhao?” potong Zaki dengan nada yakin, menatap Arvino serius.

Kinara tidak berkata apa pun, dia hanya menatap balik dengan dingin, membiarkan kesadaran itu menghantam pria yang baru saja menuduhnya. Suasana hening itu pecah ketika telepon meja ruang itu berdering keras. Zaki segera mengangkatnya, dan suara panik resepsionis terdengar dari seberang.

“Pak Zaki, mohon maaf, Nona Savira baru saja menimbulkan keributan di lobi. Dia memarahi seorang anak kecil ... katanya anak itu menabraknya. Tapi, anak itu … anak itu putra dari Dokter Zhao.”

Zaki spontan memijit pelipisnya, wajahnya berubah pucat. Dia menatap Arvino cepat-cepat dan berbisik, “Tuan, tunangan Anda ada di bawah, Tuan … dan dia sedang memarahi anak Dokter Zhao.” Zaki melirik Kinara. Dalam sekejap, ekspresi Arvino berubah.

“Apa?!” serunya setengah tak percaya.

Tanpa pikir panjang, ia bergegas keluar ruangan, langkahnya berat dan cepat. Kinara yang sudah mendengar semuanya, langsung ikut menyusul di belakang, napasnya bergetar antara marah dan cemas.