Asih begitu mencintai Rahmat, sampai sang biduan yang begitu terkenal dengan suara indahnya itu rela menyerahkan mahkotanya kepada pria itu. Sayangnya, di saat ada biduan yang lebih muda dan geolannya lebih aduhay, Rahmat malah berpaling kepada wanita itu.
Saat tahu kalau Asih mengandung pun, Rahmat malah menikahi wanita muda itu. Asih tersingkirkan, wanita itu sampai stres dan kehilangan calon buah hatinya.
"Aku akan membalas perbuatan kamu, Rahmat!"
Bagaimana kehidupan Asih setelah mengambil jalan sesat?
Gas baca, jangan ketinggalan setiap Mak Othor update.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Asih kebingungan, haruskah dia meminta pertolongan pak Lurah agar terbebas dari Ahmad? Atau, membiarkan Ahmad berusaha untuk memerkosa dirinya?
"Cepat putuskan, Asih!"
Pak Lurah berkata dengan pelan tapi penuh dengan penekanan, Asih semakin ketar-ketir saja karena dia didesak, sedangkan Ahmad terlihat semakin mendekat ke arahnya.
"Ayo, Sih. Kita lanjut yang tadi, ini masalah transaksi. Pak Lurah tidak bisa ikut campur, karena saya sudah membayar penuh."
"Nggak ada, nggak ada yang namanya transaksi. Nggak usah mengada-ada," ujar Asih.
"Transaksi di antara kita memang bukan tertulis secara hitam dan putih di atas materai, tapi jika kamu tidak ikut dengan saya, saya bisa menuntut kamu dan menjebloskan kamu ke dalam penjara."
Pria itu mengancam Asih yang tidak tahu sama sekali tentang yang namanya hukum, Asih tentu saja ketakutan mendengar apa yang dikatakan oleh Ahmad. Karena dia merupakan pengusaha kaya dan pasti bisa dengan mudah mempermainkan dirinya.
Tatapan mata Ahmad semakin mengerikan saja bagi Asih, dia tidak bisa kalau terus begini. Ahmad pura-pura berperilaku sebagai pembeli, Asih yang frustasi akhirnya menolehkan wajahnya ke arah pak Lurah.
"Tolong bantu saya, Pak."
Pak Lurah tersenyum dengan begitu lebar, dia menghampiri Ahmad dan berkata.
"Tadi siang saya habis bertamu ke kampung sebelah, ada wanita bernama Niken meminta izin kepada saya untuk membangun usaha air mineral. Bukannya dia itu calon istri kamu ya?"
"Bapak kenal Niken?"
"Sangat kenal, dia dan kamu sudah dijodohkan saja masa remaja. Sebentar lagi kalian akan menikah, perjodohan keluarga kaya. Lebih tepatnya wanita pilihan ayah kamu, sang pemilik kekayaan. Si paling pengatur, pria arogan yang masih mengatur anak-anaknya walaupun sudah memiliki usaha sendiri. Yakin kamu akan melakukan transaksi dengan Asih?"
Ahmad begitu kesal mendengar apa yang dikatakan oleh pak Lurah, pria itu mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna. Lalu, dia melenggang pergi sambil menatap pak Lurah dan juga Asih dengan tatapan penuh kebencian dan juga kekesalan.
"Penghalangnya sudah pergi, Asih." Pak Lurah mendekat ke arah Asih sambil mengedarkan pandangannya ke kiri dan juga ke kanan.
Sepi sekali, karena memang tetangga Asih sedang tidak ada. Rumah keduanya lumayan jauh dari rumah lainnya, dia merasa ini adalah kesempatannya.
"Bapak gak usah macam-macam!" ujar Asih ketika pria itu semakin mendekat.
"Saya itu nggak macam-macam, cuma mau minta upah."
Pak Lurah mencoba untuk menyatukan bibirnya dengan bibir Asih, Asih yang tidak mau menjadi santapan pak Lurah malah menggigit bibir pria itu sampai berdarah.
"Sialan!" pekik pak Lurah kesakitan.
Asih tentunya menggunakan kesempatan itu untuk berlari, dia tidak mau kalau hidupnya berakhir di tangan pria itu.
"Berhenti kamu!" teriak Pak Lurah.
Pria itu mengejar Asih, karena begitu kesal dia mengambil batu dan melemparkan batu itu ke arah kaki Asih.
"Argh!" teriak Asih kesakitan karena batu itu tepat mengenai tulang dengkulnya dan itu terasa sangat sakit.
Asih berjalan dengan lambat karena kakinya sakit, pak Lurah yang melihat akan hal itu begitu kegirangan. Dia mempercepat langkahnya agar bisa mendapatkan Asih.
"Pergi!" teriak Asih ketika pak Lurah berhasil menarik tangannya.
"Tidak akan!" jawab Pak Lurah yang langsung menarik tangan Asih dan melangkahkan kakinya menuju saung yang tak jauh dari sawah.
Sawah yang tidak jauh dari perumahan warga, karena memang sawah itu merupakan sawah Lurah. Asih sampai terseok-seok mengikuti langkah pak Lurah, dia bahkan sampai menangis karena menahan sakit dan juga sedih di dalam hatinya.
Brak!
Pak Lurah melemparkan tubuh Asih ke atas papupuh, wanita itu sampai meringis kesakitan. Dia tidak menyangka kalau ayahnya Rahmat itu begitu kejam terhadap dirinya.
"Jangan, Pak. Saya mohon," ujar Asih ketika pak Lurah menarik baju yang dia pakai.
Sampai akhirnya Asih kini hanya memakai tanktop saja, tentu saja melihat hal itu membuat pak Lurah semakin tergoda oleh Asih. Matanya tidak bisa berkedip melihat kedua buah kenyal yang begitu menggoda di matanya.
"Mana bisa aku berhenti," ujar Pak Lurah.
Pria itu menarik celana bahan yang Asih pakai, hanya celana street pendek berwarna hitam yang kini terlihat. Hal itu membuat pak Lurah semakin menggebu untuk segera menggauli Asih.
"Pak, saya mohon jangan melakukan hal ini kepada saya." Asih memelas, tetapi pria itu malah naik ke atas tubuh Asih.
Wanita itu memberontak, dia merasa sedih dan juga takut secara bersamaan. Dia juga menyesal karena tidak belajar ilmu bela diri, dia tidak bisa melindungi dirinya sendiri.
"Tolong!" teriak Asih.
Asih merasa putus asa mendapatkan perlakuan seperti itu dari pak Lurah, tetapi di dalam hati dia tetap berharap akan ada yang menolongnya dari buaya lapar seperti pak Lurah.
"Tidak akan ada yang menolong kamu," ujar Pak Lurah yang berusaha untuk mengecup leher Asih.
Bruk!
"Aduh!" teriak Pak Lurah karena ada yang memukul punggungnya dengan kayu.
Pria itu begitu murka, dia langsung turun dari tubuh Asih dan menatap pria yang kini sedang memegangi kayu yang digunakan untuk memukulnya.
"Eh? Rahmat? Sedang apa kamu di sini, Nak? Bukannya kamu itu ada di rumah nenek di kampung?" tanya Pak Lurah yang tiba-tiba saja mari menjadi gugup.
Selama satu minggu ini memang Rahmat dan juga ibunya beralasan masih berada di kampung kelahiran dari bu Lurah, padahal mereka berada di tempat lain untuk mengumpulkan bukti tentang perselingkuhan dari Mirna dan juga pak Lurah.
"Rahmat dan juga bunda baru pulang dari kampung halaman bunda, tapi pas sampai di rumah Ayah tidak ada. Rahmat pikir Ayah sedang ronda di sawah, makanya Rahmat cari di sini. Tapi kok Ayah sama Asih---"
"Jangan berpikir yang macam-macam, justru wanita itu datang untuk mengganggu Ayah. Dia menggoda Ayah dan mengajak Ayah untuk melakukannya di sawah, dia itu wanita binall emang!" ujar Pak Lurah membela diri.
"Nggak ada kaya gitu, dia mau perkosa aku, Mat." Asih mencoba bersuara sambil mengambil bajunya yang tadi dilempar oleh pak Lurah.
"Jangan percaya sama dia, Nak. Wanita itu jahat, dia mau mengadu domba kita."
Pak Lurah mencoba untuk membela diri, dia tentu saja tidak mau dikatakan sebagai pria penggoda atau pria yang suka mencari wanita lain untuk bersenang-senang.
"Aku percaya sama Ayah, cepatlah pulang. Bunda kangen katanya, dia sudah bawa oleh-oleh untuk Ayah."
Walaupun pencahayaan kurang karena begitu gelap, tetapi Rahmat masih bisa melihat bibir pak Lurah yang masih mengeluarkan darah dengan bantuan cahaya rembulan.
Dia juga sempat memperhatikan keadaan Asih, wanita itu begitu ketakutan luar biasa. Tentu saja dia bisa menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi, hanya saja dia tidak mau banyak bicara.
"Ya, ayo pergi. Tinggalkan dia,'' ujar Pak Lurah.
"Kata Ayah, dia merupakan wanita yang berusaha untuk menggoda Ayah?"
"Kalau begitu Ayah pulang saja, aku akan memberikan pelajaran kepada Asih."
"Bagus, Ayah akan pulang." Pak Lurah menepuk bahu Rahmat sebelum dia pergi.
"Kamu, kamu percaya dengan apa yang dikatakan oleh pak Lurah?" tanya Asih setelah melihat kepergian pak Lurah.
beruntung banget asih...
bahaya nggak tuh..???
kalah cepet nih Rahmat... wkwkwkwkwkwk....
gimana asih .. balikan atau milih orang baru pada akhirnya....
kalau lagi bad mood ataupun marah-marah nggak iklas, masakannya juga anggak enak...😭