Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 36 - Bukan Kamu
Mada terlihat semakin serius dan menunjukan kedekatannya dengan Rindu. Tidak lagi parkir di basement melainkan di depan lobby khusus direksi dan pejabat perusahaan lalu menggandeng tangan Rindu dengan bangga melewati lobby.
Para karyawati yang memuja dan bermimpi bisa mendapatkan Mada harus patah hati menyaksikan kemesraan pasangan itu. Ada yang mendukung ada pula yang menghujat dan Arba termasuk tim yang tidak mendukung. Ia masih berharap mendapatkan hati Mada.
“Dasar murahan, terlalu percaya diri. Mana bisa aku bersaing dengan dia, tidak selevel. Mada berhak mendapatkan putri dari sultan atau taipan,” gumam Arba menatap pasangan itu dari jauh.
Senyum sinis terpatrik di wajah Arba. Ada rencana dalam benaknya. Rencana untuk memisahkan Mada dan Rindu. Ponsel Arba berdering, gegas ia menjawabnya.
“Hm.”
“Sudah oke, bisa segera di up. Tinggal tunggu instruksi dari anda.”
“Oke, tunggu kabar dariku,” sahut Arba lalu mengakhiri panggilan.
Arba kembali tersenyum sinis. “Harus ada yang mengingatkan siapa dirinya dan dari mana dia berasal. Salah sendiri kenapa berurusan denganku.”
Sedangkan di lantai berbeda, tepatnya di ruang kerja Mada. Rindu menerima dokumen dari Mada untuk dia kerjakan.
“Aku’kan asisten harusnya ikut kemana kamu pergi. Ini kenapa malah diam di kantor terus. Harusnya aku jadi staf aja bukan asisten.”
“Atasan kamu siapa?” tanya Mada fokus dengan layar laptopnya.
“Ya … kamu.”
“Jadi gimana aku dong, mau kasih kamu tugas di mana saja. Sebenarnya aku mau tugaskan kamu di kamar, tapi belum boleh.”
Rindu pun beranjak untuk kembali ke meja kerjanya. “Ah iya, jam berapa mau jalan?” tanya Rindu karena Mada ada pertemuan di luar.
“Setengah jam lagi, tolong hubungi supir ya. Mintakan draft kerja sama yang harus aku bawa.”
“Oke.”
Sudah memastikan dokumen yang harus dibawa Mada dan supir juga sudah siap. Tugas Rindu merangkat karena sekretaris Mada hari ini sedang cuti.
“Kalau ada Om Felix langsung hubungi Om Doni ya!” titah Mada. “Jangan hadapi dia sendirian, harus didampingi yang lain.”
“Hm, tapi Pak Felix bukan mencari aku, untuk apa harus aku hadapi sendirian.”
Mada menghela nafas, kapan harus menjelaskan pada gadis ini kalau Felix adalah ayahnya. Masih ada hal yang dipertimbangkan Arya, belum waktunya.
“Aku pergi, kabari aku kalau ada masalah apapun itu.”
“Iya,” jawab Rindu tersenyum lalu mengekor langkah Mada keluar dari ruangannya. Mendadak pria itu berbalik.
“Kalau kangen juga kabari aku, ya.”
Rindu terkekeh.
“Baik, Bapak Mada Bimantara. Aku akan hubungi kalau ada masalah baik itu urusan kerja atau masalah hati,” tutur Rindu dan Mada pun ikut tersenyum. Tangannya terulur mengusap kepala Rindu.
“Aku boleh cium nggak?”
“Sana pergi, nanti terlambat.” Rindu memutar tubuh Mada dan mendoronya pelan agar lekas berangkat.
***
Waktu istirahat, Rindu akan mengambil pesanan makanannya di resepsionis. Malas keluar apalagi tidak ada teman, ia hanya memesan online. Jam istirahat begini, suasana Lobby dan lift pun ramai.
Sempat merasa aneh karena karyawan yang ada dalam lift sempat berbisik-bisik, entah membicarakan apa. Saat ia berjalan menuju meja resepsionis, Rindu merasa menjadi pusat perhatian. Namun, dalam tatapan sinis dan mengejek.
“Kirain gadis baik-baik, taunya sampah.”
“Sayangnya, penerus perusahaan pasangannya model begini. Bagus juga aku kemana-mana.”
Rindu mengernyitkan dahi, tidak mengerti siapa yang dibicarakan. Namun, orang -orang itu menatap ke arahnya.
“Mbak, ada titipan untuk saya?” tanya Rindu pada petugas di meja resepsionis.
“Ada nih.”
“Makasih, ya.” Rindu menerima kantong plastik berisi lunch box dari resto cepat saji serta minuman dalam cup.
Berbalik dan hendak menuju lift, langkahnya dihalangi beberapa perempuan.
“Woy, nggak cocok lo kerja di sini,” ucap salah satunya sambil mendorong bahu Rindu.
“Maksudnya apa?”
“Bisa-bisanya lo jadi asisten Pak Mada. Kayaknya HRD di sini perlu di evaluasi, masa SPG lepas bisa direkrut jadi asisten. Gue yakin ada sesuatu, lo pasti rayu Pak Mada untuk bisa di posisi sekarang. Gila, hebat juga lo.”
Bukan pertama kali Rindu mendapat ejekan dan hinaan begini. Meski harus tetap sabar, tapi jengkel juga.
“Itu menurut kalian, tapi aku tidak pernah merayu Pak Mada untuk berada di posisi ini.”
“HAlah, nggak usah sok suci. Kita tahu kok kehidupan orang kayak lo,” cetus perempuan yang lainnya.
“Orang kayak saya menurut kalian itu gimana?”
“Menghalalkan segala cara. Yang lo jual bukan produk doang, tapi tubuh lo juga ‘kan.”
“Murahan.”
“Mirip pe_cun.”
“Jaga mulut kalian. Ini penghinaan dan pencemaran nama baik, aku bisa saja menuntut.”
“Siapa yang mau lo tuntut, lihat tuh di grup. Sudah ramai berita tentang lo.”
Rindu kembali mengernyitkan dahi. Mendengar grup, ia langsung membuka ponselnya. Rupanya masih dalam mode silent, jadi tidak tahu ada pesan masuk baik itu personal ataupun grup.
Rahangnya mengeras membaca pembahasan di grup kerja tentang dirinya. Sebagai SPG dan penyanyi café, bahkan lengkap dengan foto-foto. Bahkan di situs resmi perusahaan ada artikel membahas asisten calon penerus Arya Bimantara terlibat kasus prostitusi. Meski tidak disebutkan namanya, tapi Rindu tahu yang dibahas adalah dirinya. Asisten penerus Arya adalah dirinya dan kasus dimana ia dijual oleh Yanto dan Sari pada rentenir dan akan dijadikan pekerja di klub malam.
Rasanya malu dan takut, apalagi ia berada di lobby yang mana saat jam istirahat begini cukup ramai. Berita yang beredar tentu saja sangat menyudutkannya. Rindu gegas meninggalkan tempat itu bahkan agak berlari.
“Woy, Rindu, lo dibandrol berapa? Kayaknya gue mau deh.”
“Parah lo, mainannya Pak Mada tuh. Baek-baek dipecat.”
Entah siapa yang berteriak dan menghinanya, Rindu tidak peduli ia hanya ingin pergi dari sana. Dadanya sudah sesak menahan amarah dan emosi yang rasanya sudah meluap. Ia pikir hidupnya sudah nyaman berada di tengah keluarga Mada yang begitu baik. Nyatanya muncul lagi masalah lain.
Lift masih ramai yang keluar dan menunggu. Rindu berbelok menuju toilet dan ….
“Ikut gue!”
“Lepas!” sentak Rindu berusaha melepaskan tangannya dari Arba.
Berada di koridor menuju toilet.
“Harusnya lo terima kasih sama gue, Kalau nggak lo bakal jadi bulan-bulanan mereka. Mana nyali lo yang merasa udah menang bisa dapatkan Mada?"
Arba terkekeh lalu meraih dagu RIndu lalu menghempas ke samping.
"Harusnya lo buka mata, nggak pantas ada di sini apalagi jadi pasangan Mada Bimantara. Keluarga tidak jelas bahkan terlibat prostitusi. Lo udah dijual dan mungkin sudah biasa dijual, bisa-bisanya Mada mau sama lo."
"Itu nggak benar, aku tidak seperti yang kalian kira."
Pandangan Rindu sudah berembun dan matanya terasa panas, air mata seakan sudah berjejalan akan menetes.
Arba mendekat dan menepuk bahu Rindu dengan pelan.
"Hidup Mada bukan bahan bercanda. Posisinya penting dan butuh pendamping yang bisa memperkuat posisinya bukan malah menjatuhkan. Kamu harus sadar diri," tutur Arba.
"Pergilah dan jangan buat keluarga Bimantara malu. Jangan jadikan perusahaan ini bahan bercandaan karena kehadiranmu kamu. Mada membutuhkan perempuan yang selevel dan itu bukan kamu."
Arba tertawa sinis sedangkan Rindu mengusap air matanya.
'Salah, hubungan ini memang salah,' batin Rindu.
kamu memank luar biasa 😆