NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 35 Kekecewaan

Dimitri duduk diam, namun hatinya gelisah. Matanya menatap lekat daun pintu yang tak kunjung terbuka. Apakah wanita paruh baya itu menolak datang? Jika benar, haruskah dia yang datang ke sana?

Ketika daun pintu itu bergerak, netra Dimitri semakin fokus menanti sosok yang muncul di baliknya.

"Maaf, gue telat banget baliknya."

Dimitri menghela napas kecewa dalam diam. Namun, semua itu tak luput dari pandangan Raffa. Tanvir yang baru saja tiba mengernyit heran melihat suasana canggung di ruangan itu.

"Nih, Fa. Ganti baju dulu sana!" Tanvir menyerahkan paper bag yang berisi baju ganti untuk Raffa. Raffa berlalu menuju toilet meninggalkan Dimitri yang masih terdiam dan Tanvir yang sedang menyusun makanan yang dia beli di atas meja.

"Bang!" Panggilan Tanvir membuat Dimitri tersentak karena dia masih tenggelam dalam kekecewaannya sendiri.

Tak ada jawaban dari Dimitri membuat Tanvir berjalan mendekat. "Makan dulu, Bang. Gue beliin roti sama nasi goreng tuh." Tanvir menunjukkan makanan di meja dengan gerakan kepalanya.

Dimitri hanya melirik makanan itu tanpa minat. Nafsu makannya sudah lenyap. Sekarang yang terpenting adalah menunggu kedatangan sosok yang sejak tadi dia tunggu.

Tanvir yang paham dengan kondisi Dimitri berjalan menuju meja dan mengambil satu bungkus roti. "Nih. Lo tadi abis donor darah, tapi lo belum makan apapun. Jangan sampai abis ini lo yang tumbang, Bang," ujar Tanvir seraya menyodorkan roti itu pada Dimitri.

Tak kunjung diambil, Tanvir menarik tangan Dimitri dan menaruh roti itu di telapak tangan Dimitri. "Dimakan, Bang. Kalau lo tumbang, siapa yang bakal melindungi Dzaka."

Entah bagaimana, Dimitri tiba-tiba saja membuka bungkus roti itu dan mulai menggigitnya. Sebenarnya Tanvir merasa sedikit bersalah karena harus membawa nama Dzaka dalam bujukannya. Namun, seperti perkiraannya, cara itu berhasil.

"Wah ... gue mencium aroma nasi goreng cabe hijau dengan sangat jelas." Raffa yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung melangkah menuju meja.

Tanvir yang melihat kehadiran Raffa ikut duduk di samping sahabatnya itu. "Ayo makan, Fa. Lo udah ngabisin banyak energi hari ini."

Tanvir dengan telaten membuka bungkus nasi goreng itu. Air liur Raffa berlinang, aroma dan tampilan nasi goreng cabe hijau yang dibawa Tanvir benar-benar menggugah seleranya.

"Lo yang terbaik, Vir." Raffa menyantap nasi goreng itu setelah berdoa. Tanvir juga ikut melahap makanan di hadapannya. Jujur saja dia sangat lapar saat ini.

Uhuk ....

Dimitri tersedak karena memakan roti itu dengan potongan besar. Sebuah botol air mineral tiba-tiba sudah ada di hadapannya. Dimitri langsung menyambar botol itu dan meneguk isinya hingga tersisa setengah.

Ketika pandangnya terangkat, Dimitri menemukan Raffa berdiri di hadapannya. "Tenangkan diri lo, Bang. Percaya sama Paman Adi!"

Dimitri hanya diam dan melanjutkan mengatur pernapasannya. Percaya, ya? Dimitri merasa yang paling sulit dilakukan adalah mempercayai seseorang. Belajar dari masa lalu, orang yang dia percaya ternyata menjadi orang yang paling dia benci.

Ketiga pemuda itu kini sibuk dengan makanannya sendiri, menyisakan ruangan yang hening. Hanya bunyi monitor di samping ranjang Dzaka yang terdengar jelas.

"Kira-kira Dzaka kapan bangunnya ya?" tanya Tanvir.

Raffa mengalihkan pandangannya ke arah Dzaka yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. "Semoga malam ini Dzaka bangun, Vir. Walau sebenarnya gue khawatir ...."

Tanvir menoleh pada Raffa dan menepuk pelan pundak lebar sahabatnya. "Semua bakal baik-baik aja." Tatapan mereka bertemu. Melalui tatapan itu mereka saling menguatkan dan meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.

Pintu didorong dengan kencang membuat Raffa yang sedang memasukkan nasi goreng ke mulutnya tersedak. Mukanya memerah dan batuknya tak kunjung berhenti.

Dimitri yang melihat siapa yang datang beranjak dari posisinya. "Paman ...."

Paman Adi menyenderkan tubuhnya di daun pintu dengan seorang wanita paruh baya yang sedang meringkuk dengan napas memburu. "Bi Edah gak pa-pa?" tanya Tanvir seraya menyerahkan sebotol air mineral kepada wanita itu.

"Ada apa, Paman?" Dimitri heran melihat keringat Paman Adi yang membasahi kemeja hitamnya. Wajah pria paruh baya itu juga pucat.

Paman Adi terlihat sibuk mengatur deru napasnya. Cukup lama waktu yang dia butuhkan untuk menenangkan diri. Hingga kini dia mengalihkan pandangan pada Dimitri.

"Bi Edah diincar, Tuan Muda!" lapor Paman Adi membuat tubuh Dimitri kaku.

"Di ... diincar ... oleh siapa, Paman?" Dimitri mencoba mengendalikan diri. Namun, keterkejutan atas informasi barusan benar-benar berdampak pada fokusnya.

"Tuan Emir!"

Dimitri terdiam dengan tangan mengepal kuat mencoba menahan emosi yang muncul setelah mendengar nama itu. Tanpa bisa ditahan perasaan benci itu muncul di hati Dimitri.

"Berarti benar ... kalau Bi Edah adalah saksi kunci?" tanya Dimitri dengan suara dingin. Anggukan dari Paman Adi membuat emosi Dimitri semakin membuncah. Namun, dia mencoba mengendalikannya. Dia khawatir semua semakin buruk.

Tiba-tiba saja kakinya dipegang oleh Bi Edah. Wanita paruh baya itu terisak keras, padahal napasnya terdengar sesak. "Maafkan ... maafkan saya."

Dimitri menatap Paman Adi meminta penjelasan, namun pria paruh baya itu memberi isyarat untuk mendengarkan penuturan Bi Edah. Dimitri menunduk mensejajarkan dirinya dengan wanita paruh baya itu.

"Apa yang harus saya maafkan, Bi?" tanyanya dengan nada suara yang sedikit lebih tenang.

Bi Edah masih terisak. Ketika netranya menangkap tubuh tak berdaya Dzaka, perasaan bersalah dan penyesalan yang selama ini disimpan rapat mendesak keluar.

"Saya ... saya ... semua ini salah saya. Andai saja ... andai saja ... hari itu saya tak terbujuk untuk mengatakan kebenaran tentang orang tua kalian ...." Bi Edah kembali terisak keras. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasakan seberapa dalam rasa sakit itu.

Dimitri terpaku. Bahkan secara tidak sadar tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Jadi ... Dzaka sudah tahu? Hati Dimitri sangat sakit. Bagaimana ini?

"Jika saja ... saya bisa menahan diri ... pasti Den Dzaka akan baik-baik saja. Pasti ... pasti ... Den Dzaka tidak akan mengalami kekerasan itu." Suara Bi Edah semakin lirih dan pilu.

Satu fakta lagi menampar Dimitri. Jadi ... adiknya mengalami kekerasan karena keingintahuannya tentang orang tua mereka. Bukankah hidup tidak adil? Kenapa harus mereka yang menanggung rasa sakit ini? Padahal mereka juga kehilangan tonggak kokoh yang seharusnya menopang mereka untuk tumbuh.

"Kenapa Bi Edah gak menghentikan itu? Bukankah Bi Edah menyayangi Dzaka? Bagaimana bisa Bi Edah membiarkan Dzaka mengalami kekerasan di depan mata Bi Edah sendiri?" Rentetan pertanyaan disertai perkataan menusuk berasal dari Raffa yang kini sudah berdiri di hadapan wanita paruh baya itu.

"Saya ... saya ...."

"Bi Edah takut dipecat?" tanya Raffa to the point dan itu berhasil membuat Bi Edah tercekat.

Respon itu membuat Raffa menghela napas kecewa. Tak menyangka jika sosok terdekat sahabatnya itu ternyata salah satu orang yang memberinya luka.

Dimitri lebih tak menyangka. Kekecewaan di hatinya terasa penuh. Hatinya bak ditusuk jarum tak kasat mata. "Bagaimana bisa? Wah."

Dimitri bingung bagaimana mengekspresikan perasaannya saat ini. "Sebenarnya ... untuk siapa Anda bekerja?"

1
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
Ceritanya seru yok di baca
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Makasih, Kak
total 1 replies
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
lanjut dong /Scream/
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Stay tune, Kak. Terima kasih sudah mampir❤️
total 1 replies
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
idih sirik bgt si/Cleaver/
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!