NovelToon NovelToon
Black Division

Black Division

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat / Action / Sistem / Mafia
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tengah kekacauan ini, muncullah Black Division—bukan pahlawan, melainkan badai yang harus disaksikan dunia. Dipimpin oleh Adharma, si Hantu Tengkorak yang memegang prinsip 'hukum mati', tim ini adalah kumpulan anti-hero, anti-villain, dan mutan terbuang yang menolak dogma moral.
​Ada Harlottica, si Dewi Pelacur berkulit kristal yang menggunakan traumanya dan daya tarik mematikan untuk menjerat pemangsa; Gunslingers, cyborg dengan senjata hidup yang menjalankan penebusan dosa berdarah; The Chemist, yang mengubah dendam menjadi racun mematikan; Symphony Reaper, konduktor yang meracik keadilan dari dentuman sonik yang menghancurkan jiwa; dan Torque Queen, ratu montir yang mengubah rongsokan menjadi mesin kematian massal.
​Misi mereka sederhana: menghancurkan sistem.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harga Dari Sebuah Keputusan

Pasir di gurun telah merangkul kembali keheningannya, hanya menyisakan bau darah dan oli mesin yang hangus. Adharma berjuang keras untuk bangkit, tubuhnya terasa seperti timah yang sangat berat. Kemenangannya terasa pahit. Ia berhasil mengalahkan Kaiser Jatindra, tetapi kerusakan saraf yang dialaminya karena over-regenerasi masif telah mencapai puncaknya.

Ia harus cepat. Kaiser mungkin lumpuh, tetapi Jet Pack GATRA yang ia curi sudah hancur. Ia tidak punya energi dan tidak punya senjata.

Darma memungut sisa-sisa Jet Pack yang hampir meleleh, mencoba memasangnya kembali ke punggung. Setiap gerakan mengirimkan sengatan listrik ke seluruh tulang belakangnya. Itu bukan lagi rasa sakit; itu adalah alarm tubuh yang berteriak.

"Edy... Melly..." bisik Darma ke neuro-link yang kini dipenuhi static. "Aku... aku berhasil mengalahkannya. Kargo sudah aman."

"Darma! Kau gila! Kami pikir kau mati!" Suara Gunslingers terdengar antara lega dan marah, tapi nadanya cepat. "Tika sudah sampai di titik evakuasi! Kami sudah hampir di Laut Merah! Bertahanlah, Darma! Faizah mengirimkan drone tarik ke posisimu sekarang! Jangan bergerak!"

Darma tersenyum lemah. Ia berhasil. Ia telah menukar hidupnya—atau setidaknya kemampuannya untuk berjalan—dengan nyawa Yama, Nadira, dan keberhasilan misi. Ia berbaring, membiarkan pasir gurun merangkulnya untuk terakhir kali sebelum drone tarik DARMASAKTI datang.

Sementara itu, di atas lautan, kargo besar itu melesat membelah langit malam. Pelabuhan Laut Merah terlihat seperti gugusan bintang di kejauhan. Gunslingers dan Torque Queen akhirnya bisa sedikit bernapas.

"Kita berhasil, Melly. Kita berhasil," kata Edy, suaranya serak. Ia mematikan Sniper-Armnya, mengembalikannya menjadi lengan mekanik biasa.

Melly (Torque Queen) menurunkan kecepatan Jet Pack-nya. Wajahnya terlihat pucat karena kelelahan, tapi lega. "Harga yang kita bayar sangat mahal, Edy. Yama, Nadira, dan Darma..."

Edy menatap gelang Torque Cuff-nya. "Puja akan menjaganya tetap hidup. Dia butuh Darma kembali. Walaupun Darma mati, dia tetap aset."

"Jangan bicara seperti itu!" potong Melly. "Darma berkorban karena hati. Bukan karena aset. Kalau dia mati, aku akan pulang dan merancang bom yang mampu meledakkan Istana Puja."

"Jangan konyol," kata Edy. Tapi nada suaranya tidak menghakimi. "Fokus. Kapal sudah terlihat. Saatnya menyelesaikan ini."

Mereka mendarat di dek baja kapal DARMASAKTI yang sangat besar. Kru kapal berseragam hitam sudah menunggu. Kontainer Rhausfeld segera diamankan. Edy dan Melly saling pandang. Mereka telah berhasil menghentikan perang di Timur Tengah.

Jauh di barat gurun, di dalam kabin pesawat stealth transport DARMASAKTI, suasana terasa sangat dingin.

Harlottica (Tika) duduk di dekat tempat tidur medis darurat. The Chemist (Yama) sudah dibalut perban, napasnya perlahan stabil. Symphony Reaper (Nadira) sedang disuntik penenang untuk mengatasi trauma fisik dan kehilangan biolanya.

Tika, yang kini tubuhnya sudah tidak diselimuti kristal, bangkit saat Puja Fernando muncul di layar komunikasi utama pesawat. Wajah Puja terlihat tenang, bahkan puas.

"Misi berhasil, Tika," kata Puja, suaranya dipenuhi kemenangan. "Kontainer sudah diamankan. Yama dan Nadira akan pulih."

"Berhenti di sana, Puja," potong Tika, suaranya rendah dan penuh bahaya. "Jangan berani-berani mengucapkan selamat. Aku mau kau melihat wajahku sekarang. Kau mau aku berterima kasih? Atas nyawa dua teman kami yang hampir kau biarkan mati di pasir? Adharma tidak perlu mengorbankan dirinya jika kau punya hati!"

Puja tidak bereaksi terhadap teriakan Tika. Ia hanya menatapnya dengan pandangan seorang jenderal yang melihat prajuritnya yang emosional.

"Aku adalah Perdana Menteri, Tika," jawab Puja, suaranya setenang kolam es. "Aku tidak dibayar untuk memiliki hati. Aku dibayar untuk membuat keputusan yang menyelamatkan lebih banyak orang. Yama dan Nadira, meski jenius, adalah collateral yang bisa ditukar dengan nyawa jutaan orang di Suriah dan Irak. Keputusan itu logis."

Tika maju ke arah layar, tinjunya mengepal. "Logis? Kau pikir Black Division adalah robot, Puja? Kami punya trauma! Kami punya alasan untuk bertarung! Dan Darma... Darma mengorbankan segalanya karena kau memaksanya memilih antara dua nyawa rapuh atau satu misi!"

"Darma adalah asset paling berharga," balas Puja. "Dia sudah tahu risikonya. Dia memilih takdirnya. Dan dia memilih dengan benar. Tika, aku menghargai kemarahanmu. Tapi jangan pernah mempertanyakan etos kerja seorang politisi di depan Perdana Menteri."

Tiba-tiba, Faizah menyela. "Ibu! Drone tarik sudah berhasil mengambil Adharma. Dia sudah menuju pesawat."

Tika terdiam, air matanya menetes, bercampur keringat dan debu gurun. Ia berlari ke ramp pesawat yang terbuka, menunggu Adharma.

Beberapa menit kemudian, Adharma ditarik masuk ke dalam kabin. Ia terbaring lemah di atas tandu, tubuhnya tanpa trench coat, tanpa topeng, hanya celana tempur yang robek. Ia tampak seperti manusia yang sangat rentan.

Tika berlutut di sampingnya, meraih tangan Darma. "Darma... kau harus bertahan! Aku akan membuat Puja menyesal!"

Darma tersenyum kecil, ia berusaha menggerakkan jari-jarinya. "Misi berhasil, Tika. Aku kembali. Kau... kau hebat." Suaranya terdengar pecah, seperti suara kaca yang retak.

Tiba-tiba, tim medis yang dipimpin oleh seorang dokter tua yang serius mulai panik di sekitar Darma. Mereka mulai menempelkan sensor dan memasang infus.

"Apa yang terjadi?!" tuntut Tika.

Dokter itu menatap Tika, lalu menatap layar vital sign yang berkedip merah.

"Secara klinis, luka-luka Tuan Darma sudah pulih 99%," jelas Dokter, suaranya tegang. "Regenerasi seluler telah terjadi di seluruh tubuh. Tapi ada masalah serius dengan output energi."

Dokter itu mengambil napas dalam-dalam, lalu menatap Tika dengan tatapan penuh simpati yang dingin.

"Tika, dengarkan saya," kata Dokter itu. "Regenerasi ini sangat masif. Tuan Darma telah menggunakan kekuatannya jauh melampaui batas normal tubuh. Tubuhnya selamat... tapi sistem sarafnya tidak. Kami mendeteksi kerusakan besar pada Saraf Tunjang Belakang dan Saraf Motorik Utama."

Tika menggeleng, menolak mempercayai apa yang didengarnya. "Tidak... tidak mungkin! Dia superhuman! Dia bisa pulih!"

"Kekuatan regenerasinya tidak bisa memperbaiki saraf secepat ini," kata Dokter itu, nadanya final. "Kami harus menstabilkannya dulu. Tetapi prognosis awal kami adalah..."

Dokter itu berhenti sejenak, menoleh ke arah layar komunikasi di mana wajah Puja Fernando kini terlihat muram. Puja sudah mendengarnya.

"Prognosis awal kami, Nyonya," lanjut Dokter itu dengan nada yang sangat serius. "Guntur Darma... Adharma... mungkin tidak akan pernah bisa berjalan atau bertarung lagi. Ia akan lumpuh dari pinggang ke bawah, setidaknya untuk waktu yang sangat lama. Misi berhasil, tetapi dia telah membayar harganya dengan kemampuan bergeraknya."

Tika tersentak, seluruh tubuhnya membeku. Darma, sang mesin pembunuh, sang vigilante yang beraksi liar, kini hanya akan menjadi tahanan di kursi roda.

Adharma membuka matanya, matanya yang lelah menatap Tika. Sebuah senyum pasrah yang sedih terlihat di wajahnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!