Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29_Jadi Pelarian
Raya duduk termenung di depan kaca, melihat pantulan wajahnya yang sudah terpoles dengan Make up. Kakinya ingin melangkah namun hatinya ragu. Perkataan Rian terus terngiang di kepalanya, merecok dan meracuni pikirannya.
" Ray Lo bisa!" Ucapnya meyakinkan. Tapi lagi langkahnya terhenti membuat dia kembali duduk pada tempatnya.
Lepasin dia, sebelum lo terluka.
Raya menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir suara itu " Rian sialan. Ngapain sih Lo ngomong kaya gitu ke gue, kalo Lo sendiri nggak ngasih tau gue alesannya. Please bisa gila gue kalo gini terus." Raya mengesah panjang membuang tas selempengnya asal kearah kasur king Sizenya.
Kalo lo mau aman jauhin Dirga, maka Jihan nggak bakal gangguin lo lagi.
" Jihan?" Rafal Raya pelan " Selain bermuka dua apa lagi yang bisa dia lakuin? Gue masih nggak terima saat dia mau mukul Hito. Ada masalah apa dia sama Hito sebenarnya?"
" Tunggu," Raya memicingkan matanya, mengingat satu persatu kejadian kejadian yang sudah dia lewati " Dirga, Jihan, Hito."
Jauhin Dirga kalo lo mau aman.
" Jihan suka sama Dirga?"
" Jadi Jihan suka sama Dirga?" Ucap Raya kembali " Jadi ini yang dimaksud Rian? Gue harus jauhin Dirga kalau gue nggak mau di ganggu Jihan lagi?"
" Dan masalah dilapangan itu? Jihan mau mukul Hito karena nggak terima Hito mau mukul Dirga, cowok yang dia suka, gitu?" Raya memejamkan matanya, mengingat ulang kejadian itu " Tapi kalo bener gue suka sama Dirga kenapa saat itu gue nolongin Hito?"
" Dan lagi, Hito ngelarang gue buat deket deket sama Dirga apa ini alasannya? Jadi si Cungkring sudah tau kalau Jihan akan berbuat seperti ini sama gue?"
" Arrrgggghhhh!" Raya memukul kepalanya karena baru menyadarinya. Padahal Gita sudah memberitahunya jika Jihan itu bermuka dua. Baik di depan tapi busuk dibelakang. Gelar saja mantan wakil Osis. Tapi nyatanya ada niat lain di balik itu semua. Dan tentu saja alasan itu dia gunakan untuk dekat dengan Dirga mantan ketua Osis.
" Tunggu," Raya kembali duduk di sisi ranjangnya, matanya kembali memicing " Apa salahnya kalo gue suka sama Dirga? Toh Setau gue Dirga masih sendiri? Jadi nggak masalahkan?"
" Selain itu...... Dirga memperlakukan gue dengan baik. Kita juga udah sering jalan, apa jangan jangan.....!" Raya menggantungkan ucapannya matanya berbinar mengingat perkataan Gita saat pulang sekolah kemarin " Kyaaaa..... nggak jadi jomblo lagi gueee!"
Raya berlari kecil, Menuruni anak tangga dengan senyum di bibirnya. Hito yang melihatnya langsung memanggilnya " Mau kemana Lo?"
" Jalan," Ucap Raya masih dengan kaki yang melangkah.
" Gue lagi ngomong." Raya menghentikan langkahnya, memutar tumitnya menghadap Hito " Mau kemana Lo?" Tanya nya sekali lagi.
" Gue mau jalan,"
" Sama siapa?"
" Keppppoooo."
" Gue serius nanya."
" Jangan ngegas bisa kali, Mau keluar gue bareng si Dirga." Balas nya memberi tahu. Hito terdiam, berdiri mematung pada tempatnya.
" Udah Sore. Mana cuacanya lagi mendung lagi, lain kali aja."
Raya memutar bola matanya malas " Baru mendung, belum ujankan? Udah ya gue cabut. Byeee!" Raya segera berlari meninggalkan Hito yang tengah meneriaki namanya.
" Dasar Gendut." Setelah memaki Raya, Hito masuk kedalam kamarnya membanting pintu cukup keras sampai terdengar bunyi dentuman.
Senyum di bibirnya tak pernah pudar, mengukir bulan sabit yang indah dan mempesona. Raya meminta Dirga untuk tidak menjemputnya dan menyuruhnya langsung mengirim alamat yang akan mereka tuju.
Dan disinilah Raya sekarang, di sebuah Cafe dengan nuansa Romance. Banyak hiasan bunga dan juga lampu warna warni yang berkelip membuat cuaca yang mendung pun terlihat cerah.
" Terimakasih," Segelas minuman yang menyegarkan sudah Raya terima tanpa dia pesan terlebih dulu. Dirga menyiapkan meja itu khusus untuk mereka. Tak banyak pengunjung di Cafe itu entahlah, Raya Rasa hanya ada dia seorang saat ini di sana.
Alunan piano yang mengiringi biola terdengar indah dan menenangkan. Degup jantung Raya semakin berdebar setiap waktu berlalu. Lima belas menit berlalu tapi Dirga belum juga datang. Ahhh apa mungkin terjebak macet? Mengingat sekarang adalah waktunya pulang jam kantor.
Senyumnya kembali mengembang, Kepalanya yang menunduk terangkat dengan perlahan saat mendengar suara decitan kursi yang bergesekan dengan lantai " Ha......!"
" Jadi Kamu yang namanya Raya?" Raya mengatup bibirnya dengan kedua alis yang berkedut. Kepalanya mengangguk membenarkan ucapan wanita itu.
" Jauhin Dirga!"
Jauhin Dirga? Ayolah. Apa lagi ini? Kenapa semua orang tidak suka melihatnya dekat dengan Dirga?
" Maaf sebelumnya. Tante ini siapa ya?" Tanya nya sopan.
" Kamu tidak perlu tahu saya siapa. Intinya kamu harus jauhin Dirga!"
" Kenapa? Kenapa saya tidak boleh dekat dengan Dirga? Apa salah saya?" Cukup. Rasanya kepala Raya ingin pecah saat ini. Kenapa semua orang menginginkannya untuk menjauhi Dirga?
" Kesalahan kamu adalah karena kamu sudah hadir dalam kehidupan anak saya."
" Anak Tante?" Jadi yang saat ini berhadapan dengan Raya adalah mamanya Dirga? " Tunggu, Saya tidak mengerti dengan maksud perkataan tante."
" Jauhin anak saya. Hanya itu yang saya minta dari kamu. Apa kamu tuli huh?"
" Tapi kenapa? Kenapa saya harus menjauhi Dirga? Kenapa? Ada apa dengan saya? Apa saya membawa masalah untuk Dirga?"
" Saya tidak suka anak saya berhubungan dengan orang yang dekat dengan Hito. Maka dari itu jauhin Dirga." Tegasnya sekali lagi.
" Selain itu kamu jangan pernah berharap untuk bisa bersatu dengan putra saya. Meskipun itu dalam mimpimu, saya tidak mengizinkannya. Ingat kamu tidak pantas untuk putra saya."
"MAMA!" Kedua wanita itu menoleh dengan cepat ke asal suara. Dirga berdiri dengan baju yang sudah basah kuyup. Entahlah sejak kapan hujan itu turun Raya tidak menyadarinya.
" Mama ngomong apaan sih? Kenapa mama bisa ada disini?" Dirga berusaha berbicara baik baik dengan mamanya, namun tangan yang menggenggam lembut tangan mamanya itu di tangkis dengan kuat oleh mamanya.
" Huh. Yang diucapkan Jihan itu benar. Kamu mulai berani membangkang lagi."
" Jihan?" Ulangi Raya yang tak sengaja mendengar.
" Mah, ini nggak ada hubungannya dengan Jihan. Please untuk kali ini saja, Dirga mohon jangan ikut campur tentang asmara Dirga Lagi." Ucapnya memohon.
" Dirga." Panggil mamanya sedikit menaikkan nada suara " Kamu lupa? Apa perlu mama ingatkan? Sampai kapanpun hanya Jihan yang akan menjadi menantu mama, Meskipun kamu memohon bahkan bersujud pun mama tidak akan merestui hubunganmu dengan wanita lain."
" Cukup mah," Dirga menggusar wajahnya kasar, terlihat frustasi karena sikap mamanya, air mata Dirga hampir jatuh saat itu juga " Apa belum cukup mama memisahkan ku dengan dia? Apa ini harus terulang kembali? Apa semua itu belum cukup mah?" Lirihnya pelan.
Raya yang sedari tadi menjadi penonton kian menajamkan pendengarannya, mendengarkan dengan seksama apa yang sebenarnya terjadi " Mama melakukan itu semua demi kebaikanmu."
" Kebaikan apa? Justru mama lah yang merenggut kebahagiaanku? Kenapa, kenapa mama melakukan ini terhadap Dirga ma? Kenapa?" Teriak Dirga. Suasana yang romantis pun berubah menjadi tegang. Tidak ada lagi alunan musik yang mengiringi mereka, hanya suara hujan yang masih setia.
" Dirga capek mah, capek. Sampai kapan Dirga harus seperti ini?" Dirga mulai terisak, menumpahkan air matanya " Saat hati ini mulai terbuka kembali, tapi kenapa mama kembali menggores luka yang sama?"
" Dirga dengerin mama, nak."
" Enggak mah" Dirga mundur satu langkah saat mamanya ingin menyentuhnya " Mama tahu mama salah, mama minta maaf." Ucap Mamanya menangis. Dia tidak bisa melihat putra semata wayangnya itu seperti ini.
" Sudah terlambat mah, maaf mama tidak bisa membuat dia kembali pada Dirga." Ucapnya
" Ray," Raya menatap pada Dirga yang mulai mendekat padanya. Tangannya yang basah terulur, menggenggam erat tanganya " Maafin gue." Ucapnya disertai tangisan " Maaf."
" Lo ngomong apaan sih? Ngapain lo minta maaf sama gue?" Tanya Raya yang tak enak hati. Tiba tiba hatinya terasa canggung.
" Maaf. Maaf jika selama ini perhatian gue, kata kata gue dan sikap gue bikin Lo salah mengartikan kedekatan kita?" Hati Raya semakin tak enak, ada rasa yang berbeda yang saat ini yang dia rasakan " Gue udah berusaha, tapi gue nggak bisa."
" Sekali lagi, tolong maafin gue."
" Maksud lo apaan gue nggak ngerti?" Tanya Raya yang masih bingung dengan omongan Dirga.
" Gue udah berusaha buat lupain dia, tapi gue nggak bisa. Sampai akhirnya lo dateng dalam kehidupan gue, dan membawa separuh kebahagiaan gue kembali. Saat bersama lo hidup gue terasa lebih berwarna, tawa dan senyum lo menghiasi hari hari gue."
" Sampai akhirnya gue sadar. Lo dan dia itu beda. Kalian satu karakter dalam raga yang berbeda. Gue pikir lo udah berhasil merebut hati gue. Tapi ternyata salah, hati gue masih miliknya." Raya terkejut dengan penuturan Dirga, genggaman tangan Dirga berusaha dia lepaskan. Matanya menatap dalam pada manik hitam milik Dirga, dalam dan semakin dalam sampai akhirnya Raya menemukan sebuah kebenaran yang menusuk dada kirinya.
" Jadi, maksud lo gue cuma jadi pelarian Lo?"