Gubrakkk
Nala Casandra memegang kepalanya, dia baru saja membaca sebuah novel dan sangat kesal. Dia marah sekali pada seorang antagonis yang ada di novel itu. Sangking kesalnya, dia melemparkan novel itu ke dinding, siapa sangka novelnya mental kena kepalanya, sampai dia jatuh dari sofa.
Dan siapa sangka pula, begitu dia membuka matanya. Seorang pria tengah berada di atas tubuhnya.
"Agkhhh!" pekik Nala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Menerima Kekalahan
Mata Nala melebar, tiba-tiba saja terbesit di kepalanya sesuatu, sebuah ide yang cukup brilian.
"Tidak bisa begini, kalau seperti ini sampai lebaran gajah juga tidak akan ada yang menang!" ujar Nala.
Jenderal Timade tampak tidak senang. Bagaimanapun, Raja mereka adalah orang yang terhormat. Mana bisa sembarangan bicara dengan nada seperti itu pada Raja mereka.
"Tuan putri Sekar Nala, sebaiknya kamu jaga sikapmu. Bicara yang sopan pada Raja kami!" ujarnya.
Dia juga hanya sedang melakukan tugasnya sebagai seorang jenderal yang melindungi Rajanya. Hanya seperti itu sebenarnya. Tidak ingin Rajanya dipermainkan oleh orang lain.
Tapi Raja Ulzhan malah terlihat melotot pada jenderal Timade.
"Jenderal! apa seperti itu cara bicaramu pada calon Ratu!"
"Calon Ratu apa?" tanya Nala terkejut.
Sementara pangeran Arga Yudha Kertajaya yang mendengar itu nyaris saja mencekik Raja Ulzhan, tangannya sudah terangkat tinggi sejajar dengan leher Raja Ulzhan. Targetnya memang leher Raja Ulzhan. Tapi, jenderal Mahesa Wulung dengan cepat menghadang dan menghentikan apa yang ingin dilakukan oleh pangeran Arga Yudha Kertajaya itu.
"Pangeran, jangan lakukan itu!" kata jenderal Mahesa Wulung memperingatkan pangeran Arga Yudha Kertajaya.
"Jaga ucapanmu! kamu pikir kamu sedang berada di kerajaan Mongol? kamu sedang berada di tanah pangeran ini!" pekik pangeran Arga Yudha Kertajaya tak terima.
Nala memegang kepalanya. Semua pria di sini emosian. Untung masih ada jenderal Mahesa Wulung yang bisa berpikir dengan jernih.
"Oke oke..."
"Oke?" tanya Pangeran Arga Yudha Kertajaya dengan kening berkerut.
"Hais" Nala mendesis kasar, "Baiklah, baiklah. Aku punya ide, kalian adu panco saja!" kata Nala.
Jenderal Mahesa Wulung yang memang sejak tadi selalu bersikap tenang. Merasa apa yang dikatakan Nala itu juga masuk akal. Pria gagah itu mengangguk dengan cepat.
"Aku setuju" jawabnya membuat Raja Ulzhan tentu saja tidak bisa menolak.
Jika dia menolak, bukankah itu artinya sama saja dengan Raja Ulzhan merasa takut. Harga diri seorang pria di pertaruhkan di sini. Tentu saja Raja Ulzhan juga segera mengangguk.
Sebelum mereka berdua duduk saling berhadapan di antara sebuah meja kayu yang cukup kokoh sepertinya. Nala berbisik pada jenderal Mahesa Wulung.
"Jenderal, jika aku tepuk bahumu. Kamu harus segera tarik tangannya dengan kuat!"
Jenderal Mahesa Wulung mengangguk. Pangeran Arga Yudha Kertajaya ya memang api cemburunya lebih besar daripada cara berpikirnya. Menarik lengan Nala.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya pangeran Arga Yudha Kertajaya yang tentu saja tidak senang melihat istrinya dekat-dekat dengan pria lain.
"Tenanglah pangeran. Aku sedang berusaha mengusir Raja sombong itu dari sini!" kata Nala.
Nala berdiri di belakang Jenderal Mahesa Wulung. Dari seberang sana, Raja Ulzhan bahkan sama sekali tidak melihat ke arah lawannya, melainkan sedari tadi memperhatikan Nala. Nala memang sengaja melakukan itu, dia mengibas-ngibaskan rambutnya seperti iklan shampo untuk menarik perhatian Raja Ulzhan.
Senyum menyeringai terlihat di wajah Raja Ulzhan.
"Ratuku, kamu memancing di tempat yang benar!" kata Raja Ulzhan.
Itu pribahasa ya, pribahasa yang menunjukkan kalau dia sedang berbicara kepada seseorang yang memang menentukan pilihan yang tepat sebenarnya.
Dia pikir begitu, dia pikir Nala memang sedang menunjukkan kalau dia berada di pihak Raja Ulzhan. Padahal, Nala cuma mau konsentrasi Raja Ulzhan terganggu.
"Mulai!" teriak Jenderal Timade.
Nala terus melihat ke arah Raja Ulzhan yang juga terus menatapnya.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya, juga sudah hampir kebakaran jenggot. Tapi anak buahnya mencoba untuk menahan agar pangeran Arga Yudha Kertajaya tidak melakukan sesuatu yang akan merusak rencana Nala.
"Sekar Nala, berani benar kamu menatap pria lain!" geram pangeran Arga Yudha Kertajaya.
"Sabar pangeran, sabar. Tuan putri bilang, itu hanya rencana"
Tapi, meski demikian. Pangeran Arga Yudha Kertajaya tetap merasa begitu kesal. Tangannya benar-benar terkepal begitu kuat, sampai buku-buku tangannya memutih.
Kedua tangan, dari dua pria itu benar-benar bertaut dengan sangat kuat. Sampai urat-uratnya terlihat begitu jelas.
Meski terlihat merah, dan terlihat jika keduanya menggunakan kekuatan yang begitu besar. Namun tidak tampak sama sekali di wajah mereka. Keduanya benar-benar terlihat tenang. Bahkan Raja Ulzhan, sama sekali tidak melepaskan tatapannya dari Nala.
'Tatap mata Ozan.... ya, seperti itu!' batin Nala yang sudah menyiapkan sebuah rencana.
Cling
Nala mengedipkan sebelah matanya pada Raja Ulzhan.
Plakk
Lalu dengan cepat memukul bahu jenderal Mahesa Wulung.
Brakkk
"Wahhh, selamat jenderal. Jenderal kita memang, Jenderal kita menang!"
Sorak sorai para prajurit anak buah jenderal Mahesa Wulung terdengar begitu riuh.
Jenderal Timade sangat terkejut, dan Raja Ulzhan juga masih belum bisa mencerna dengan cepat apa yang terjadi. Dia kehilangan konsentrasi, bahkan nyaris kehilangan akalnya ketika Nala mengedipkan sebelah matanya pada Raja Ulzhan tadi.
"Kita menang!" kata Nala yang segera meraih tangan jenderal Mahesa Wulung dan menyatukan telapak tangan mereka, tos.
"Kamu hebat Jenderal!" puji Nala.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya yang melihat itu segera menarik pinggang Nala mendekat ke arahnya.
"Ini curang!" pekik jenderal Timade tidak terima.
"Curang apanya, kalian kalah!" bantah Arya Winangun, wakil jenderal Mahesa Wulung.
"Raja..."
Jenderal Timade masih mencoba untuk mengatakan kalau pertandingan ini benar-benar curang. Dia juga bisa melihat Nala memukul bahu jenderal Mahesa Wulung. Siapa tahu, Nala memberikan kekuatan lebih. Setidaknya itu yang dipikirkan oleh jenderal Timade.
Namun Raja Ulzhan mengangkat tangannya. Meminta kepada jenderal Timade, untuk tidak lagi berbicara.
"Cukup jenderal. Aku memang kalah!"
Nala cukup terkejut, pria keras kepala seperti Raja Ulzhan segera mengakui kekalahannya. Raja Ulzhan mendekati Nala. Jenderal Mahesa Wulung tentu saja mendekat juga, karena Nala tidak di beri minuman resi Barata, dia khawatir kalau Raja Ulzhan akan menggunakan ilmu pukau miliknya.
"Aku akan segera pergi dari kerajaan ini Sekar Nala. Namun, jika suatu saat, kerajaan ini membuatmu merasa, kalau ini bukan lagi sebuah rumah. Aku Raja Ulzhan akan selalu bersedia menerimamu, menjadi rumahmu!"
Nala tertegun. Pria-pria jaman ini sungguh begitu berprinsip dan berkeinginan sangat teguh.
"Dia tidak akan!" kata Pangeran Arga Yudha Kertajaya sangat yakin.
Raja Ulzhan terkekeh.
"Percaya atau tidak, kalau aku bisa membaca pikiran?" tanya Raja Ulzhan membuat semua orang terkejut.
Nala sendiri, dia percaya. Raja Ulzhan bisa menghipnotis, tidak sulit baginya membaca pikiran.
"Dan bukan hanya satu orang, dua orang, atau tiga orang, di istana ini. Yang menginginkan kematian tuan putri Sekar Nala!"
Nala terdiam. Dia juga bukannya tidak tahu. Tapi mengerikan sekali, kalau ada banyak yang ingin dia mati.
'Ya ampun, kesalahan apa yang sudah dilakukan Nala asli. Musuhnya banyak sekali!' batin Nala ngeri juga.
***
Bersambung...
ini hatiku yang deg2an,wkwkwkwk😜😝
ganti cuekin aja
cepet sembuh kk, setia menanti tulisannya😘😘😘
yang atu somplak banget
kira2 jadi apa ini nanti???
wkwkwkwkkwk😜😝😝😝
jadi gini?
jadi gini?
ya ampyunnn gemezzz banget liat duo ini, hahahahaha🤣🤣🤣🤣
bab kemarin gk ada typo😌, eh tpi emng udh kebiasaan Autornya/Chuckle//Facepalm/
jatuh cinta gak tuh???😜😘
ngakak edyaaaaannnn🤣🤣🤣
tulisan kk bagus banget, semangat terus💪💪💪juaraaaaaa👍👍👍😘😘😘
beda zaman beda vibes ya say🤪😝😝😝