NovelToon NovelToon
Palasik Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Palasik Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / Hantu / Tumbal
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

Sebuah dusun tua di Sumatra Barat menyimpan kutukan lama: Palasik, makhluk mengerikan berupa kepala tanpa tubuh dengan usus menjuntai, yang hanya muncul di malam hari untuk menyerap darah bayi dan memakan janin dalam kandungan. Kutukan ini ternyata bukan hanya legenda, dan seseorang harus menyelami masa lalu berdarah keluarganya untuk menghentikan siklus teror yang telah berumur ratusan tahun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 – Jejak di Bawah Jembatan Tua

Palasik: Hantu Kepala Tanpa Tubuh

Hari masih pagi ketika kabut tipis mengambang di atas sungai kecil yang membelah Kampuang Binuang. Di sebelah barat kampung, sebuah jembatan kayu tua membentang di atas sungai itu. Jembatan itu sudah jarang dilewati karena ada jalan baru, tapi warga tua tahu, di bawah jembatan itu pernah ditemukan benda-benda aneh yang dipercaya berhubungan dengan praktik ilmu hitam.

Bahri berdiri di tepi sungai, menatap jembatan dengan sorot mata penuh kehati-hatian. Di sampingnya, Reno, Ajo, Ucup, dan Marni bersiap. Mereka membawa peralatan sederhana: senter, tali, sesajen kecil, dan sehelai kain putih.

“Menurut keterangan Pak Kamil,” ujar Bahri pelan, “waktu beliau masih muda, ia pernah melihat seseorang membuang bungkusan ke sungai di malam Jumat. Dan sejak itu, jembatan ini selalu terdengar suara tangis kalau malam.”

Ucup menatap ke bawah. “Airnya nggak dalam, tapi keruh sekali. Seperti ada yang disembunyikan di dasar sungai.”

Marni mengangguk. “Air yang keruh biasanya bukan cuma karena lumpur. Tapi karena sesuatu yang belum diterima bumi.”

Ajo membuka tali yang dibawanya. “Kalau begitu, kita turun satu-satu. Aku duluan. Reno nyusul, Ucup bantu dari atas.”

Langkah Ajo menuruni tebing sungai cukup hati-hati. Ia mencari pijakan yang kokoh, karena tanah di sisi sungai licin dan banyak akar pohon menjuntai. Saat sampai di bawah jembatan, ia menyorotkan senter ke arah dasar. Tampak beberapa batu besar, dan di antaranya, seonggok benda tertutup lumpur.

“Ada sesuatu di sini!” teriaknya pelan ke atas.

Reno menyusul turun, membawa alat penggali sederhana. Bersama Ajo, ia perlahan mengikis lumpur di atas benda itu. Perlahan-lahan, terlihat bentuk sebuah bungkusan yang dililit dengan kain abu-abu.

“Ini... dibungkus rapi,” ujar Reno, suaranya pelan.

“Jangan buka sembarangan,” sahut Marni dari atas. “Angkat dulu. Kita bersihkan di tempat aman.”

Mereka menaikkan bungkusan itu ke atas, dibantu Ucup dan Bahri. Setelah semua kembali ke atas, mereka membentangkan kain putih dan menaruh bungkusan di atasnya.

Marni menyentuh permukaan kain abu-abu. “Ini bukan kain biasa. Ditenun pakai benang khusus. Ada bekas minyak cendana. Biasanya digunakan dalam ritual pengalihan jiwa.”

Ucup melongo. “Ng... pengalihan jiwa? Maksudnya gimana?”

Marni menjelaskan, “Kalau seseorang ingin memperpanjang umur atau memindahkan penyakit, kadang mereka pakai media ini. Jiwa atau penderitaan seseorang dipindahkan ke wadah, lalu dibuang.”

Bahri mengangguk. “Berarti ini bukan sekadar buangan. Tapi sisa dari perbuatan besar.”

Perlahan, mereka membuka bungkusan itu. Di dalamnya terdapat boneka kecil dari kayu, sehelai rambut manusia, dan secarik kertas lusuh bertuliskan huruf yang nyaris tak terbaca.

Reno membaca perlahan, “Namanya... Nurmala. Umur tujuh tahun. Diberikan pada malam Jumat Kliwon, tahun 1991.”

Semua terdiam.

Ajo berkata pelan, “Kalau dihitung, sekarang berarti dia... sudah dewasa. Tapi kenapa namanya masih di sini?”

Bahri berkata, “Bisa jadi tubuhnya masih hidup, tapi jiwanya dipasung. Atau sebaliknya.”

Malam harinya, mereka berkumpul di rumah Bahri. Marni menyiapkan wadah dari tanah liat, lalu meletakkan benda-benda dari bungkusan ke dalamnya.

“Kita akan bakar ini, tapi dengan doa yang tepat. Biar jiwa yang terikat bisa kembali.”

Ucup mengangguk pelan. “Kalau setelah ini ada yang muncul... kita siap?”

Bahri tersenyum tipis. “Kita nggak pernah benar-benar siap. Tapi kita bisa niatkan yang baik.”

Doa mulai dibaca. Marni memimpin, diikuti Bahri. Ajo dan Reno mengelilingi mereka dengan lilin kecil. Ketika api mulai membakar benda-benda itu, terdengar suara gemerisik dari luar rumah.

Ucup menoleh cepat. “Itu... suara kain digesek?”

Dari balik jendela, tampak bayangan anak kecil berdiri. Tubuhnya kurus, rambut panjang menutupi wajah. Ia tidak bergerak.

“Jangan lihat langsung matanya!” seru Marni.

Tapi bayangan itu hanya diam. Lalu terdengar suara pelan:

“Namaku Nurmala. Terima kasih. Aku mau pulang.”

Bayangan itu menghilang seperti asap. Angin bertiup pelan, dan semua lilin padam bersamaan.

Setelah kejadian itu, jembatan tua tak lagi menakutkan. Warga mulai lewat lagi, bahkan ada yang memancing di bawahnya.

Namun Bahri masih menyimpan bungkusan kain abu-abu yang tersisa. Ia tahu... Palasik belum selesai. Dan satu demi satu, jejaknya akan terus muncul.

Hari itu, suasana kampung diguyur hujan rintik sejak pagi. Aroma tanah basah memenuhi udara, dan kabut tipis menggantung rendah di antara batang-batang bambu yang berjajar rapi di sisi jalan menuju rumah tua milik Bendi, seorang lelaki paruh baya yang dikenal pendiam dan tak banyak bicara dengan warga.

Bahri duduk di beranda rumahnya sambil memandangi langit yang kelabu. Ia memutar-mutar cangkir teh di tangannya, pikirannya masih tertinggal pada peristiwa di bawah jembatan kemarin.

“Bah,” suara Ucup memecah keheningan. Ia datang bersama Ajo dan Reno.

“Eh, kalian cepat datang. Masuklah,” sahut Bahri sambil berdiri menyambut.

Mereka bertiga masuk dan langsung duduk di ruang tengah. Tak lama, Marni pun datang membawa bungkusan kecil.

“Dengar-dengar, rumah si Bendi dulunya tempat penyimpanan barang-barang pusaka,” ujar Marni sambil membuka bungkusan berisi buku tua.

Reno mengangguk. “Kakekku pernah cerita, di zaman Belanda rumah itu dijadikan tempat nyimpan benda bertuah. Tapi setelah peristiwa kebakaran besar di tahun ‘87, rumah itu kosong bertahun-tahun.”

Ucup yang dari tadi sibuk menyuap gorengan berkata, “Sekarang rumah itu ditinggalin Bendi sendirian. Katanya dia nggak pernah mau nikah.”

Ajo menimpali, “Aku pernah dengar desas-desus, katanya dia dulu punya adik perempuan, tapi hilang saat kecil. Sejak itu dia berubah.”

Bahri menatap mereka satu per satu. “Kalau benar begitu, kita perlu cari tahu. Karena beberapa malam terakhir, ada warga yang dengar suara anak-anak menangis dari arah rumahnya.”

Sore itu, mereka berlima berjalan menuju rumah Bendi. Hujan sudah reda, tapi jalan masih becek. Rumah Bendi berdiri di tengah kebun bambu, dengan cat yang mengelupas dan atap yang sebagian bocor.

Mereka mengetuk pintu. Beberapa detik kemudian, pintu dibuka oleh Bendi. Ia berdiri di ambang pintu, sorot matanya dalam.

“Maaf, kami tidak ingin mengganggu. Tapi kami mau bicara sebentar, kalau boleh,” ujar Bahri sopan.

Bendi hanya mengangguk dan membiarkan mereka masuk. Suasana dalam rumah lembap, dengan bau kayu tua dan sedikit aroma kapur barus.

“Pak Bendi,” mulai Marni, “kami dengar suara dari rumah ini. Tangisan. Mungkin bapak juga dengar?”

Bendi duduk pelan di kursi kayu. “Aku dengar... hampir setiap malam. Kadang di dapur, kadang di kolong tempat tidur.”

Reno bertanya, “Apakah itu... suara yang pernah bapak kenal?”

Bendi terdiam. Lalu berkata, “Suara itu mirip adik perempuanku. Namanya Ranti. Ia hilang waktu usianya lima tahun. Kami main di kebun, lalu aku tinggal sebentar... dia menghilang.”

Ucup berbisik ke Ajo, “Serem banget, Jo. Lima tahun, lho. Mana bisa ngilang gitu aja?”

Ajo menjawab pelan, “Kalau memang Palasik ambil, bisa jadi tubuhnya ada, tapi jiwanya yang terperangkap.”

Bahri mengeluarkan cermin kecil dan meletakkannya di lantai. Marni membakar dupa dan mulai membaca doa.

Tiba-tiba, dari arah dapur terdengar suara.

“Abang... aku takut...”

Bendi tersentak. “Itu... itu suara Ranti!”

Bayangan kecil muncul di pojok ruangan. Seorang anak perempuan berdiri, tubuhnya sedikit transparan, rambutnya panjang menutupi mata.

“Abang... kau tinggal aku... aku menunggu... di kebun bambu...”

Air mata Bendi jatuh. “Maafkan abangmu, Ranti. Abang tak tahu kau masih di sini.”

Marni mendekat, mengangkat kain putih dan mengajak bayangan itu mendekat. Ia menyentuh pundak kecil itu dengan lembut.

“Jika kau Ranti, dan ingin pulang, ikuti cahaya ini. Abangmu menunggu, dan doanya sudah cukup kuat untuk melepaskanmu.”

Bayangan itu menoleh, wajahnya tampak tenang. Ia perlahan memudar, meninggalkan aroma bunga sedap malam.

Setelah kejadian itu, Bendi berubah. Ia lebih sering keluar rumah, mulai berbaur dengan warga, dan bahkan ikut membantu bersih-bersih di surau.

“Terima kasih kalian semua,” ujarnya pada Bahri dan kawan-kawan. “Aku merasa lebih ringan. Sudah puluhan tahun rasa bersalah ini kupikul.”

Bahri menepuk bahunya. “Kadang yang kita perlukan cuma keberanian untuk menoleh ke belakang.”

Ucup menimpali, “Dan jangan lupa, gorengan juga bisa bantu pemulihan. Nih, aku bawain pastel isi bihun.”

Mereka semua tertawa. Hari itu, langit Kampuang Binuang lebih cerah dari biasanya. Tapi di balik senyum dan kelegaan, Bahri tahu... masih banyak jiwa lain yang menunggu untuk diceritakan.

1
Hesti Bahariawati
tegang
Yuli a
mereka ini bercandaan mulu ih...

biar nggak tegang kali ya... kan bahaya...😂😂
Yuli a
ada ya.... club anti miskin.... jadi pingin ikutan deh...🤭🤭
Yuli a
mampir kesini rekom KK @Siti H katanya penulisannya tertata rapi dan baik...
semangat Thor... semoga sukse...
Siti H
Semoga Sukses Thor. penulisanmu cukup baik dan tatabahasa yang indah.
Yuli a: atau karma ajian jaran goyang sih...🤔
Siti H: tapi sekilas doang... cuma jadi Pemeran viguran, klau gak salah di gasiang tengkorak🤣
total 5 replies
Siti Yatmi
ajo JD bikin suasana ga seremmm
Siti Yatmi
wk2 ajo ada2 aja...org lg tegang juga
Siti Yatmi
ih....takut....
Yuli a: ih... takut apa...?
total 1 replies
Siti Yatmi
baru mulai baca eh, udah serem aja..wk2
Yuli a: 👻👻👻👻👻👻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!