NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:21.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi rani

Artha anak kaya dan ketua geng motor yang dikagumi banyak wanita disekolahan elitnya. Tidak disangka karna kesalahpahaman membuatnya menikah secara tiba-tiba dengan gadis yang jauh dri tipikal idamannya. Namun semakin lama bersama Artha menemukan sisi yang sangat dikagumi nya dari wanita tersebut.

mau tau kelanjutannya....??
pantau trus episodenya✨✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 35

Semua mata tak beralih menatap Naira dan Artha. Hanya menempelkan bibir. Tidak lebih. Tidak ada lumatan atau sesapan. Tidak ada permainan lidah. Jelas itu menunjukkan jika pemainnya adalah pencium amatir.

Namun, walaupun begitu beberapa pasang mata yang memandang kenekadan Naira merasa tidak suka. Menjijikkan. Perempuan itu jelas-jelas sedang merendahkan harga diri sebagai wanita. Mencium pria yang sejak tadi diam tak bereaksi. Memang benar Artha diam saja, tetapi bukan berarti tidak menikmati. Dia hanya syok dengan kejutan yang Naira berikan.

Hingga saat lima menit itu berlalu, Naira membuka mata. Wajah merah padam karena malu. Dia menunduk, tak berani menatap sekeliling. Ini semua adalah tindakan impulsif, tak dipikirkannya terlebih dulu.

"Nai!"

Perlahan Naira menegakkan wajah, menatap bola mata sedikit kecoklatan itu.

"Ta, gue.... Bisakah kita pulang sekarang?" Naira menatap penuh permohonan.

"Please!"

Dia malu. Harga dirinya benar-benar jatuh. Tidak tahu apa yang semua orang pikirkan terhadapnya, yang jelas dia sangat malu setelah mencium Artha di depan umum.

Artha turun dari motor setelah mematikan mesin roda duanya. Mengabaikan Thalita yang masih berada di atas motornya. Gadis itu menatap Naira dengan kesal. Pengganggu! Begitulah ungkapan yang tepat bagi Thalita untuk Naira.

"Hai, nggak gitu caranya berciuman."

Mata Naira melebar, menatap Artha yang mengatakan hal aneh padanya. Apa maksud lelaki itu?

"Ap-a? "

Artha tersenyum, menampilkan senyuman termanis yang dipunya.

"Gue tunjukin nanti. Ayo, kita pulang!"

"Lo nggak jadi balapan, kan?" tanya Naira lagi. Dia benar-benar tidak mau melihat Artha balapan lagi.

"Gue udah janji, bukan? Ada ciuman, gue enggak balapan."

Naira tersenyum. Wajahnya makin memerah.

"Tapi ... ciuman lo kurang empat setengah detik."

"Apa?"

Bisa-bisanya Artha bicara begitu.

"Gue udah ngitung tadi. Lo terlalu cepet melakukannya."

"Mak-sud lo?"

"Ayo, sebaiknya kita bahas ini di rumah."

"Eh, apa?" Mengabaikan pertanyaan Naira, Artha menggandeng tangan gadis itu. Dia menatap ke arah Fadli yang sudah merah padam melihat kedekatan keduanya.

"Lo lihat sendiri, bukan? Tanpa bersusah payah, gue udah dapat hadiahnya."

Fadli hanya diam. Tangan mencengkeram kuat stang motor. Dia melihat Naira yang menunduk, tak berani membalas tatapan matanya.

"Ayo, Nai. Kita pulang. Kita bisa lanjutin yang lebih panas di rumah," kata Artha yang sengaja memancing rasa kesal Fadli semakin menjadi-jadi.

"Sorry, Lit. Gue nggak jadi balapan." Artha berkata dengan santai.

"Lo bisa turun sekarang."

Thalita merengut. Dia sudah bersiap dengan gaya terbaiknya, tetapi gara-gara Naira balapan dibatalkan. Ini jelas membuatnya kesal. Dengan berat hati dia turun dari motor, lalu bergegas menyingkir dari motor sport Artha.

"Pengganggu!" ucap Thalita saat melewati Naira.

"Ayo, pulang!" Artha berkata setelah menaiki motornya. Naira mengangguk, tak berani melihat sekeliling yang hampir semuanya adalah teman sekolah. Dia sangat malu saat ini.

Setelah Naira menaiki motor Artha, lelaki itu menatap ke teman-teman yang sejak tadi menunggu atraksi balapan.

"Bubar! Balapan dibatalkan!" Kepala Artha menoleh pada Fadli. Senyum mengejek sengaja dilemparkan Artha pada lelaki itu. Kedua tangan meraih tangan Naira, lalu ditarik untuk dirapatkan ke tubuhnya dengan posisi tangan gadis itu menyilang memeluknya.

"Biar safety, peluk dulu!" kata Artha menahan tangan Naira.

Fadli hanya bisa menahan kesal. Saat Artha menyalakan mesin motor, Naira melepaskan pelukan. Melihat itu, Artha segera melesatkan motornya cepat. Tentu dengan begitu pelukan yang sempat terurai kembali dilakukan Naira.

"Artha!" teriak Naira sambil memukul punggung Artha.

"Peluk yang erat, Nai. Biar anget!"

Naira merengut, tetapi bagaimana Artha mengendarai motor dengan melesatkan cepat, terpaksa tangan yang sempat terurai memeluk punggung lelaki itu lagi.

"Lo nyebelin, Artha!" teriak Naira sembari memeluk Artha.

"Lo juga seneng kan bisa peluk-peluk gue kayak gini?" Artha terkekeh, tetapi suaranya tenggelam oleh angin malam. Keduanya kemudian menikmati perjalanan untuk kembali ke rumah.

"Lo tadi naik apa jemput gue?"

"Pesen taksi. Gue nggak tahu daerah sini. Takut nyasar."

Artha tersenyum, melanjutkan perjalanan tanpa bicara apa pun lagi.

****

Fadli menyandarkan punggung di kepala rajang. Dia tidak tahu mengapa begitu tertarik pada sosok Naira. Pertemuan yang acap kali terjadi secara kebetulan membuatnya menyukai gadis itu. Seakan-akan ada pesona tersendiri dari seorang Naira.

Namun, melihat bagaimana hari ini secara sadar Naira mencium Artha di depan umum membuat hatinya terluka. Dia merasa kalah saing dengan anak sekolahan. Walaupun usia lebih dewasa, tetapi tentu dia masih pantas jika bersanding dengan siswa SMA. Ya, setidaknya dia memang berencana menikah dengan wanita yang usianya jauh di bawahnya. Namun, untuk urusan Naira berbeda.

"Tuan Muda." Seorang pria berperawakan tinggi berjalan dengan menunduk, lalu berhenti tepat di samping ranjang Fadli.

"Cari tahu tentang Naira. Aku ingin tahu sejelas-jelasnya ada hubungan apa antara dia dan Artha."

"Baik, Tuan."

Pria itu pamit undur diri setelah gerakan tangan Fadli mengisyaratkan padanya agar keluar. Tangan menyambar smartphone di meja, lantas melihat foto Naira yang diam-diam dia ambil saat malam itu yang mana gadis itu menemaninya makan.

"Artha, kita lihat siapa yang akhirnya berhasil mendapatkan Naira," katanya seraya tak beralih menatap senyum menawan Naira yang terlihat di sana.

Sementara itu, di rumah Artha, Siena sudah menanti kedatangan kedua anak dan menantunya. Mereka berdua keluar tanpa izin sehingga membuat Siena kesal.

"Dari mana kalian?" tanya Siena yang langsung melempar pertanyaan pada Artha dan Naira.

"Ini sudah malam, dan kalian baru pulang?"

Naira menunduk, sementara Artha hanya cengengesan.

"Ah, Mama. Kayak nggak pernah muda aja. Yang penting kan kami pulang, Ma. Artha jagain Naira, kok!"

Siena menghela napas sekali, lalu mengembuskannya panjang.

"Ya sudah. Ajak Naira tidur. Besok kalian sekolah!"

"Apa, jadi Artha udah boleh tidur bareng Naira?"

Siena melotot. Punya anak mesumnya kelewatan.

"Maksud Mama ajak Naira ke kamarnya. Kalian tidur terpisah. Astaga, Artha! Kamu membuat Mama semakin pusing."

Artha terkekeh. Tangan menarik Naira.

"Ayo, Nai, gue ajarin ciuman yang bener!" Perkataan Artha membuat Siena melotot.

"Hei, jangan ajarin Naira yang tidak-tidak!" bentaknya pada Artha.

"Bercanda, Ma. Serius amat."

Siena menggeleng. Kepalanya makin pusing melihat tingkah Artha. Matanya hanya bisa menatap Naira dan Artha yang naik ke atas, lalu masuk ke kamar masing-masing.

"Astaga! Anak zaman sekarang."

Sebenarnya bukan masalah anak zaman sekarang, tetapi Siena tidak tahu kalau Ravindra dulu mudanya ya mirip anak sulungnya itu. Bar-bar dan mesum.

Naira mematikan lampu kamarnya, lalu beranjak naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana. Dia menghela napas dalam sebelum akhirnya mengembuskannya. Kejadian yang baru saja dialami cukup membuat

jantungnya berdetak tak karuan. Dia menggeleng kuat, lalu memasukkan kepala ke dalam selimut.

Gila! Dia sendiri tidak menyangka bisa melakukan itu. Pasti semua orang menyaksikannya. Dan itu jelas membuatnya malu. Naira tidak tahu dan tidak sanggup membayangkan reaksi teman-temannya nanti. Dia dikenal pendiam dan tidak banyak tingkah, tetapi karena kejadian tadi semua citra yang sudah dibangun runtuh sudah.

"Artha! Ini semua gara-gara Artha. Dia harus tanggung jawab!" Naira berteriak, menutup kepalanya dengan

selimut. Dia bicara sendiri di dalam sana.

"Iya, gue tanggung jawab."

Mata Naira membulat penuh. Bahkan, di dalam kesendirian ada suara Artha terngiang di telinganya.

"Lo kok bisa jawab, sih?" kata Naira pelan. Agak ngelag karena tiba-tiba dengar suara Artha.

"Ya, kan, gue punya mulut, Nai."

Tidak, tidak, tidak! Ini memang suara Artha. Bukan halusinasi Naira. Setelah mengerjap-ngerjapkan mata, Naira memutuskan membuka selimut yang menutupi kepala. Dan di sana, ya, di sampingnya sudah duduk Artha sembari tersenyum padanya.

"Artha!" teriak Naira yang langsung dibungkam oleh tangan Artha.

"Lo bisa nggak sih nggak teriak. Ketahuan Mama nanti."

Naira mengangguk-angguk mengerti. Matanya mengarah pada pintu kamar. Masih tertutup. Perasaan dia tak mendengar suara pintu dibuka. Lalu, Artha masuk lewat mana? Naira langsung memukul lengan Artha.

"Lo main masuk aja. Ngagetin tahu!"

 Artha hanya tersenyum tipis.

"Gue udah ketuk pintu tadi. Lo yang nggak denger."

Naira meneggakkan tubuh, mengubah posisi menjadi duduk.

"Lo ngapain kemari?"

Masih tetap memperlihatkan senyum manis, Artha menjawab pertanyaan Naira.

"Gue nagih hutang lo yang tadi!"

"Apa? Hutang apaan?"

Mana ada Naira punya hutang. Dia anti sekali berhutang.

"Hutang empat setengah detik."

"Apaan sih, Ta. Jangan ngarang, deh!" Naira mengerutkan kening.

Dia merebahkan tubuhnya lagi, tidur sembari menutup sampai atas kepala.

“Eh, gue beneran, Nai. Lo nggak usah pura-pura lupa!” Tangan besar Artha membuka selimut yang menutupi kepala Naira.

“Gue udah kemari juga.”

"Cihhh" Naira mendengus kesal. Artha memang selalu nyari gara-gara. Nggak bisa membuat Naira tenang barang sebentar.

“Lo mau apa? Gue mau tidur.”

“Pura-pura lupa. Padahal gue udah ngasih tahu. Lo punya hutang ciuman empat setengah detik sama gue."

“Eh, gimana?” Naira mendadak linglung. Hutang ciuman? Empat setengah detik? Posisi Naira masih terlentang. Sementara Artha duduk di sampingnya dengan menunduk.

“Lo mulai apa gue yang mulai?” kata Artha dengan tidak tahu malu. Bahkan durasi ciuman saja dia tidak mau rugi. Benar-benar pria perhitungan.

“Nggak-nggak. Nggak ada ciuman lagi!” Naira lagi-lagi menutupi kepala dengan selimut.

“Ada, Nai. Buruan, keburu malem.”

“Ini juga udah malem. Gue ngantuk. Lo balik gih!” Naira tak peduli. Dia lebih memilih memejamkan mata di bawah selimut tebalnya.

“Oh, jadi lo ingkar janji?” Artha berkata dengan intonasi memelas. Dia beranjak dari duduknya.

“Okey, gue balik. Jangan nyariin gue lagi. Apalagi pake ngelarang gue kayak tadi.”

Dia keluar lewat pintu belakang di mana balkon kamar berada. Naira baru menyadari jika pintu itu belum dikunci. Pantas saja tadi Artha bisa masuk dengan mudah. Tapi dia tiba-tiba teringat akan ancaman Artha. Apakah lelaki itu marah? Namun, alasan marahnya sangat tidak masuk akal. Mana ada hutang ciuman empat setengah detik? Bukankah itu namanya mengada-ngada?

Baru saja Naira hendak memejamkan mata, bayangan Artha tidak mau mendengar perkataannya terlintas di kepala. Artha yang keras kepala, suka membuat keributan, dan berujung pertengkaran dengan kedua orang tuanya.

“Artha nyebelin!”

Naira membuka selimut, lantas bangkit dari posisi tidur. Menurunkan kaki tanpa alas, Naira bergegas ke balkon kamarnya untuk mencari Artha. Baru saja dia keluar kamar, seseorang menarik tangannya.

“Artha!” Mata Naira membulat ketika Artha menutup mulutnya dengan telapak tangan. Dia mendorong tubuh Naira ke dinding di mana memisahkan sebagian balkon kamar Artha dan balkon kamar Naira.

“Ssssttt!” Artha mengisyaratkan agar Naira diam. Tubuh mengimpit gadis itu sehingga tak bisa digerakkan.

“Kak Artha!” Terdengar suara teriakan dari kamar Artha. Naira melebarkan mata. Itu adalah suara Nova. Dinding pembatas yang memisahkan antara balkon kamar Artha dan Naira lebarnya tak lebih dari lima puluh sentimeter. Andai Nova iseng mengintip, pasti mereka ketahuan kalau sedang berduaan.

“Jadi, lo mau gue duluan, atau lo berinisiatif sendiri?” Artha melepaskan telapak tangan dari bibir Naira. Namun, tidak dengan tubuhnya. Kedua tangan Artha sekarang sedang mengurung Naira sehingga membuat gadis itu tak bisa ke mana-mana.

“Lo gila!” Naira berbisik lirih. Dia juga takut ketahuan Nova. Bahaya anak sekecil itu dipertontonkan perilaku abangnya yang teramat mesum.

“Buruan, Nova makin mendekat!”

Terdengar panggilan Nova dari arah kamar Artha.

“Kak Artha! Di mana, sih?” Nova mencari-cari Artha di kamar mandi, tetapi tidak ketemu juga. Padahal tadi mamanya mengatakan kalau Artha sudah berada di kamarnya. Mata melihat ke arah balkon. Pintu balkon terbuka sedikit. Nova melangkah ke sana secara hati-hati. Bibirnya terus menerus memanggil nama Artha.

“Lepasin, nggak!” Naira makin gugup. Dipepet gini rasanya jadi panas dingin. Artha makin berani lama-lama.

“Enggak! Bayar hutang lo dulu!”

Naira menghela napas panjang.

“Ciuman bukan buat main-main, Ta!”

“Memang kenapa? Nggak dosa juga, kan? Buruan kali, Nai!”

Naira mendorong Artha, membuat lelaki itu mundur beberapa langkah.

“Gue nggak mau sembarangan ciuman, Artha! Gue... takut.”

“Takut apa? Hamil?” Artha terkekeh setelah mengatakannya.

“Gue takut... suka sama lo!” Akhirnya kalimat itu terucap dari bibir Naira. Dia sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengakui. Mau mengelak, tetapi rasanya susah. Apalagi akhir-akhir ini sikap Artha terlalu baik padanya. Dan walaupun hanya sebatas pegangan tangan, keduanya sering melakukan kontak fisik. Jelas saja Naira lama-lama baper.

“Emang apa salahnya suka sama suami sendiri?”

“Apa?” Tunggu-tunggu! Naira tidak salah denger, kan?

“Tapi... lo bilang ....”

“Nggak boleh baper?” sahut Artha.

Naira mengangguk yakin. Jelas sebelumnya Artha mengatakan kepada Naira kalau tidak boleh baper dengan hubungan yang hanya sebatas status ini. Dan sekarang Artha malah meminta kontak fisik yang membuatnya kesulitan untuk menahan hati.

“Kalau gue suka sama lo, gimana?”

“Apa? ”

“Gue suka sama lo, Nai. Gue suka sama lo!” Artha mengulang kalimatnya sampai dua kali.

“Sebagai...?”

Naira tidak mau salah sangka. Perkataan Artha terkadang menyesatkan. Sekaran bilang begini, nggak tahunya hanya sebagai teman. Naira yang rugi, dong, udah telanjur mau dicium dan dipeluk-peluk.

Tepat saat Nova menjejakkan kaki pada balkon kamar Artha, tubuh Naira digeser lelaki itu lebih ke dalam, menyembunyikan dua tubuh ke dinding pembatas. Belum sempat pertanyaan Naira terjawab, Artha menempelkan bibirnya pada bibir Naira. Mata bulat melebar, tak menyangka akhirnya Artha yang memulai. Padahal dia belum memberi jawaban saat lelai itu memberinya pilihan.

“Kak Artha!” Suara Nova berada di balik dinding yang mana Naira dan Artha sedang berciuman.

“Ih, ceroboh banget. Pintu balkon nggak dikunciin.”

Nova mengarahkan pandangan ke arah samping, di mana balkon Naira berada. Ada hal yang membuatnya penasaran. Ya, ada bayangan aneh yang berada di balkon itu. Seperti bayangan orang dewasa yang berdiri di sana.

Mata kecilnya membulat, sedikit menelan ludah. Dia memberanikan diri untuk mengintip bayangan siapa itu.

Jantung Naira berdetak kencang. Artha tak kunjung melepaskan bibirnya. Lelaki itu melewatkan empat detik setengah yang dijanjikan. Ini bukan empat detik lagi, tetapi bermenit-menit. Bukan hanya karena ciuman itu yang membuat detak jantung Naira berpacu lebih cepat, melainkan pada bayangan Nova yang semakin mendekat.

“Ta!” Naira berbisik lirih.

“Sttttt, diam!” Artha masih berada di sana, melupakan empat setengah detik itu. Tangan melingkar pada punggung Naira, merapatkan diri.

Nova mengernyit, semakin penasaran akan bayangan aneh itu.

"Siapa di sana?" teriak Nova sembari mencondongkan wajah ke arah balkon Naira.

1
𝐍𝐮𝐫𝐖𝐢𝐧𝐀𝐫
👍👍👍👍👍
Indriani Kartini
keputusan yg tepat
karina
gila Fadil.. musnakan ajah cwo begitu.
Ff Gembel
lanjut
rill store
lanjut thor
zuleyka
up lgi thorrr
syifa
pengen jadi naira, direbutin para cwok kaya
syifa
ksihan bngt artha
Anonymous
up trus thor
Syahril Akbar
gk sabaran kelanjutannya seperti apa/Determined//Determined/
Syahril Akbar
semangat up nya thor
Syahril Akbar
lanjut thor suka banget
Syahril Akbar
up lagi dong Thor
Anonymous
bagus banget ceritanya
yingbidew
buruann thor update gk sabar
yingbidew
up terus
yingbidew
bagus banget alurnya, pengen cepat-cepat tau akhir critanya
yingbidew
makin penasarannn
yingbidew
upp trus thor
Indriani Kartini
bagus suka banget, bacanya sampai tegang bngt thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!