Ini bukanlah tentang idol Kpop yang memerankan sebuah cerita. Bukan juga cerita fiksi yang berakhir dengan idola. Namun cerita ini terus mengalir bak realita. "Kalian yakin kita bisa nonton konser NCT dan ngelanjutin kuliah di Korea?" "Gue yakin kita bisa! Lagipula kita punya banyak waktu. Kita bisa nabung buat nonton konser. Dan belajar buat ajuin beasiswa ke Korea! Gak ada yang gak mungkin kalau kita mau berusaha!" ucap Yerika yang terus yakin akan mimpi mereka. Elina mengangguk. "Lagipula, kita juga gak bego-bego amat." Yerika tersenyum. "Mulai besok, kita harus giat belajar! Dan kita manfaatin untuk nabung dari sekarang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Prepti ayu maharani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
16 : 말다툼 (2) [Pertengkaran (2)]
^^^Jika mengungkapkan terasa berat. Maka menyembunyikan bukan pilihan yang tepat.^^^
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Lo serius El, gue harus ngenalin Nevan ke mereka?" tanya Vania pada Elina.
Saat ini keduanya tengah berada di kamar Elina. Kedua sahabatnya yang lain sudah tidur di kamar masing-masing. Karena itu Vania akan membicarakan masalah ini berdua.
Saat ini hanya kepada Elina-lah Vania bisa menceritakan yang sebenarnya. Vania tahu dan sadar jika sahabatnya yang satu inilah yang paling dewasa dalam menyikapi masalah. Dan ia harap, Elina dapat membantunya.
Elina mengangguk. "Memangnya mau sampai kapan lo rahasiakan ini?" tanya Elina membuat Vania terdiam. "Mau bagaimana pun, suatu saat mereka akan tahu, Van. Daripada mereka tahu sendiri, lebih baik mereka tahu dari lo. Supaya nggak ada yang namanya kesalahpahaman nantinya."
"Tapi Ayana 'kan suka sama Nevan."
"Lo juga 'kan?"
Vania terdiam lalu menunduk.
Benar! Dia juga menyukai Nevan, bahkan mencintai. Mungkin rasa cinta Vania ke Nevan lebih besar dari rasa suka Ayana pada Nevan.
Elina tersenyum lalu memeluk Vania. "Lo nggak boleh menyiksa perasaan lo sendiri."
"Tapi gimana sama perasaan Ayana?" Vania menatap Elina dengan tatapan nanar.
Elina terus mencoba tersenyum. "Ayana ada Yeon-jin. Gue yakin, Yeon-jin laki-laki yang baik dan dia bisa bikin Ayana cinta sama dia."
Vania menggeleng. "Ayana nggak suka sama Yeon-jin. Dia cerita sendiri sama gue."
"Dan dia bilang alasannya kenapa?" tanya Elina.
Vania menggeleng. "Meskipun dia nggak bilang, tapi gue tahu alasannya pasti karena Nevan. Lo tahu 'kan gimana rasa sukanya Ayana ke Nevan?"
"Tapi gimana perasaan lo? Apa lo bisa ngikhlasin Nevan buat Ayana? Sedangkan Nevan aja nggak kenal sama Ayana. Nevan sukanya sama lo, bukan Ayana." Elina menghela napasnya, "Sekarang gue tanya, apa lo bisa ngikhlasin perasaan lo itu?"
Vania terdiam sejenak sebelum akhirnya menggeleng. "Tapi Ayana sahabat gue," ujar Vania.
Elina mengangguk. "Gue tahu. Dia juga sahabat gue. Tapi sekarang bukan waktunya pilih cinta atau sahabat. Kita udah dewasa Van, kita harus belajar yang namanya memahami dan mengikhilaskan. Dan kita juga harus sadar, nggak semua yang kita harapkan harus kita miliki. Ayana harus sadar, kalau Nevan bukan untuknya. Emang lo nggak kasian ngebiarin Ayana terus berharap kepada orang yang sama sekali nggak kenal apalagi cinta sama dia?"
Vania berpikir sejenak. "Lo yakin semua akan baik-baik aja begitu mereka tahu yang sebenarnya?"
Elina menoleh ke samping lalu meraih sebuah bingkai foto. Dalam bingkai tersebut, terdapat foto empat orang gadis yang tengah berlari menuju pantai.
Mereka terlihat sangat bahagia dalam foto tersebut.
Elina menggeleng pelan. "Gue nggak bisa memastikan. Tapi cuma ini cara terbaik. Lo nggak mau 'kan mereka tahu sendiri?"
Vania mengangguk lalu memeluk Elina.
"Kita berdo'a, semoga ini jalan terbaik untuk elo dan juga Ayana," ucap Elina dan membalas pelukan Vania.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sebuah kafe terdapat tiga orang sahabat yang tengah menunggu. Dua di antaranya sangat penasaran dan ingin bertemu dengan orang yang kini tengah mereka tunggu.
"Vania kok lama ya? Nggak tahu apa kalau gue kepo sama cowoknya," tutur Yerika sembari mengaduk minumannya.
Elina mengetikan sesuatu di ponselnya lalu menaruhnya di atas meja. "Vania baru chat gue, katanya macet di jalan."
"Dah kaya di Jakarta aja," ujar Ayana membuat sahabatnya terkekeh, namun tidak dengan Elina.
Elina terlihat ragu, akankah semuanya baik-baik saja setelah Ayana tahu yang sebenarnya?
"Oh ya El, kok semalem lo nggak seantusias kaya kita berdua sih waktu bahas cowok yang di sukai Vania?" ujar Yerika.
Ayana mengangguk membenarkan. "Wah, jangan-jangan lo udah tahu ya siapa cowok yang Vania suka?"
'Uhuk!'
Elina terbatuk begitu mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir Ayana. "Eng-enggak kok."
"Beneran?" tanya Ayana.
"Iya, beneran."
Ayana membulatkan bibirnya dan menyenderkan bahunya ke kursi.
"Eh! Itu Vania!" seru Yerika membuat kedua sahabatnya menoleh.
Di sana, terlihat Vania yang berjalan masuk dengan seorang laki-laki di sampingnya.
"Maaf ya lama," ucap Vania berusaha menutupi rasa gugupnya.
Ayana mengangguk dan tersenyum lalu matanya beralih pada laki-laki yang berdiri bersama Vania.
Laki-laki itu menggunakan masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Menggunakan topi hitam yang sepadan dengan maskernya.
"Anjuy! Gue pikir member NCT, pakai item-item," bisik Yerika di telinga Ayana.
Melihat Ayana yang memperhatikan Nevan, semakin membuat Vania takut dan gugup. Ia pun mengajak Nevan duduk dan berhadapan langsung dengan ketiga sahabatnya.
Nevan belum membuka maskernya. Namun ia terlihat tersenyum pada ketiga sahabat Vania, hal itu terlihat karena kedua matanya terangkat dan membentuk bulan sabit.
Ayana mengaduk minumannya sambil terus memperhatikan laki-laki yang kini duduk tepat di hadapannya. "Umm- kalian mau pesan apa?" tanya Ayana menanyai dua pasangan di hadapannya.
Vania menggeleng. "Nanti aja," ujarnya.
Ayana mengangguk mengerti lalu mengisap minumannya menggunakan pipet lalu kembali mengaduknya.
"Kenapa nggak cepat buka maskernya sih? Gue penasaran anjir, atau jangan-jangan dia beneran member NCT?" bisik Yerika lagi di telinga Ayana.
"Gue juga penasaran kali," balas Ayana lirih.
"Jangan-jangan dia Jungwoo?" ucap Yerika.
Ayana menggeleng. "Nggak! Nggak! Nggak! Muka dia terlalu lebar kalau seukuran Jungwoo. Atau jangan-jangan Jaehyun?"
Yerika memutar bola matanya. "Enggak, Ayana. Mata Jaehyun masih sehat buat milih pacar. Nggak mungkin juga dia milih Vania. Atau jangan-jangan, dia Mark?"
"Enggak ah, gak mungkin," bisik Ayana.
Elina menggelengkan kepalanya mendengar kedua sahabatnya. Meskipun mereka berbisik, tetapi suaranya terdengar hingga kemana-mana.
"Sungchan? Gak mungkin deh. Johnny? Body dia gak sesexy Johnny," ujar Yerika.
"Taeyong?" ujar Ayana.
Yerika menggeleng. "Tangannya beda jauh sama Taeyong. Winwin? Gak mungkin banget. Winwin mah seleranya cewek polos."
"Maksud lo Vania gak polos?" tanya Ayana membuat Yerika menahan tawa.
Ayana dan Yerika melebarkan mata. "Atau jangan-jangan?"
"Jaemin!" pekik keduanya membuat mereka semua menoleh dan menatapnya bingung.
Elina menepuk dahinya. Ia merasa malu dengan kelakuan kedua sahabatnya.
Ayana dan Yerika menyengir kuda. Mereka tak sadar bisikannya terdengar hingga yang lain.
"Ayana, Yerika." Vania membuka bicara membuat kedua orang tersebut terdiam dan menatap Vania serius. "Sebelumnya gue mau minta maaf. Terutama sama lo, Ay," lanjutnya.
"Lebaran masih lama, dah maaf-maafan segala," celetuk Yerika yang langsung mendapat tatapan tajam oleh Ayana.
Elina yang melihat hal tersebut hanya mampu memejamkan mata. Ia berharap tak ada pertengkaran setelah ini. Namun, jika apa yang ia pikirkan terjadi, ia tak mampu berkata apa-apa lagi, karena memang itulah konsekuensinya.
"Ay, gue harap setelah ini nggak ada kesalahpahaman antara gue dan lo. Dan juga lo Yer, gue harap lo nggak marah sama gue," tutur Vania.
Ayana dan Yerika semakin tidak mengerti dengan apa yang Vania ucapkan.
Vania menggigit bibir bawahnya lalu beralih pada Nevan. Ia memberi isyarat agar Nevan membuka maskernya.
Vania menggigit bibir bawahnya. Mengapa jadi canggung seperti ini.
Ayana masih terlihat baik-baik saja. Bahkan gadis itu tersenyum lebar pada kedua orang di hadapannya.
Nevan berdeham dan mulai melepaskan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Saat masker itu terbuka, Ayana yang tengah tersenyum pun langsung tercengang dengan apa yang ia lihat.
"Gak mungkin," lirih Ayana.
Elina menunduk. Ia benar-benar tak sanggup melihat apa yang akan terjadi setelah ini.
Ayana menggeleng. Mata gadis itu sudah memerah. Ia sudah tahu jika setelah ini ia akan menangis. Tapi mengapa harus Nevan? Mengapa harus Nevan yang Vania sukai? Mengapa harus orang yang ia sukai juga?
Ayana mencoba tersenyum. Namun, matanya memerah. Ia menatap Vania dengan tatapan yang sulit di artikan. "Congrast ya!" ucap Ayana tersenyum dengan suara serak.
"Ay, gue--"
Ayana bangkit dari duduknya membuat ketiga sahabatnya menoleh ke arahnya. "Gue pulang duluan," ucapnya dengan perasaan sesak lalu berlari meninggalkan kafe.
"AYANA, GUE BISA JELASIN!" teriak Vania yang mencoba mengejar Ayana namun tangannya di tahan oleh Elina.
"Biarin Ayana nenangin dirinya," ujar Elina.
"Nggak!" teriak Yerika menatap kedua sahabatnya tajam. "Kalian nggak ingat dulu Ayana berantem sama Daniela saat kita pikir dia lagi nenangin diri?"
"Daniela?" tanya Nevan saat mendengar nama adiknya di sebut.
"Bukan adik lo!" ucap Yerika pada Nevan lalu bangkit dan ikut meninggalkan kafe tersebut.
"YERIKA!" teriak Vania namun tak di dengar oleh sahabatnya tersebut.
Elina memandang Vania dengan tatapan tak tega. Gadis itu bangkit dan memeluk Vania. Berusaha menenangkan Vania jika semua akan baik-baik saja.
"Maafin gue," lirih Vania dengan air mata yang menetes.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...