Lina dokter muda dari dunia modern, sang jenius harus meninggal karena kecelakaan tunggal, awalnya, tapi yang sebenarnya kecelakaan itu terjadi karena rem mobil milik Lina sudah di rusah oleh sang sahabat yang iri atas kesuksesan dan kepintaran Lina yang di angkat menjadi profesor muda.
Tapi bukanya kelahiran ia justru pergi kedunia lain menjadi putri kesayangan kaisar, dan menempati tubuh bayi putri mahkota.
jika ingin kau kelanjutannya ayo ikuti terus keseruan ceritanya, perjalan hidup sang putri mahkota
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Istana dalam masa damai ternyata... tidak sepenuhnya tenang. Bukan karena perang atau iblis, tapi karena satu makhluk yang lebih licik yaitu pelakor berkedok dayang baru.
Hari itu, Putri Mahkota Shuwan tengah duduk santai di taman pribadi, mengenakan hanfu berwarna salju lembut. Di pangkuannya, seekor kucing putih yang ia selamatkan dari desa selatan, sedang mendengkur nyaman.
“Aoren belum juga kembali dari latihan pagi,” gumamnya sambil menyeruput teh bunga lian.
Tiba-tiba, seorang dayang muda masuk dengan langkah genit, wajah polos, tapi mata penuh taktik. Namanya Rulan, baru diangkat sebagai pelayan baru di Paviliun Angin Timur, tempat Aoren biasa berlatih.
“Yang Mulia,” katanya manis, “Penjaga Feng tadi tampak kelelahan... saya tadi membantunya melepas jubah luarnya—”
KRAKKK!
Cangkir teh di tangan Shuwan retak pelan. Tapi senyumnya masih manis.
Tanpa dia sadar bahaya sudah di depan matanya.
“Oh, begitu ya? Kau bantu dia melepas jubah?” tanya Shuwan
“Iya... dia sangat keringatan, jadi saya...” jawab pelayan itu berani.
Sebelum kalimat selesai, Phoenix Api muncul di belakang Shuwan, mengepakkan sayap dengan panas membara. Phoenix Es menyusul di sisi lain, membuat bunga-bunga di sekitar membeku.
“Kalau begitu,” ujar Shuwan, berdiri, “karena kau begitu perhatian pada suamiku, silakan kau dingin seumur hidup.”
Phoenix Es menghembus napas dan Rulan langsung membeku jadi patung es.
Beberapa dayang menjerit panik, tapi Shuwan hanya melambaikan tangan santai. “Tenang. Nanti sore dia akan mencair, mungkin agak pilek sedikit.”
Dan ketika Aoren datang sambil membawa dua buah kesemek segar, ia memiringkan kepala melihat patung es berbentuk manusia.
“Shuwan… kau lagi ya?”
Shuwan tersenyum manis sambil menggandeng lengannya. “Hanya membereskan serangga kecil yang ingin masuk ke rumah kita. Tidak ada yang besar.”
Aoren mencium keningnya dan berbisik, “Istriku... istanamu memang hanya bisa memiliki satu matahari, dan itu kau. Pelakor? Biar Phoenix saja yang bakar.”
Mereka berdua tertawa pelan sambil berjalan masuk ke dalam istana. Di belakang, Phoenix Api mengepak dua kali sebelum kembali mengejar kupu-kupu, dan Phoenix Es menguap lalu tertidur di atap paviliun.
Hari itu langit cerah. Para pelayan sibuk mempersiapkan jamuan makan malam kerajaan untuk keluarga istana. Tapi di dapur utama Paviliun Angin Selatan, terjadi kehebohan luar biasa.
Penyebabnya?
Putri Mahkota Shuwan ingin masak sendiri untuk suaminya.
“Yang Mulia,” kata koki istana sambil bergetar, “api kompor ini... bukan untuk digunakan oleh orang yang memiliki... Phoenix Api.”
Shuwan hanya tersenyum manis, mengenakan celemek dengan bordiran bunga lili dan tulisan halus: "I Cook for My Husband Only."
“Aku ingin membuat sup lotus sendiri. Bukankah seorang istri yang baik harus bisa menyentuh perut suaminya?”
Phoenix Api berdiri di sebelah kompor, semangat membara. Phoenix Es ikut hadir, duduk di ujung meja dengan tatapan waspada seperti ingin bilang, “Tolong jangan ledakkan dapur lagi.”
Shuwan mengiris lotus... dengan pedang naga.
“YANG MULIA, BUKAN ITU CARANYAAA—!”
CRAK!
Meja terbelah dua.
BOOM!
Panci di belakang meledak karena Phoenix Api secara refleks menyemburkan api saat melihat Shuwan terluka sedikit karena cipratan air panas.
Di sisi lain istana...
Feng Aoren yang sedang membaca laporan latihan prajurit tiba-tiba mengangkat alis. Ia bisa mencium...
“Bau kayu terbakar?”
Tanpa bicara, ia melesat cepat.
Kembali ke dapur:
Shuwan duduk di lantai dengan rambut agak berantakan, wajahnya kesal, dan celemeknya sedikit hangus.
“Kenapa sup lotus bisa jadi... bubur arang?”
Phoenix Es meluncur ke arahnya dan meniup udara dingin, menenangkan api di sekitar. Sementara Phoenix Api tampak seperti anak ayam basah karena terlalu semangat tadi.
Lalu datanglah Aoren.
Dengan satu langkah tenang, ia berjalan melewati dapur yang berantakan dan duduk di sebelah Shuwan.
“Kau masak untukku?” tanyanya lembut.
Shuwan mendengus. “Iya, tapi hasilnya seperti makanan iblis. Mungkin aku memang bukan istri yang baik.”
Aoren memeluknya pelan. “Kau sudah jadi istri terbaik sejak kau bertarung melindungi seluruh negeri. Sup gosong ini... adalah sup paling berarti yang pernah hampir kumakan.”
Shuwan menatapnya sambil terkekeh pelan. “Kalau begitu... mau makan yang hampir jadi bubur arang ini?”
“Kalau kau yang suap, tentu.”
Malam itu, mereka duduk bersama di taman belakang dengan makanan sederhana yang dimasak ulang oleh koki istana. Tapi yang mereka nikmati bukan rasa makanannya—melainkan hangatnya kebersamaan, canda, dan cinta yang tumbuh di antara kobaran api dapur yang nyaris meledakkan istana.
Bersambung
selalu suka dengan kata² nya yang indah dan ceritanya yang menarik 😍