" Aku akan membiayai sekolahmu sampai kamu lulus dan jadi sarjana. Tapi kamu harus mau menikah denganku. Dan mengasuh anak-anak ku. Bagaimana?
Aqila menggigit bibir bawahnya. Memikirkan tawaran yang akan diajukan kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai_va, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semua Sayang Qila
Pagi-pagi sekali Aqila sudah bangun dan akan beranjak dari tempat tidur, ketika Abizam menariknya lagi dalam pelukannya.
"Kak.."
"Mau ngapain??"
"Ya mau bangun dong. Udah siang ini."
Abizam melirik ke arah jam dinding yang jarum pendeknya menunjukkan angka empat.
"Masih pagi. Hari ini juga kamu jadwal kuliah siang kan??"
"Qila mau siapkan bekal buat Leon. Kan tiap hari juga gitu."
"Itu sebelum kamu hamil. Sesudah kamu hamil, kamu dilarang melakukan banyak hal tanpa seizin kakak."
"Jangan gitu. Selama adek bayi nya nggak rewel, dan Qila masih bisa melakukan aktivitas normal ya Qila akan melakukannya kak."
"Sayang..."
"Kak, Qila nggak mau yang Leon sampai berpikiran karena ada adik bayi Qila jadi nggak sayang sama dia. Apalagi dia sudah tahu kalau dia bukan anak kakak. Jadi jangan halangi Qila ya kak."
Abizam tertegun sejenak.
"Kak..."
"Hmmm??"
"Lepasin Qila ini."
"Ah iya."
Abizam pun melepaskan Aqila.
"Kakak tidur saja. Nanti ngantuk lo. Qila cuma bikin sarapan sama bekal aja kok."
Aqila mengikat rambutnya ke atas sehingga menampilkan leher jenjangnya. Aqila memperhatikan Abizam yang terus menatapnya.
"Kakak lihat apa???"
"Ah nggak."
"Kakak tidur lagi aja."
Aqila beranjak menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka sambil menggosok gigi. Saat keluar kamar dilihatnya Abizam yang masih membuka matanya.
"Kakak tidur lagi aja. Masih ada waktu dua jam. Nanti Qila bangunkan oke."
"Iya sayang."
Aqila pun keluar dari kamar dan menuju ke dapur yang sudah ada Bi Surti.
"Loh, non Qila kok sudah bangun??"
"Mau bikin bekal untuk Leon Bi."
"Biar bibi aja non. Non Qila kan lagi hamil."
"Nggak apa-apa. Kan dedek bayinya nggak rewel. Selagi Qila bisa, ya Qila yang akan siapkan bekal untuk Leon. Tapi tolong bantu Qila ya Bi."
"Siap Non. Non mau nyuruh apa??"
"Tolong rebuskan mie saja bi."
"Baik non."
"Bumbunya jangan dimasukkan ya bi."
"Baik non. Sama apa??"
"Potongkan sosis ya bi. Potong jadi dua aja."
"Baik non."
Aqila pun memperhatikan Bi Surti yang sedang menyiapkan mie dan sosisnya. Aqila membuka lemari es untuk mengambil puding yang baru di belinya. Aqila membuka puding cokelat itu dan kemudian menyendok ke dalam mulutnya. Seseorang memeluknya dari belakang.
"Katanya mau masak. Kok malah makan."
"Hahaha. Qila lupa coba pudingnya."
"Gimana?? Enak??"
"Nggak terlalu, Cokelatnya kurang kerasa. Jadi next nggak usah beli yang merk ini."
"Kakak coba."
Aqila menyuapkan puding kepada Abizam.
"Gimana??"
"Iya sih. Tapi not bad sebenarnya."
"Iya. Tapi kurang cokelat. Nanti deh Qila buatkan sendiri saja."
"Kamu lagi hamil lo. Jangan banyak melakukan kegiatan."
"Nggak kak. Kakak tenang aja."
"Qila..."
"Hmm?? Apa??"
"Kalau misalnya kamu cuti kuliah dulu gimana??"
"Hmm gimana kalau semester depan saja?? Ini kan udah jalan hampir tiga bulan. Kalau cuti sekarang jadi sayang kak."
"Tapi kamu nggak boleh kecapekan lo."
"Iya. Dengan adanya Desy, Galih, Agatha bahkan Amanda di kampus, Qila udah sangat aman sekali."
"Ingat tapi kalau ada sesuatu yang aneh dikit kamu harus kasih tahu Desy. Kamu kecapekan kasih tahu Desy. Sekali saja Qila drop atau kecapekan. Kakak akan ambil sikap tegas. Hari itu juga Qila harus stop kuliah. Paham??"
"Kakak..."
"Ini demi kesehatan kamu juga sayang. Maaf kakak harus tegas."
Abizam memeluk Aqila dan mengecup keningnya.
"Masih pagi tapi kalian sudah bermesraan di dapur."
Suara nenek Nurma seketika membuat Aqila menjauh dari Abizam.
"Nenek sudah bangun?? Nenek mau makan apa biar Qila buatkan."
"Ingat kamu lagi hamil. Jangan buatkan nenek apa-apa atau nenek nggak akan makan masakan kamu."
"Neneeekk..."
"Naah nenek setuju sama Abi kan??"
"Kali ini nenek berpihak sama Abi. Kamu lebih baik duduk saja."
"Iya ini Qila juga nggak ngapa-ngapain kok nek."
"Non Qila. Mie sama sosisnya sudah siap."
"Iya Bi. Biar Qila lanjutkan."
"Katanya nggak ngapa-ngapain??"
Abizam menatap Aqila dengan penuh selidik.
"Hahaha. Hanya buat mie sosis. Habis itu bibi yang goreng kok. Ya kan bi??"
"Siap non."
Aqila mulai melilitkan mie ke sosis. Lalu menyusunnya di atas piring.
"Yang sudah dililit digoreng saja Bi."
"Baik non."
"Jangan sampai kecokelatan ya."
"Iya non."
"Loh Qila sudah bangun?"
"Iya Ma."
Aqila tersenyum kecut. Pasti mama Abi akan menegurnya lagi seperti nenek dan Abizam.
"Kamu kan lagi hamil. Bekal Leon biar mama aja yang siapkan. Selama ini kan juga mama yang siap kan."
"Bukan begitu Ma. Qila hanya tidak ingin Leon berpikiran karena ada adek bayi, Qila jadi sibuk sama adik bayi. Jadi selama baby nya ini nggak rewel, Qila akan mengurus keperluan Leon sendiri."
Mama Abizam menatap sendu ke arah menantunya itu.
"Mama bertanya-tanya. Terbuat dari apa hati menantu mama ini."
"Dari berlian ma. Menantu mama ini memang yang terbaik kok."
Abizam memeluk Aqila dan menghadiahi kecupan di kening dan pipinya. Aqila pun terkekeh karenanya.
"Mamiiii.."
Leon menuruni anak tangga diikuti dengan Atlas di belakangnya.
"Eh anak mami sudah bangun."
Leon memeluk Aqila dan mengusap perut datar Aqila.
"Apa kabar adek bayi?? Ini kakak Leon."
"Kabar baik kakak Leon."
Aqila menirukan suara anak kecil saat menjawab Leon.
"Kok Leon sudah bangun."
Aqila melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul lima pagi.
"Tahu nggak mami kalau Leon habis mimpi buruk."
"Oh ya mimpi apa??"
"Leon mimpi dikejar-kejar hantu."
"Leon waktu mau tidur nggak berdoa??"
Nenek Nurma menatap ke arah Leon.
"Berdoa nenek buyut. Kalau tidurnya sama mami Qila pasti doa. Eh kalau nggak sama mami doa juga sih."
"Lalu kenapa kamu sampai mimpi buruk??"
Abizam mengangkat Leon ke dalam gendongannya.
"Ternyata Leon lupa kasih surat dari sekolah. Hehehe."
Leon melihat Abizam dengan perasaan serba salah. Lalu memberikan surat edaran dari sekolah kepada Aqila. Aqila pun membuka dan membacanya.
"Apa Qila??"
"Hahaha. Hari ini ada acara makan di sekolah. Jadi anak-anak tidak usah bawa bekal."
"Kamu ini. Mami sudah terlanjur bangun pagi untuk buatin bekal kamu."
Abizam mencubit hidung Leon.
"Maaf mami...Leon lupa."
"Hahaha. Nggak apa-apa sayang. Lauknya bisa dimakan buat nanti siang kok."
Aqila menenangkan Leon yang memasang tampang bersalahnya.
" Nggak bisa dibiarkan. Kamu harus dapat hukuman."
Aqila sedikit tersentak saat Abizam mengucapkan kalimat itu. Tetapi sedetik kemudian senyum mengembang di bibirnya. Abizam membawa Leon ke atas sofa dan menggelitiki perut Leon.
"Ampun..ampun..ampun papi..hahaha.. geli papi...hahaha.."
"Guk..guk...guk..."
"Tidak ada ampun buat kamu."
"Hahaha..ampun papi.. ampun papi hahaha."
"Guk.. guk.."
Atlas berlari-lari mengelilingi Leon dan Abizam di sofa.
"Masih pagi dan kalian sudah membuat keributan."
Papa Abizam masuk ke ruang tengah tempat semua anggota keluarganya berkumpul.
"Opaaa... tolongin Leon...hahaha...ampun papi.."
"Guk..guk.."
"Atlas sit!!!"
Atlas yang dari tadi berlari ke sana kemari akhirnya duduk setelah papa Abizam menyuruhnya duduk.
"Waahh sejak kapan Atlas bisa seperti itu Opa??"
"Hahaha. Opa yang ajarin dia waktu kamu ke sekolah. Atlas Up!!! Come here!!"
Atlas pun berdiri dan mendekati papa Abizam.
"Waaahh Atlas keren..."
"Bukan opa yang keren?? Opa yang ngajarin lo."
"Hahaha. Opa keren banget."
Leon masih takjub dengan ulah Atlas.
"Kakak mandi sama Leon sana. Biar Qila siapkan makan paginya."
"Sayaaangg.."
"Qila hanya mengarahkan bibi aja kok. Semua bibi yang nyiapin."
"Tenang tuan. Bibi juga pasti akan jaga non Qila kok."
"Oke Bi. Ayo Leon. Kita mandi sekarang!!!"
Abizam dan Leon naik ke kamar Leon untuk membersihkan diri. Sementara di dapur Aqila mengarah kan Bi Surti memasak. Setiap kali ia akan mulai melakukan aktivitasnya, Bi Surti melarangnya dengan keras.
"Bibi tenang aja. Nggak akan Qila bilangkan ke kak Abi kok."
"Bibi nggak takut sama Den Abi. Bibi hanya tidak mau terjadi sesuatu sama Non Qila. Non Qila itu baik hati banget. Udah jadi istrinya den Abi tapi nggak semena-mena sama bibi. Dulu non Vira belum jadi istrinya den Abi saja udah merintah sana sini. Apalagi kalau nyonya nggak ada di Indonesia. Bisa kerja rodi bibi."
"Kenapa???"
"Bibi di suruh masak yang banyak. Habis itu dibawa pulang sama non Vira. Bibi nggak berani bilang sama den Abi karena waktu itu bibi diancam. Apalagi posisi non Vira dekat dengan den Abi."
"Oh gitu."
"Iya. Kalau sama Non Qila beda. Non Qila masak apa saja selalu menyisihkan untuk bibi dan yang lainnya. Jadi kami tahu rasa masakan orang kaya seperti apa."
"Hahaha mana ada orang kaya makannya sayur asem, sop sama lalapan pete."
"Pokoknya non Qila beda deh."
Aqila tersenyum mendengar ucapan Bi Surti.
**************
"Jadi kamu hamil??"
"Iya. Masih empat minggu."
"Waahh keren."
Aqila terkekeh mendengar ucapan Agatha.
"Orang hamil kok keren."
"Ya iya. Usia kamu sama kayak aku. Tapi kamu udah main hamil aja."
"Ini bukan prestasi."
Aqila terkekeh karenanya.
"Kak Qila telepon dari tuan Abi."
Desy menyerahkan handphonenya kepada Aqila.
"Oh.. handphone ku mati. Maaf...maaf.. pinjam dulu ya Des."
"Iya kak."
Aqila berbicara singkat dengan Abizam tentang sekolah Leon.
"Wohoooo peliharaan om-om dan para pengawalnya lewat nih..."
Agatha dan Desy menatap tajam ke arah asal suara yang menyapa mereka.