Charlotte Hasana, wanita cantik dengan tubuh perawakan mungil, ramping dan cantik. Ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang begitu materialistis. Ibu Tiri Charlotte berencana menikahkan dirinya kepada laki-laki tua kaya raya namun seorang Gay. Charlotte menentang keras keinginan Ibu tirinya. Karena itu, Charlotte berencana kabur dengan dandanan berbeda dari biasanya. Dia memoles wajahnya begitu jelek.
Namun ketika dirinya kabur, dia bertemu dengan laki-laki yang mengancam hidupnya. Hingga karena suatu alasan, Charlotte terpaksa melakukan hubungan satu malam dengan laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nanayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Xavier turun kebawah menuju ruang kerjanya setelah meninggalkan Charlotte dikamar. Ruang kerja Xavier yang terletak dilantai bawah. Dekat dengan ruang perpustakaan pribadi miliknya. Laki-laki itu masuk kedalam ruangan yang berpintu kayu. Didalam, Dean dan William sudah menunggu. Xavier duduk di kursi kerjanya. Menegakkan tubuhnya dengan kedua tangan bertautan. Menatap dua orang didepannya.
“Tuan Muda. Tolong maafkan kebodohan saya. Beri saya kesempatan untuk menebus semua kesalahan saya.” Pinta William penuh permohonan. Tubuhnya lemas terduduk dilantai dengan kepala menunduk. Benar-benar menyesali kesalahannya.
“Dimana pria itu?”
Kali ini Dean menjawab. “Tuan Fredy sudah kembali ke rumahnya, Tuan Muda. Ayah laki-laki itu kecewa kepadanya dan meminta bertemu dengan Anda untuk meminta maaf secara langsung. Sedangkan keluarga Nona Charlotte belum mengetahui tindakan Tuan Fredy. Saya pikir, masalah itu akan semakin besar, mengingat dia akan menikah dengan adik Nona, jika sampai mereka tahu.”
“Hmm, tidak ada gunanya menyembunyikan bangkai busuk.” Balas Xavier menepiskan senyum smirk.
“Will.” Panggil Xavier. Laki-laki yang dipanggil Xavier langsung mendongak seraya membalas cepat.
“Ya Tuan Muda.” Jawab William.
“Apa kau masih ingin bekerja denganku?” tanya Xavier, melontarkan tatapan datar.
“Iya Tuan Muda. Apapun itu saya akan lakukan.” Jawab William yakin.
“Kesalahanmu sudah kumaafkan. Sekarang kau bisa keluar. Tunggu tugas baru dariku.” Ucap Xavier, seolah tak pernah menganggap kesalahan apapun dari bodyguard calon istrinya itu.
“Te-terima kasih Tuan Muda! Terima kasih atas kebaikan Anda!!” teriak William senang. Wajah murungnya kini berubah bersemangat. Laki-laki itu berdiri dan berulangkali membungkuk hormat pada Xavier. Setelahnya, tubuh William sudah hilang dari balik pintu.
Xavier kembali berbicara serius dengan Dean. “Aku tidak bisa mempercayakan wanita itu pada siapapun.”
“Tuan, tolong maafkan saya. Ini semua terjadi karena kesalahan saya.” Dean tampak menyesal.
“Kau tidak salah. Seharusnya aku lebih berhati-hati. Apa yang dia lakukan, aku masih bisa menahan diri selama ini.”
“Tapi apa yang terjadi hari ini, sudah tidak bisa kutolerir lagi. Dia pergi dengan laki-laki lain dan bercinta dengannya. Jika Kakek tahu, apa yang akan kulakukan?” Xavier menunduk bersamaan dengan tarikan nafas berat.
“Tuan, tolong salahkan saya saja. Saya tidak becus menjaga Nona dengan baik. Saya pantas dihukum.” Ujar Dean.
Hening sejenak suasana di ruangan itu. Dean menunduk merasa bersalah, karena membuat Tuan Mudanya dalam kondisi sulit seperti ini. Dean tahu, Tuan Muda Xavier sangat menghormati Kakek lebih dari apapun. Disisi lain, Tuan Mudanya harus menerima pernikahan yang juga bukan atas keinginannya sendiri. Jika diteruskan Nona Charlotte tetap akan memberontak.
“Tuan.”
“Hmm?”
Xavier masih menunduk, entah apa yang sedang laki-laki itu pikirkan saat ini.
“Saya punya cara agar semua berjalan sesuai keinginan Anda. Maukah Tuan mendengarkan saya?”
Xavier mendongak, menatap penuh pada Dean. Kedua alisnya saling bertautan. “Apa itu?”
Dean perlahan mendekat, hingga keduanya berbicara dengan cukup serius.
^
“Kenapa dia lama sekali? Apa yang sebenarnya terjadi dibawah?”
Charlotte uring-uringan di dalam kamar Xavier. Mondar-mandir tak jelas seraya menggigit kuku-kukunya. Isi pikiran Charlotte sudah tak terkontrol. Yang ada dalam otaknya hanya dipenuhi dengan hukuman apa yang kini tengah menantinya. Apa laki-laki kejam itu akan membunuhnya? Ah, memikirkan hal mengerikan itu Cherlotte merasa lemas. Dan juga, apa yang terjadi pada Fredy? Diponselnya tidak ada pesan masuk dari laki-laki itu. Apa mungkin, Xavier telah melenyapkannya? Arghh! Jika saja dirinya bisa berpikir pintar, dia tidak akan menerima tawaran Fredy untuk kabur. Terbesit rasa kasihan pada mantan kekasihnya itu.
Kini, yang bisa dilakukan Charlotte hanya menunggu. Menunggu hal yang bahkan setiap detiknya mampu menciutkan nyalinya. Dia tak ingin membantah Xavier lagi. Kabur dari pria itu benar-benar menakutkan. William saja sampai babak belur seperti itu! Lalu bagaimana dengan nasibnya? Apa yang harus dia lakukan agar bisa menenangkan hati pria itu.
Tak berselang lama, Xavier masuk kedalam kamar. Charlotte terperajat dari duduknya dan refleks memundurkan tubuhnya. Menunduk dengan tangan gemetar. Peluh keringat berkucur jatuh kebawah. Dia kebingungan apa yang harus dilakukan agar Xavier tidak marah.
“Mandilah.” Xavier berjalan tanpa memandang Charlotte.
“U-untuk apa?” Mata Charlotte bergerak mengikuti langkah laki-laki itu pergi.
“Tidak perlu bertanya.” Jawab Xavier datar.
“Ta-tapi aku mau ke kamarku saja. A-aku akan m-mandi disa-“
“Mau membantah lagi?”
Ucapan dingin Xavier langsung kena otak Charlotte agar tak lagi membangkangnya. Mata tajam Xavier melirik dingin padanya agar mematuhi perintah. Dengan tubuh gemetar dan terpaksa, Charlotte berjalan menuju kamar mandi. Bibirnya tak henti berdoa agar Xavier tidak marah kepadanya. Dia masuk kedalam.
Charlotte melihat sekeliling kamar mandi itu. Penampakan ruangan itu sama rapinya dengan isi kamar Xavier. Hanya ada beberapa peralatan untuk mandi seperti Bathup ukuran besar, shower di sisi kanannya dan juga beberapa produk mandi tertata rapi disamping wastafel berbentuk memanjang. Simple, namun mewah. Aroma tubuh Xavier menguar disana. Melingkupi dada Charlotte yang bergetar. Entah kenapa, Charlotte merasa nyaman.
Dirinya menonyor-nonyor kepalanya sendiri karena berharap Xavier adalah seorang laki-laki yang lembut. Seperti aroma tubuhnya. Tapi mimpi itu seolah bagaikan jarum kecil yang menusuk jantungnya. Charlotte tak bisa hidup diatas kekangan laki-laki itu.
Charlotte mengusap air matanya dan mulai menanggalkan semua pakaian yang melekat ditubuhnya. Masuk kedalam bathup yang sudah terisi air hangat.
^
“Ah, bodoh. Kenapa jadi basah begini?” gerutu Charlotte ketika selesai membersihkan diri dan melihat pakaiannya tergeletak mengenaskan dilantai kamar mandi. Seharusnya dia lebih berhati-hati. Kebiasaannya untuk memperhatikan hal sekecil itu bisa menjadi masalah untuknya. Lalu, sekarang apa yang harus dirinya pakai? Ini bukan kamarnya, tapi kamar pria kejam si Xavier itu! Bagaimana dia bisa keluar sekarang? Pikiran itu memenuhi otaknya.
Ceklek..
Charlotte sedikit membuka pintunya dengan kepalanya melongok keluar kamar mandi, berusaha melihat keberadaan pria itu disana. Sepi. Tak terlihat tanda-tanda seseorang dikamar itu. Kemana perginya Xavier? Dengan pikiran bingung karena tidak ada pakaian yang harus dipakainya, Charlotte terpaksa keluar. Tubuhnya terbelit handuk putih karena pakaiannya kotornya sudah basah terkena air. Hal yang ada dipikirannya hanya satu yaitu mencari pakaian apapun yang ada disana.
“Xa-Xavi?” panggilnya sepelan mungkin, mencoba memastikan jika pria itu tidak ada disana.
Sudut bibir Charlotte terangkat keatas, saat tak mendengar balasan apapun. Huft, dia menghela nafas, lega. Charlotte berniat mencari pakaian Xavier di lemari didekatnya, membuka satu pintu…
“Kau mau apa?” Entah datang darimana, suara dingin laki-laki itu langsung menghentikan aksinya. Charlotte berbalik dengan perlahan. Tubuhnya mematung seketika ketika mendapati Xavier berdiri didepannya dengan tangan dimasukkan disaku celana laki-laki itu, memandanginya dengan tatapan tajam menusuk.
“A-aku m-mau ambil b-baju..” jawabnya tergagap.
“Kau mau mencuri?” Xavier memiringkan kepalanya seolah mengintimidasi.
“T-tidak! Aku tidak mencuri! A-aku hanya butuh pakaian ganti. P-punyaku basah.” Suara Charlotte bergetar dengan sangat jelas. Kembali menunduk dan memegang erat handuk yang dipakainya. “Xa-Xavi, Bi-bisa minta tolong ambilkan pakaianku dika-“
“Tidak perlu.”
Nb : Bab selanjutnya agak nanas ya... harap diskip yang belum berumur 18 tahun....^_^