Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gambar Pohon Kehidupan
Lumo benar-benar telah memasuki kondisi meditasi ringan. Di dalam air hangat yang dicampur dengan herba spiritual, esensi Petir Neraka yang biasanya berputar liar di Dantiannya kini merangkak pelan, seperti naga ganas yang sedang tidur, membersihkan sisa-sisa kotoran energi dari pertarungan dahsyat itu. Baginya, kehadiran Qiumei di sisi bak mandi tidak lebih penting daripada uap air yang melayang di udara. Pikirannya melayang jauh, mulai menyusun strategi untuk tugas besarnya, yaitu mencari Segel Kuno yang menekan Hukum Alam di negara ini.
Sebuah segel yang mampu membatasi seluruh benua kecil selama ribuan tahun pasti memiliki asal-usul yang tidak biasa. Itu mungkin adalah Formasi Kuno, jejak tangan seorang kultivator Transendensi yang terlupakan, atau bahkan kutukan purba dari ras yang telah lama punah. Lumo harus berhati-hati. Kekuatan yang mampu menyentuh Hukum Dao di tingkat Benua bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh, bahkan olehnya yang telah memurnikan Petir Neraka dan berdiri di puncak Nascent Soul akhir.
Qiumei di sisi lain, tidak pernah merasa sebingung ini. Setelah beberapa menit mencoba terlihat sibuk membasuh tubuh Lumo, membasuh rambut perak Lumo yang panjang dan halus hingga ke permukaan air, kegugupannya mencapai puncaknya. Jarak yang sangat dekat, ketelanjangan Lumo yang mendominasi pandangannya, dan aura maskulin yang terpancar dari setiap pori-porinya membuat Qiumei merasa sesak napas. Ia tidak bisa berkultivasi sebelumnya. Ia hanya memiliki konstitusi langka yang memberinya sensitivitas luar biasa terhadap Qi. Kehadiran Lumo, sosok yang memiliki Qi dunia bawah yang pekat, adalah racun dan madu bagi jiwanya.
Qiumei melihat betapa Lumo benar-benar mengabaikannya. Wajahnya yang damai, dengan alis sedikit berkerut karena konsentrasi meditasi, sama sekali tidak menunjukkan adanya nafsu atau ketertarikan pada tubuh indahnya yang nyaris terbuka. Ini adalah penghinaan yang lebih besar daripada sekadar ditolak. Ia merasa dirinya tidak menarik bagi kultivator luar biasa ini. Harga dirinya, yang telah ia buang demi memohon ampun, kini sedikit memberontak.
“Tuan Lu,” bisik Qiumei, mencoba membuat suaranya terdengar netral. Ia menggunakan kedua tangannya yang lembut untuk memijat bahu Lumo, sebuah tugas pelayan yang dia yakini bisa ia lakukan dengan baik. “Apakah... apakah tubuh Tuan Lu terasa lebih baik sekarang?”
Lumo mendengus pelan. Ia membuka matanya perlahan. Mata merahnya sedikit memudar karena relaksasi, kini tampak seperti rubi yang tenang di dasar danau. Ia tidak menoleh.
“Bagus,” jawab Lumo datar. “Formasi air di sini cukup bagus untuk lingkungan sekunder. Energi herba yang kau tambahkan juga membantu menenangkan pikiran. Kau tidak hanya cantik, tetapi juga cerdas. Itu adalah kombinasi yang jarang ditemui.”
Pujian ini, meskipun diucapkan tanpa emosi dan seringan angin, membuat Qiumei terkejut. Wajahnya kembali memerah, dan jantungnya berdetak kencang, kali ini bukan karena takut, melainkan karena rasa senang yang tersembunyi. Qiumei tidak menyangka Lumo akan mengakui usahanya sekecil itu.
“Terima kasih, Tuan Lu,” jawab Qiumei pelan, senyum tipis terbit di bibirnya. Ia melanjutkan pijatannya dengan sedikit lebih berani. Ia menggeser posisinya sedikit lebih dekat, membiarkan tubuhnya yang terbalut kain tipis itu hampir menyentuh punggung Lumo di dalam air, merasakan hangat yang memancar dari kulit pria itu.
“Tuan Lu,” tanya Qiumei lagi, kali ini dengan suara yang lebih ragu namun penuh harapan. “Bisakah Tuan Lu... mengajari hamba sedikit tentang kultivasi? Hamba... hamba memiliki Konstitusi Roh Kayu Tersembunyi, dan hamba merasa potensi hamba terbuang sia-sia sebagai selir.”
Lumo menutup matanya lagi. Ia merasakan sentuhan Qiumei di punggungnya. Pijatan itu tidak buruk, bahkan cukup menenangkan.
“Konstitusi Roh Kayu Tersembunyi,” ulang Lumo, nadanya sedikit berubah, menunjukkan minat yang lebih dalam namun tetap terkendali. “Bakat penyembuhan dan pendukung yang sangat baik. Cukup langka di dunia ini, terutama di tanah tandus seperti Gizo. Sayang sekali Kaisar Tubo tidak mengetahui nilainya dan hanya ingin menjadikanmu selir pemuas nafsunya.”
Qiumei merasa tersentuh hingga ke relung hatinya. Pengakuan Lumo terhadap bakatnya terasa lebih berharga daripada semua perhiasan emas dan gelar kebangsawanan yang pernah ia miliki.
“Aku bisa mengajarimu,” kata Lumo, suaranya tenang namun tegas. “Tetapi jalanku bukanlah jalan yang mudah. Aku tidak punya waktu untuk mengajarimu teknik dasar seperti guru biasa. Aku hanya bisa memberimu fondasi yang kuat, dan itu akan bergantung pada kemampuanmu untuk bertahan.”
Lumo membalikkan badannya di dalam air, kini wajahnya tepat menghadap Qiumei. Tangan Lumo terangkat, jari telunjuknya yang dingin dan basah menyentuh kening Qiumei.
“Aku akan menanamkan sebuah teknik penyembuhan yang sangat kuno di dalam jiwamu,” bisik Lumo. “Teknik ini berasal dari kultivator tingkat atas di Negara Daxia yang pernah kulihat dalam memori kuno. Jika kau bisa memahaminya, kau akan menjadi aset besar bagi Kekaisaran Yin. Jika kau gagal, jiwamu akan sedikit terluka.”
Qiumei tidak berkedip. Ia menatap mata Lumo yang kini bersinar dengan cahaya merah kebiruan yang dalam, seolah menatap ke dalam abyss. Aura dingin yang tiba-tiba mengalir dari ujung jari Lumo ke keningnya terasa menakutkan, namun pada saat yang sama, janji kekuatan dan nilai diri jauh lebih menggoda daripada rasa takut itu sendiri.
“Hamba tidak takut, Tuan Lu,” kata Qiumei dengan tekad bulat, matanya memancarkan keberanian yang jarang terlihat. “Hamba akan menerima apapun yang Tuan Lu berikan.”
Lumo mengangguk puas. Ia tidak menyia-nyiakan waktu. Dia mengerahkan sedikit Kesadaran Ilahinya, membungkus fragmen kecil dari Teknik Transformasi Kehidupan, sebuah teknik kuno yang ia pelajari dari reruntuhan di dunia bawah, dan mendorongnya langsung ke Laut Kesadaran Qiumei.
Teknik ini terlalu kompleks untuk tubuh fana Qiumei yang belum berkultivasi, tetapi Lumo hanya memberinya cetak biru dasar yang berkaitan dengan penggunaan energi kayu untuk regenerasi dan penyembuhan sel.
BOOOM!
Qiumei merasakan ledakan dahsyat di dalam kepalanya, seolah ribuan guntur meledak bersamaan. Jutaan simbol dan formula kuno yang mengandung kebijaksanaan Dao langsung menyerbu Laut Kesadarannya yang masih rapuh. Rasa sakit yang tajam menusuk jiwanya, merobek kenyamanan mentalnya. Matanya membelalak lebar, dan tubuhnya di dalam air bergetar hebat. Rasa sakit itu begitu nyata, seolah ada bilah tajam yang memutar otaknya secara perlahan.
Air mata otomatis mengalir deras dari mata Qiumei, bercampur dengan air bak yang hangat. Ia tidak menjerit karena tenggorokannya tercekat, namun ia menggigit bibirnya begitu keras hingga darah segar mulai menetes ke dagunya, jatuh ke dalam air bak mandi.
Lumo menarik tangannya perlahan. “Tahan. Ini adalah ujian pertama. Jika kau tidak bisa bertahan dari rasa sakit ini, maka Dao tidak ditakdirkan untukmu. Kultivasi adalah melawan langit, dan rasa sakit adalah teman perjalananmu.”
Qiumei berjuang mati-matian. Di dalam Laut Kesadarannya yang kacau, ia melihat simbol-simbol itu berputar liar menjadi pola yang lebih besar, perlahan membentuk bayangan pohon kehidupan raksasa yang memancarkan aura hijau lembut. Ia tahu ia harus fokus, ia harus memahaminya, menstabilkannya, atau jiwanya akan terkoyak menjadi kepingan tak berguna.
Lumo hanya mengawasi dengan tenang, wajahnya tanpa emosi seperti patung es. Rasa sakit itu akan membersihkan kotoran fana dari Laut Kesadaran Qiumei dan memperluasnya secara paksa, sehingga dia bisa mulai berkultivasi dengan fondasi yang jauh lebih luas dari kultivator biasa. Jika Qiumei bisa bertahan dan memahami teknik dasar ini, Lumo akan memberinya pil Core Formation yang tersisa dari cincin penyimpanan Tuan Utusan untuk membantunya melompat tahap.
Waktu berlalu dalam keheningan yang tegang di kamar mandi itu. Lima menit terasa seperti satu abad penyiksaan bagi Qiumei. Akhirnya, dengan raungan internal yang putus asa, Qiumei berhasil menstabilkan gambar pohon kehidupan itu di dalam jiwanya. Cahaya hijau menyelimuti kesadarannya. Rasa sakit itu mereda perlahan, digantikan oleh sensasi lelah yang luar biasa, seolah seluruh tenaganya disedot habis.
Qiumei ambruk, bersandar ke tepi bak mandi, napasnya tersengal-sengal. Kain putih tipis yang menutupi dadanya tersibak sedikit karena gerakannya yang tak terkendali, memperlihatkan sebagian besar dadanya yang putih dan penuh. Dia cepat-cepat menutupnya lagi dengan tangan gemetar, wajahnya memerah padam karena malu dan lelah.
Lumo yang melihat itu tersenyum tipis. Senyum itu sedingin salju di puncak gunung, tetapi memancarkan kepuasan yang mendalam. Bukan karena melihat tubuh Qiumei yang menggoda, tapi karena keberhasilan Qiumei menstabilkan gambar pohon kehidupan dalam waktu sesingkat itu.
“Bagus. Kau telah lulus ujian pertamaku, Qiumei. Aku tidak salah menilai bakatmu.”
Lumo menggerakkan tangannya, dan sebuah Pil Penguatan Roh berwarna biru muda muncul dari cincin penyimpanannya. Pil itu memancarkan aroma herbal yang kuat dan menyegarkan. Lumo memberikannya pada Qiumei.
“Minum ini. Pil ini akan menenangkan jiwamu yang terguncang dan membantumu menyerap cetak biru teknik itu sepenuhnya. Mulai sekarang, kau akan berkultivasi menggunakan teknik itu. Kau bisa mulai dengan menyerap Qi spiritual di Paviliun Senja Sunyi ini yang cukup padat.”
Qiumei menerima pil itu dengan tangan gemetar. Ia tahu, pil ini adalah pil spiritual yang sangat mahal, sesuatu yang tidak akan pernah ia sentuh selama menjadi selir Kaisar Tubo yang hanya dianggap pajangan. Dia menelan pil itu tanpa ragu. Begitu pil itu masuk, kehangatan yang lembut dan menenangkan menyebar dari perutnya, membersihkan sisa rasa sakit di jiwanya dan memberikan kejernihan pikiran yang baru.
“Terima kasih, Tuan Lu. Terima kasih,” bisik Qiumei. Kali ini, rasa terima kasihnya murni dan tulus, tanpa ada motif tersembunyi untuk merayu atau mencari perlindungan semata. Ia berterima kasih pada guru yang membukakan jalan.
“Tidak perlu berterima kasih,” kata Lumo, kembali menutup mata dan bersandar. “Ini adalah investasi. Kekaisaran Yin membutuhkan kultivator pendukung yang kuat di samping Qingwan. Dan kau harus ingat, pengabdianmu sepenuhnya untuk Kaisar Wanita Qingwan. Jika kau berkhianat, aku akan memastikan jiwamu tidak pernah bisa bereinkarnasi dan menderita di dalam api jiwaku selamanya.”
Ancaman itu diucapkan dengan nada tenang, namun mengandung kekuatan Hukum yang jauh lebih menakutkan daripada kemarahan langsung.
Qiumei gemetar, merasakan bobot sumpah itu. Ia mengangguk dengan serius. “Hamba mengerti, Tuan Lu. Hamba akan setia sampai mati.”
Lumo kembali tenggelam dalam meditasinya, membiarkan Qi mengalir tenang. Qiumei, setelah menenangkan dirinya dan merasakan efek pil, melanjutkan tugasnya. Ia membasuh Lumo lagi, kali ini dengan perasaan yang jauh berbeda. Rasa takutnya hilang, digantikan oleh rasa hormat yang mendalam dan keinginan tulus untuk melayani kultivator yang telah memberinya takdir baru. Ia membasuh rambut Lumo dengan lembut dan hati-hati, mengagumi keindahan sosok pria itu bukan hanya sebagai pria, tapi sebagai entitas yang kuat.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Qiumei bangkit dari air dengan hati-hati. “Tuan Lu, hamba akan menyiapkan pakaian dan tempat tidur.”
Lumo hanya menggumamkan persetujuan tanpa membuka mata.
Qiumei keluar dari bak, tubuhnya basah kuyup, kain tipis itu menempel ketat di kulitnya. Ia tidak mempedulikannya dan segera menuju lemari. Ia menemukan satu set jubah bersih berwarna abu-abu di lemari kayu cendana. Ia juga menyadari dengan sedikit keprihatinan bahwa Lumo tidak memiliki pakaian lain di Paviliun ini selain jubah perang yang ia kenakan tadi. Dengan tekad yang baru, Qiumei memutuskan sesuatu dalam hatinya.
Setelah beberapa saat, ia kembali ke kamar mandi membawa jubah itu. Lumo sudah berdiri di tengah ruangan. Tubuhnya sudah kering seketika oleh Qi spiritual yang diserapnya. Dan yang membuat darah Qiumei berdesir hebat, vitalitas di tengah paha Lumo berdiri tegak dan kokoh, seperti sebuah meriam perang yang mengarah angkuh ke dirinya. Ukuran dan kekuatannya tampak tidak wajar, memancarkan aura maskulinitas purba.
Qiumei menelan ludah, tenggorokannya kering. Entah mengapa ia merasa dorongan aneh untuk menyentuhnya, untuk merasakan kehangatan dan kekerasan itu. Tapi ia mengingatkan dirinya bahwa ia bukan wanita murahan, dan ia kini adalah seorang kultivator pemula. Jadi Qiumei menahan dirinya sekuat tenaga, wajahnya panas.
Kemudian Qiumei dengan berani melangkah maju, memegang jubah abu-abu itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Ia membantu Lumo mengenakan jubah, melingkarkan kain itu ke bahu Lumo yang lebar.
Saat Qiumei berlutut untuk mengikatkan sabuk di pinggang Lumo, wajahnya berada tepat di depan vitalitas Lumo yang masih tegak. Benda itu hampir menempel pipinya. Ia tersentak pelan dan bisa merasakan aroma manis maskulin yang menenangkan namun memabukkan menguar darinya. Jantungnya berpacu liar. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, ia memegangnya dengan lembut sejenak, merasakan denyut kehidupan di baliknya, menatapnya penuh kekaguman yang naif namun tulus, sebelum akhirnya menutupnya dengan kain jubah abu-abu itu.
Lumo membuka matanya saat itu juga. Ia menatap Qiumei yang masih berlutut di depannya, dan Qiumei mendongak, balas menatapnya dengan mata yang basah dan pipi merona.
“Qiumei,” panggil Lumo, suaranya pelan namun bergema di ruangan yang sunyi itu.
Qiumei tersentak, wajahnya semakin merah karena malu tertangkap basah.
“Y... Ya, Tuan Lu?”
“Aku perlu sepotong jubah hitam polos yang tebal. Warna abu-abu ini terlalu mencolok untukku, aku lebih suka menggunakan pakaian hitam, itu lebih cocok untuk Dao ku.”
Qiumei merasa sedikit kecewa karena momen intim yang intens itu langsung berakhir dan digantikan oleh perintah sederhana. Namun ia segera menunduk, menyembunyikan kekecewaannya.
“Hamba mengerti. Hamba akan segera menjahit satu jubah hitam polos untuk Tuan Lu besok pagi. Hamba juga akan segera membersihkan dan mengatur tempat tidur Tuan Lu. Setelah itu, hamba akan mulai berkultivasi sesuai petunjuk Tuan Lu.”
“Lakukan,” kata Lumo singkat. Ia kemudian berjalan keluar dari kamar mandi, langkahnya tenang dan mantap, menuju tempat tidur giok yang dingin di kamar utama.
Qiumei menghela napas panjang, mencoba menenangkan debaran jantungnya. Ia segera membereskan sisa air bak dan sisa herba dengan cekatan. Setelah itu ia pergi ke kamar utama. Dengan gerakan cepat dan efisien, ia membersihkan tempat tidur, mengganti sprei dan selimut lama dengan sutra emas yang baru dan bersih, serta menyalakan dupa penenang pikiran yang beraroma lembut di sudut ruangan.
Setelah semuanya selesai, Qiumei berdiri di ambang pintu kamar tidur, memandang hasil kerjanya. Lumo kemudian datang, jubah abu-abunya menyapu lantai. Ia langsung duduk bersila di atas tempat tidur giok, punggungnya tegak lurus, matanya terpejam, dan dalam sekejap ia sudah memasuki kondisi kultivasi yang dalam, mengabaikan dunia di sekitarnya.
Qiumei membungkuk dalam-dalam ke arah sosok itu, penuh hormat. Ia kemudian mundur perlahan, menutup pintu tanpa suara. Ia berjalan keluar dari Paviliun Senja Sunyi, menemukan sebuah ruangan kecil sederhana di samping paviliun itu yang biasanya digunakan untuk pelayan.
Ia masuk ke dalamnya, duduk bersila di atas lantai kayu yang keras. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, dan mulai merasakan energi Pohon Kehidupan di dalam Laut Kesadarannya yang baru saja dibuka. Tekadnya membara; ia akan menjadi kuat, agar layak berdiri di belakang sosok itu.
Malam itu, di dalam Paviliun Senja Sunyi yang tenang, di bawah cahaya rembulan yang menembus celah jendela, Lumo menyerap Qi spiritual alam dengan rakus. Ia membersihkan esensi Petir Neraka di Dantiannya, memadatkannya, menstabilkannya. Ia juga mulai melakukan proses yang sangat berbahaya namun penting: memadatkan kembali kultivasinya dari Nascent Soul akhir menjadi Nascent Soul awal. Ia ingin fondasinya sesolid berlian sebelum melangkah lebih jauh, karena ia tahu, jalan di depan akan jauh lebih kejam.
Sementara Qiumei, di ruangan kecil di sebelahnya, memulai langkah pertamanya di jalan kultivasi yang sunyi dan panjang, jalan yang telah dibuka paksa oleh kultivator berambut perak yang dingin dan acuh tak acuh itu.