Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Peri
"Bawa semuanya keluar!! "
Kick membawa barang-barang yang telah Lucy katakan. Dia mengangkat dan menaruh di atas meja kayu tinggi.
Barang-barang yang tergeletak di dalam kain putih. Kain putih yang sudah menguning.
"Apa boleh ku buka? "
"Buka saja! " Teriak Lucy.
Sementara Stella dan Lucy sibuk mengasah pedang pusaka. Rata-rata ketajaman pedang menurun, karena sudah berkarat, ada yang tertutup debu. Mereka bahu membahu mengasahnya satu per satu.
Setelah pedang terasah. Stella mengelap butir air yang berada pada pedang. Dia meletakkan pedang di atas meja bening seperti kaca. Setelah kering, pedang dimasukkan ke dalam lemari yang setinggi orang dewasa. Bahkan lebih tinggi lagi. Lemari berukuran 2 meter. Setinggi pintu rumahnya.
Suara Kick memecah konsentrasi mereka, "Lucy... Aku menemukan perabotan seperti cangkir minum ini!
Aku perlu meletakkan nya ke mana? " Kick mengangkat tinggi cangkir putih dengan gambar kelopak bunga mawar berwarna biru. Seperti mangkuk kebanyakan.
"Setelah kau cuci dan keringkan, letakkan saja di dalam lemari kayu itu. "
"Di mana? "
"Oh, maaf. Maksudku, letakkan saja di dalam lemari yang berada di ruangan penyimpanan mangkuk dan piring, sebelum kau melewati dapur! "
"Baik, aku paham! " Kick meninggalkan mereka. Memutar cangkir yang dia temukan di dalam bungkusan kain putih.
Tiba-tiba, sebuah kekuatan super dahsyat datang. Seperti gempa yang ingin memisahkan lempengan tanah, getaran itu membuat semua yang bernyawa mendadak kelu dan hilang keseimbangan.
BUMMMMMM
GREKKKKKKK
BUMMMMMM
GREEEEKKKKK
"Ada apa ini??? " Tanya Stella.
BUMMMMMMMMMMM
Sebuah benda tampak seperti meteor, melesat membelah langit.
"Apa itu? " Tanya Lucy
"Sebaiknya kita ke sana saja! " Saran Stella.
"Kau yakin?? Mungkin lebih baik jika kita bersama dengan Kick. Sebentar... Aku memanggilnya dulu! " Lucy berlari secepat kilat.
"Kencang juga larinya! " Stella cukup terkesiap.
Kick berjalan sempoyongan hampir menabrak Lucy.
"Bikin kaget saja!!! " Ucap Kick. Wajahnya memerah dan bersendawa dengan kencang. Sesekali dia cekukan.
"Apa yang terjadi?? " Tanya Lucy sambil mencengkram lengan Kick.
"Aku... Hanya minum setetes saja. Rasanya enakkkk ...."
"Jangan bilang kau meminum arak kuning?? " Tanya Lucy semakin tak sabaran.
"Hahahahaa, hanya sedikit! Sedikit sekali! yang banyak hanya cintaku padamu. " Kick terjatuh dan berlutut di hadapan Lucy.
Kick memegang betis Lucy dan cekukan nya semakin menjadi.
"Lepaskan aku!!! "
Lucy menjadi marah, wajahnya memerah seiring dengan tensi darah yang naik.
"Cepat, bangun! Ikut denganku, SEKARANG! "
Lucy membopong Kick, dia menggendong dengan menyenderkannya di pundak.
"Kau ini! ckckck... Berat sekali! "
"Hihihihi .... "
Kick sudah mabuk berat. Saat Lucy melihat ke arah kendi yang berbentuk sarang lebah itu sudah kosong.
"Katamu hanya minum sedikit, buktinya sudah kosong kendi ini! " Lucy semakin kesal.
Kemudian, Lucy membawa Kick kehadapan Stella.
"Hah! Dia mabuk? Bagaimana cara kita membawanya? " Tanya Stella.
"Kau jalannya lebih dulu, aku menyusul di belakang. Tujuan kita adalah menuju hutan terlarang. "
Stella mengangguk, membawa pedang dan bergegas menuju hutan.
"Sudah berdamai dengan suasana rupanya? " Lucy melirik ke arah pedang yang Stella pegang.
"Tentu! Aku semakin bersemangat sekarang, tak ingin trauma itu hingga lebih lama lagi! " Ucap Stella Memegang pedang lebih erat.
"Terima kasih. " Ucap Stella.
Lucy tersenyum dan melanjutkan perjalanan. Mereka menuju hutan terlarang merupakan tempat meteor /benda langit terjatuh.
Dua pasang mata mengikuti. Jejak langkah kaki beriringan menginjak dedaunan.
Stella dan Lucy menghentikan langkah. Detik kemudian, mereka bersembunyi di balik pohon besar tua yang akar nya menjuntai.
Dengan berbekal pedang, mereka saling menatap dan bersiap untuk melindungi diri.
HIYAAAAKKKK
Namun, tepat saat pedang Stella dan Lucy sedikit lagi bersentuhan dengan kulit kedua orang ini. Seketika saja mereka mengenali.
"INI AKU!!! "
"Guru... Tabib! "
Mereka memandangi dan mengucek mata berulang kali.
"Benar. Ini kami! Jangan lah kau tebas leher kami ini! " Biksu Chou menurunkan pedang yang mengkilat itu.
"Di mana Kick? " Tanya Tabib Zhu.
"Di sana! " Lucy menunjuk dibelakang pohon tempat mereka semula.
Tabib Zhu dan Biksu Chou memeriksa kondisi Kick.
"Haiyaaaa... Dia mabuk? "
"Benar, Tabib. Aku tidak tau bagaimana dia bisa menemukan arak kuning itu! "
"Bukannya sudah ku bilang, harusnya kau musnahkan sejak dulu! " Tabib menjadi marah.
"Bukan begitu... Arak kuning itu bisa menjadi obat, karena itu ku simpan di dalam lemari! "
"Dan Kick meminumnya? "
"Ya. Aku tak menyangka kejadian nya bisa seperti ini. "
"Kau tau apa yang terjadi jika sembarang orang yang meminum nya?? " Tabib membentak Lucy. Suasana menjadi semakin hening.
"Sungguh... Ini kecerobohanku. Aku bersalah! " Lucy menundukkan kepalanya, tak berani menatap Tabib Zhu.
"Sesuatu yang tak diinginkan akan terjadi! "
Lucy bergidik ngeri. Dia tak menyangka, karena ulahnya akhirnya menyeret Kick dan lainnya ke dalam marabahaya.
Tabib Zhu memimpin perjalanan. Mereka baru saja memasuki hutan terlarang. Kabut berdatangan. Semakin memasuki hutan, semakin merinding, bulu kuduk berdiri.
Sementara Biksu Chou, dia memapah Kick yang sudah setengah sadar.
"Sadarlah Kick... Mau berapa lama lagi kau begini! "
Stella dan Lucy berjalan di belakang mereka, sesekali melirik ke kanan dan ke kiri, waspada terhadap apapun yang mengintai mereka.
Lalu, semburat sinar putih memercikkan cahaya beberapa ratus meter dari tempat mereka berada.
Bergegas, itulah saatnya mereka berlari menuju sumbernya.
Mereka melihat sesosok peri berukuran lebih kecil dari Stella dan Lucy. Duduk dan merenung. Melihat kegelapan. Sorot matanya kosong.
Dia mengenakan hanfu berwarna putih bersih dengan ikat pinggang relung bunga teratai putih dan merah muda. Rambutnya dibiarkan setengah terurai dan setengah lagi terjalin di atas kepala, dengan tusuk naga putih. Sayapnya menguncup seiring dengan lemahnya tubuhnya.
Lucy mendekat, "Siapa kau?? " Suaranya serak, memecah ombak lamunan dipikirannya.
Peri itu diam tak memerdulikan Lucy. Dia masih sibuk duduk di atas batu hitam seperti napal. Duduk memandangi mereka semua.
Tatapannya mendadak tajam, "Siapa yang mengantarkan ku kemari?? " Nada bicaranya kecil, namun tajam mengintimidasi.
Lucy tercekat, dia mundur selangkah, lalu melirik Tabib Zhu.
Tabib Zhu berbisik, "Inilah bencana yang ku maksud! "
Lucy hanya diam membeku. Dia bingung harus berkata apa, bagaimana, dan mengapa.
"Katakan, siapa yang mengundangku kemari? " Tanya sang Peri, tatapannya kali ini terlihat sangat mengerikan.
"A-aku." Lucy maju dan sedikit menunduk. Ada ketakutan dalam dirinya.
"Bagus! Kau tau, karena kau... Aku tidak bisa bersama dengan kekasihku! " Sang Peri menjadi frustasi dan bersedih.
"Maafkan aku. Bagaimana jika kami mengantarkanmu pulang? " Usul Lucy. Dia sangat merasa bersalah.
"Terlalu banyak hal yang tidak kalian ketahui. Cari tau saja sendiri. Aku muak! " Sang Peri meninggalkan mereka.
Semuanya mengikuti pergerakan Peri yang menuju desa. Kaki mungil sang Peri harus menahan perih, karena jalan yang bebatuan.
Stella mengamati dan berkata pada Lucy, "Kau lihat itu... Sayapnya tak berfungsi. Bagaimana jika kita membantu dia terbang? "
"Ya, ide mu cemerlang. Di rumah, ada sebuah buku tentang Peri. Kita akan mempelajari nya bersama! " Lucy terlihat jauh lebih tenang saat ini.
Sang Peri menuju warung makan, melihat semua orang yang makan di dalamnya. Dia melihat dengan memperhatikan setiap gerak-gerik manusia yang dia temui. Hal itu membuat risih pengunjung kedai.
"Apa yang kau lakukan? "
Sang Peri hanya melirik sekilas dan pergi. Lucy menarik sang Peri dan membawanya keluar.
"Berhenti menatap mereka seperti itu! " Ancam Lucy.
"Aku hanya melihat saja! Kenapa kalian menatapku seperti itu? " Sang Peri pergi melengos.
"Haiyaaa... Cobaan apa lagi, ya Dewa! " Lucy menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Sementara Stella, Biksu Chou dan Tabib Zhu hanya bisa melihat dan menghembuskan nafas panjang.
"Itulah akibatnya! " Ucap Tabib Zhu.
semangat/Determined//Determined/