NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Terpaksa Menikahi Suami Cacat
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Alizar

"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34

Melody berdiri dengan rambutnya yang tergerai ditiup angin sore yang lembut. Risa, sahabatnya, terus menceracau tentang betapa sulitnya ujian statistik yang baru saja mereka jalani, membuat Melody hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala seraya sesekali tertawa kecil. Tiba-tiba, suara klakson menginterupsi obrolan mereka. Taksi yang Risa pesan telah tiba. Dengan cepat, Risa memeluk Melody, berterima kasih atas teman ngobrol yang baik, dan berlari kecil menuju taksi.

Melody tersenyum melihat kepergian Risa, tapi senyum itu perlahan memudar saat ia menyadari dirinya kini sendiri di depan gerbang kampus yang mulai sepi. Beberapa menit berlalu dalam kesendirian, hingga sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di depannya. Jendela mobil perlahan terbuka, mengungkapkan seorang pria paruh baya dengan kacamata hitam dan jas rapi.

"Sore, Nona Melody. Saya disuruh Pak Arkan untuk menjemput Anda," ucap pria itu dengan suara yang halus namun terdengar tegas.

Melody mengerutkan kening, hatinya terpicu. Namun, melihat senyum ramah yang dipancarkan pria itu dan ingat bahwa Arkan adalah suami yang penuh kesibukan, rasa curiganya perlahan pudar. Ia mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa ia bersedia untuk mengikuti. "Baiklah, tidak masalah. Ayo buruan pulang, saya sudah sangat mengantuk." Ujarnya dan dengan cepat Pria itu keluar dari mobil, membukakan pintu bagi Melody dengan sopan. Dengan napas yang ditarik dalam, Melody melangkah, memasuki mobil itu, membiarkan pintu kampus yang sepi terkunci di belakangnya saat mobil itu melaju perlahan meninggalkan kampus.

Melody, terbungkus dalam gaun berenda abu-abu muda, duduk dengan tenang di kursi belakang mobil yang menggelap. Pria yang mengendarainya, mengenakan kacamata hitam dan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya, sesekali memperhatikan Melody melalui kaca spion. Di telinga Melody, musik mengalun lembut dari headset yang ia kenakan, melantunkan lagu-lagu yang membuat pikirannya melayang jauh. Angin lembut yang menerpa wajahnya dari jendela yang sedikit terbuka menambah kenyamanan, dan tanpa sadar, rasa kantuk perlahan menyelimutinya.

Sementara itu, sang supir, yang sesungguhnya adalah penculik yang disewa, tidak bisa menyembunyikan senyum liciknya. Dia tahu bahwa semakin lama Melody tertidur, semakin mudah baginya untuk membawa gadis itu ke tempat tujuan tanpa perlawanan. Supir itu memandangi Melody yang kini tertidur pulas, rambutnya yang panjang tergerai rapi, dan wajah damainya yang tidak menunjukkan tanda-tanda kecurigaan. Dalam hati kecilnya, dia merasa puas karena rencana ini berjalan lancar sesuai dengan apa yang telah diatur oleh majikannya yang memiliki dendam pribadi terhadap Melody.

***

Suar ketukan pintu yang keras membuat Arkan, yang sedang asyik berlatih di ruang gym, terhenti. Keringat masih bercucuran di wajahnya saat ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Di hadapan pintu, berdiri Fajar dengan ekspresi serius. "Ada apa, Fajar?" tanya Arkan, mengatur napasnya.

Fajar mengangkat jam tangannya, "Sudah waktunya Anda menjemput Ibu Melody di kampus, Pak."ucap Fajar berbicara formal

Arkan langsung menepuk jidatnya, "Aduh, lupa!" serunya. Tanpa berpikir panjang, ia segera berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara itu, Fajar kembali ke garasi untuk mempersiapkan mobil yang akan mereka gunakan.

Air mengalir deras dari shower menghilangkan keringat dan lelah dari tubuh Arkan. Hanya beberapa menit, dia sudah siap, mengenakan kemeja dan celana khaki yang rapi. Dengan langkah cepat, ia berjalan menuju garasi dimana Fajar sudah menunggu di dalam mobil yang mesinnya sudah menyala.

"Sorry karena sudah membuat kau menunggu, Fajar," ucap Arkan sambil memasuki mobil.

"Yayaya sudah biasa bagiku, Arkan. Yang penting kita tidak terlambat menjemput istri kau itu," balas Fajar, memberikan senyum lembut, namun tidak dengan hatinya yang menggerutu. Mobil pun melaju meninggalkan rumah menuju kampus tempat Melody menyelesaikan kelasnya.

Arkan merasakan jantungnya berdetak kencang, kecemasan itu tak henti-hentinya memenuhi pikirannya selama perjalanan. Tangannya yang berkeringat dingin memegang kuat-kuat pada sandaran kursi mobil. Dengan suara yang terdengar bergetar, ia memerintahkan Fajar untuk memacu mobil lebih cepat. Fajar, yang tampak paham akan keadaan teman sekaligus majikannya, hanya mengangguk singkat tanpa sepatah kata pun dan menambah kecepatan mobil.

Ketika mereka tiba di kampus, suasana sepi menyambut mereka. Tak ada satu pun mahasiswa yang terlihat, hanya beberapa satpam yang masih berjaga. Arkan segera keluar dari mobil dan berlari ke arah salah satu satpam.

"Pak, kampus kok sepi? apa seluruh siswa sudah pulang?" tanyanya dengan nafas terengah-engah.

"Maaf, Pak. Kampus sudah tutup beberapa menit yang lalu," jawab satpam itu dengan tenang.

Arkan merasa kepalanya akan meledak. Dengan cepat, ia mengeluarkan ponsel dari saku dan mencoba menghubungi Melody. Namun, layar ponsel hanya menunjukkan panggilan yang tidak dijawab. Beberapa kali ia mencoba, namun hasilnya tetap nihil. Kekhawatiran di wajahnya semakin jelas, tergambar dari cara ia menggigit bibir dan kerutan di dahinya yang semakin dalam. Ia berjalan mondar-mandir di depan gerbang kampus, mencoba merangkai apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Ada dengan mu? Sejak dalam mobil tadi kau terlihat cemas, " Tanya Fajar penasaran

"Kau lihat, kampus ini sepi dan tidak ada siswa lagi disini yang berarti Melody juga nggak ada, " Jelas Arkan menatap Fajar dengan serius

"Lah, aku kira ada apa. Mungkin aja Melody udah pulang duluan karena kau lupa menjemputnya. Aku yakin dia pasti kesal denganmu kawan, kau berjanji untuk menjemputnya tapi kau justru datang terlambat kesini. Aku yakin, ketika dirumah nanti pasti akan ada perang Dunia, "ledek Fajar membuat raut wajahnya Arkan berubah masam

" Ck! Diamlah kau, orang yang belum pernah menikah dilarang bicara! " Balas Arkan membuat Fajar mendatarkan wajahnya

Arkan sendiri memilih mengotak atik po sel miliknya mencoba mencari tau dimana keberadaan Melody, dan setelah diperiksa melalui GPS Melody masih berada di sekitar kampus dan tidak jauh jaraknya dari ia berdiri saat ini. Namun hanya sampai disitu kemudian menghilang tanpa jejak membuat Arkan frustasi

"Fajar tolong cari ahli IT yang bisa melacak keberadaan seseorang, " Perintah Arkan namun Fajar hanya diam saja tapi tetap melakukan perintah dari Arkan

Fajar menatap layar ponsel dengan serius, jari-jarinya dengan cekatan mengetik dan menggeser layar. Konsentrasi penuh terpancar dari matanya yang tidak berkedip. Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, dia akhirnya menghela napas lega dan menyerahkan ponsel tersebut kepada Arkan.

Arkan, yang telah menunggu dengan penuh ketegangan, menerima ponsel itu. Dia memeriksa informasi yang ditemukan Fajar, namun seketika dia menyadari Fajar masih terdiam. Dengan rasa ingin tahu, Arkan bertanya, "Kenapa kau diam, Fajar? Ada masalah?"

Fajar, dengan ekspresi datar, menjawab, "Bukankah tadi kau menyuruhku untuk diam, Arkan?" Arkan terdiam sejenak, kemudian menepuk jidatnya sambil tertawa kecil, menyadari kesalahpahamannya sendiri.

Sambil mengalihkan pandangannya, Arkan bertanya pada satpam yang berjaga di pintu, "Dari jam berapa para siswa pulang pak? " Namun satpam itu hanya diam, tidak memberikan respons apapun. Arkan dan Fajar saling pandang, bingung dengan situasi yang terjadi.

Arkan memicingkan mata, kebingungannya nyata tergambar di wajahnya saat ia mendengar jawaban satpam yang tak terduga tersebut. Sementara itu, Fajar yang berdiri di sampingnya, mengangkat alisnya, sama terkejutnya. Mereka berdua saling bertukar pandang seakan mencari penjelasan atas sikap aneh satpam itu.

"Dari jam berapa para siswa pulang, Pak?" ulang Arkan dengan nada yang lebih lembut, mencoba mengabaikan komentar satpam sebelumnya dan kembali ke pertanyaan awal mereka.

"Kenapa anda malah diam? " Ucap Fajar tidak sabaran

"Eum, maaf. Bukankah tuan itu tadi berkata jika orang yang belum pernah menikah dilarang bicara? Jadi itulah kenapa saya hanya diam saja dari tadi, " Ujar satpam itu menunjuk kearah Arkan sontak hal itu membuat keduanya merasa frustasi karna kesalahpahaman yang sudah terjadi.

Mereka kira hanya mereka saja yang mendengar perkataan itu, namun ternyata satpam itu juga mendengar seluruh perkataan mereka. Melihat wajah mereka yang terlihat gundah satpam itu pun memberanikan diri bersuara.

Satpam itu menarik napas dalam-dalam, kemudian dengan nada yang lebih serius menjawab, "Biasanya sekitar jam tiga sore, Tuan. Maaf atas kebingungan sebelumnya."

Arkan mengangguk, merasa lega akhirnya mendapatkan jawaban yang ia butuhkan. Sambil menepuk bahu Arkan, ia berbisik, "Ayo, kita tunggu di sini sampai mereka keluar." Mereka berdua kemudian menunggu di samping pintu, sambil sesekali melirik satpam itu yang kini kembali ke posisinya, tampak menyesali kebingungannya tadi.

Seketika Arkan sadar dengan tindakannya langsung saja Arkan menatap Fajar dengan pandangan yang tajam, matanya menyala penuh kemarahan. Tangan Arkan terangkat, menoyor kepala Fajar dengan keras, "Fajar! Kau pikir ini lucu? Tidak seorang pun yang akan keluar dari kampus ini, semua sudah pulang!" ujarnya dengan suara yang meninggi, hampir berteriak.

Fajar, yang terkejut dengan reaksi Arkan, hanya bisa menundukkan kepala, merasa bersalah dan ketakutan. Ia menggaruk pelipisnya "Maaf, Arkan. Aku... aku tidak tahu jam sekarang ini karena aku lupa membawa jam tangan," gumamnya lemah, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf.

Arkan masih terengah-engah, rasa frustrasi dan kebingungan memenuhi pikirannya. "Aku seharusnya mencari Melody, istriku yang hilang, bukan malah bertingkah seperti orang gila di sini karena ulahmu!" serunya, suaranya tercekat oleh emosi. Wajahnya merah padam, perasaan kesal dan kecewa bercampur menjadi satu.

Fajar hanya bisa mengangguk, matanya tertunduk, tidak berani menatap Arkan yang masih berdiri dengan nafas yang memburu. Keduanya terdiam sejenak, Arkan masih mencoba menenangkan diri, sementara Fajar tidak tahu harus berbuat apa.

"Aku harus mencari Melody," kata Arkan akhirnya, suaranya lebih tenang namun masih terdengar putus asa. Dia berbalik, meninggalkan Fajar yang masih berdiri termangu, merasa bersalah atas semua kekacauan yang telah terjadi.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!