zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
"Kalo lo masih kepikiran albian terus, harusnya tadi lo izin aja gak masuk hari ini, zia," sungut Adeline sambil mengerucutkan bibirnya.
Ziara menoleh cepat menatap sahabatnya yang nampak uring-uringan. "Kan niatnya emang gak masuk kuliah dulu hari ini. Tapi Mama minta aku masuk kuliah aja biar Bi Asih yang jagain albian di rumah," balasnya.
eline berdecak sebal. "Ngapain juga lo nurut sama Mama mertua lo kalo sekarang lo gak bisa fokus kuliah. Mending nungguin suami tercinta lo itu sampe sembuh di rumah."
"Kamu kok marah, lin?" tanya ziara heran.
"Gak. Gue gak marah kok. Emosi dikit doang sama orang yang lagi kasmaran," jawab eline dengan helaan napas kasar. "Gue sekarang nyesel karena jadi orang pertama yang tau soal pernikahan lo. Lo jadi blak-blakan lebay nya mikirin albian."
"Emangnya aku lebay di bagian mananya? Aku perasaan biasa aja deh, lin. Aku cemas sama dia kan wajar. Masalahnya dia lagi gak enak badan," balas ziara. "Ngomong-ngomong, kamu bukan orang pertama yang tau soal pernikahan aku sama albian."
eline menoleh cepat ke arah ziara dengan kening yang berkerut. "Terus yang pertama siapa dong?" tanya eline tak terima karena bukan orang pertama yang tahu.
"Brigita. Dia udah tau lebih dulu. Bahkan sebelum aku sama albian resmi menikah," jawab ziara yang berhasil membuat eline berteriak heboh.
"Omegat... Omegat! Ternyata si lampir itu tau lebih dulu? Pantesan dia tantrum terus tiap ketemu sama lo, zia." eline menaikan kecepatan mobilnya. "Lain kali lo jangan cuma diem aja kalo Brigita gangguin lo lagi. Lawan dia, zia! Jangan biarin lo ditindas padahal lo gak bersalah!" ucapnya menggebu-gebu.
***
Baru dibicarakan saat dalam perjalanan menuju kampus, ziara yang baru sampai di area parkiran fakultas sudah dihadang oleh brigita and the geng.
Ketiga gadis dengan rambut yang diwarna itu berjalan menghampiri ziara sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan tajam.
"Ngapain trio lampir ke sini? Kayaknya mulai tantrum lagi si Brigita," bisik Adeline yang berdiri tepat di samping ziara.
"Kita liat aja dia mau apa, lin. Aku juga penasaran," balas ziara yang seketika teringat dengan noda lipstik di leher albian, juga semua cerita albian soal kejadian di rumah Brigita.
Brigita berdiri tepat di hadapan ziara, kali ini sambil berkacak pinggang. Gadis itu menunjuk wajah ziara yang tertutup cadar.
"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?" tanya Brigita merasa risih dengan tatapan tajam ziara padanya.
"Kenapa emangnya? Kamu kan berdiri di depanku, wajar kalo aku ngeliatin kamu," jawab ziara dengan suara lembutnya.
"Sial! Mulai berani ternyata lo sama gue ya." Brigita semakin mendekati ziara dan mendekat di telinganya. "Lo gak penasaran ya sama kejadian di rumah gue kemarin? Albian ternyata hebat banget di atas ranjang."
Ziara mengambil napas dalam dan membuangnya perlahan. Dadanya naik turun menahan emosi yang bergejolak. Gadis itu yakin kalau ucapan Brigita barusan hanya untuk membuatnya kesal.
"Yakin? Bukannya kamu ditolak ya?" tanya ziara. "Harusnya sebagai perempuan kamu punya harga diri sedikit, Git. Udah berniat ngasih gratisan, malah ditolak mentah-mentah. Apa gak malu?"
“Lo bilang apa tadi? Gue gak punya harga diri? Berani banget lo sama gue!” Brigita menatap tajam ziara dengan kedua tangan yang terkepal kuat.
“Kenapa aku harus gak berani sama kamu? Aku Cuma takut sama Allah. Kamu dan aku, kita berdua sama-sama makhluk Allah. Jadi, gak ada alasan buatku untuk takut sama kamu, Gita,” balas ziara dengan tatapan tak kalah tajamnya. Nampaknya kali ini ia tak mau mengalah dari Brigita yang terus menerus mengusiknya.
Erlina yang berdiri di samping kanan Brigita mulai mengompori. Gadis dengan rambut pirang itu mendekati Brigita dan berbisik di telinganya. “Hajar aja, Git. Masa lo kalah sama dia. Udah mau ngelawan tuh. Jangan dibiarin!”
Sorot mata Brigita semakin menajam. Dadanya naik turun menahan amarah yang sudah bergejolak sampai ke ubun-ubun.
"Gue akan ngomong sekali aja sama lo. Lo dengerin ini baik-baik karena gue gak akan ulangi lagi."
"Jauhi albian! Lo gak pantes sama dia. Harusnya lo tau diri dong jadi orang! Lo sama Alzian itu gak selevel. Paham lo?!"
Brigita melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapan ziara yang tanpa rasa takut itu begitu mengusiknya.
Ziara tersenyum di balik cadarnya. Lalu kepalanya menggeleng pelan sebagai jawaban. "Maaf ya, Git. Bukannya aku mau menghina ciptaan Tuhan. Tapi, sungguh kamu sebagai manusia terlalu angkuh sampai kamu lupa kalo yang seharusnya menjauhi albian itu bukan aku, tapi kamu!"
"Rasanya aku gak perlu menjelaskan alasannya di sini. Aku yakin kalo kamu tau jawabannya sendiri, kenapa harus kamu yang menjauh dari albian, bukannya aku. Jadi, berhenti mempermalukan diri kamu sendiri seperti ini, Gita. Albian aja udah terang-terangan menolak kamu meski susah payah kamu goda dia dengan merendahkan diri kamu sendiri di depannya," sambung ziara.
eline bersorak heboh mendengar ucapan ziara yang begitu berani itu. Gadis itu puas melihat sahabatnya yang akhirnya bersedia melawan Brigita.
"Ayo, zia! Gue dukung lo. Lo emang yang lebih berhak sama albian dan juga udah hal-" eline membekap mulutnya dengan kedua tangan karena hampir saja keceplosan di depan Erlina dan Felicia yang belum tahu apa-ара.
Dua sahabat Brigita itu saling pandang. Mereka jadi penasaran mendengar Adeline berucap demikian. Padahal setahu mereka ziara bukan gadis yang bersedia berpacaran.
"Ini maksudnya apa sih? Kenapa si Adel bilang kalo zia yang lebih berhak? Emangnya dia siapa? Bukannya lo temennya albian dari SMA ya, Git?" tanya Felicia penasaran.
"Masa sih ziara mau pacaran? Muna banget sih kalo bener. Keliatannya aja cewek alim. Ternyata gak jauh beda sama kita-kita." Erlina menatap remeh ziara yang berdiri tak jauh darinya. "Kok lo diem aja sih, Git? Apa gue yang perlu bertindak duluan? Lagian lagi sepi nih," sambung Erlina sembari mencolek bahu Brigita.
Detik selanjutnya, tangan Brigita sudah terangkat ke atas dan siap dihempaskan ke arah ziara. Tapi, sebelum mendarat di pipinya, ziara lebih dulu mencengkeram pergelangan tangan Brigita dengan erat. Bahkan Brigita sampai kesulitan melepaskan tangannya dari ziara saking kuatnya gadis itu mencengkeramnya.
"Aku gak akan biarkan kamu nampar aku Gita. Selama ini aku selalu berusaha sabar sama kamu. Tapi, kamu makin lama makin keterlaluan," ucap ziara penuh penekanan. Gadis itu mendekat ke samping telinga Brigita. "Bisa-bisanya kamu mau nampar aku. Harusnya aku yang nampar kamu, karena udah berani godain suamiku," bisiknya.
Tangan Brigita dihempaskan kasar oleh ziara membuat gadis berambut sebahu itu meringis kesakitan.