Apa jadinya jika kakak beradik saling jatuh cinta. Seluruh dunia bahkan menentang hubungan mereka.
Dan tanpa mereka sadari, mereka telah melakukan sumpah untuk sehidup semati bersama.
Hingga sebuah kecelakaan mengakhiri salah satu hidup dari mereka.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah mereka memang ditakdirkan untuk hidup bersama?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Emosi Kevin
Kiran mencoba menghubungi Tiara apakah Tiara sudah bertemu dengan Nabila. Tiara bilang saat ini Nabila ada di rumah sedangkan Tiara ada di kampus. Tiara juga memberitahu Kiran Nabila hampir saja diculik Surya.
Sontak detik itu juga Ammar meminta bantuan Kiran untuk keluar dari rumah sakit. Ammar sudah sembuh. Ammar takut Nabila di sana dalam bahaya.
Kiran akhirnya mengalah. Ammar diperbolehkan pulang oleh Dokter. Sebelum pulang Ammar berpamitan kepada Amina dan Hakim. Amina dan Hakim mengucapkan maaf karena apa yang terjadi kepada Hakim.
"Ammar, Om benar-benar menyesal. Om yang salah. Seharusnya Om dengarkan dulu penjelasan dari Nabila. Hampir saja Om menghilangkan nyawa seseorang. Om minta maaf," Hakim dengan penuh penyesalan.
"I ... iya Om. Ammar maklumin. Kami permisi dulu Om, Tante," Ammar dan Kevin berpamitan.
Ammar dan Kevin pergi ke rumah Ammar menggunakan motor untuk mengambil keperluan Ammar selama di Kota B. Mereka juga mampir ke rumah Kevin. Tidak disangka Amel berdiri di depan rumah Kevin.
Kevin membuang muka. Kevin dan Ammar tanpa memperdulikan Amel masuk ke dalam rumah.
"Kevin, Kevin! Amel mengikuti Kevin dan Ammar.
BRAAAAAKKK!
Kevin dengan sekuat tenaga membanting pintu. Amel yang tidak terima diperlakukan kasar oleh Kevin menendang pintu rumah Kevin. Amel mengepalkan tangannya. Amel tidak sabar menunggu Kevin keluar.
Setelah 15 menit berlalu, Kevin dan Ammar keluar dari rumah. Amel menghadang mereka.
"Kevin! Ibu mau bertemu sebentar. Baru ditinggal sebentar kamu sudah kurang ajar!" maki Amel.
"Bu Amel yang terhormat, semua barang Ibu sudah saya kirim ke alamat Bu Dina. Apa lagi yang Ibu cari di rumah saya?"
"Anak kurang ajar! Ayahmu belum setorkan uang bulanan untuk Ibu!"
"Ha, ha, ha. Bu Amel apa sudah lupa? Ibu dan Ayah saya sudah cerai. Maaf Bu, saya tidak punya uang."
Ammar dan Kevin masuk ke dalam mobil. Amel berdiri di depan kaca jendela mobil Kevin.
"Mau ke mana kamu! Ibu punya informasi dan ini tidak gratis," Amel tersenyum.
Kevin memasukkan kunci kontak mobilnya. Kevin tidak peduli.
"Ini tentang Nabila!" Amel kembali melempar senyuman kepada Kevin dan Ammar.
Ammar dan Kevin yang tadinya cuek kini mulai merespon Amel.
"Katakan!" Kevin menatap ke arah Amel.
"Transfer dulu," Amel memberikan ponselnya kepada Kevin.
Kevin dengan malas dan tidak ikhlas mentransfer uang ala kadarnya ke rekening Amel. Amel tersenyum akhirnya saldonya yang mulai menipis terisi.
Kevin mencari tahu apa yang terjadi pada Nabila. Amel melarang Kevin untuk mencari Nabila. Karena Nabila hamil anaknya Nabil. Kevin harus menjauhi Amel karena Nabila pembawa sial.
Untuk menghilangkan kesialan Nabila, anak yang ada dalam kandungannya harus disingkirkan.
Kevin keluar dari mobilnya. Kevin dengan tajam menatap Amel yang berdiri di depannya.
"Oh begitu, apa Ibu gak tau malu? Ibu yang membuat Nabil dan Nabila begitu! Ibu harus bertanggung jawab!"
Kevin menarik paksa Amel untuk masuk ke dalam mobilnya. Kevin mengunci pintu mobil agar Amel tidak bisa melarikan diri. Kevin melajukan mobilnya. Ammar tidak tahu Kevin akan membawa mereka ke mana.
Amel terus berteriak di dalam mobil. Amel minta Kevin menurunkannya di jalan. Dengan kesalnya Kevin mengambil botol minuman suplemen dari samping pintu mobilnya. Kevin memukulan botol itu ke kening Amel.
"BERISIK! BISA DIAM TIDAAAAAAAAK!" Kevin berteriak.
Sontak Amel diam. Amel benar-benar tidak menyangka Kevin bisa sekejam ini padanya. Ammar juga merinding, aura kemarahan Kevin membuat jantung Ammar berdetak sangat kencang. Kevin kali ini begitu emosi.
Setelah beberapa menit, Kevin akhirnya memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah sederhana.
"Kevin, kenapa kemari?" Amel melihat rumah yang sangat dia kenal.
Kevin tidak menghiraukan Amel. Kevin mengajak Ammar untuk ikut bersamanya. Kevin mengunci pintu dan meninggalkan Amel sendiri di dalam mobil.
"Kevin! Kevin!" Amel berusaha membuka pintu mobil.
Kevin mengetuk pintu. Ammar memperhatikan sekeliling rumah itu. Rumah yang sederhana tapi hawa di sana sangat panas. Padahal cuaca hari ini sangat sejuk. Ammar hanya diam tidak berani bertanya itu rumah siapa. Suasana hati Kevin saat ini lagi tidak baik-baik saja.
Seorang pria berumur, membukakan pintu untuk mereka. Kevin dan Ammar dengan sopan mencium punggung tangan kakek tua itu. Mereka dipersilakan masuk ke dalam rumahnya.
"Eyang, maaf Kevin mau nanya? Apa Eyang yang memberikan darah ayam dan sepasang cincin untuk teman kami Nabil dan Nabila?" tanya Kevin.
Eyang hanya diam. Eyang tidak menjawab pertanyaan Kevin.
"Jika Eyang tetap bungkam, Kevin tidak menjamin keselamatan Ibu yang saat ini di dalam mobil Kevin!" Kevin sedikit mengancam.
Ammar tidak mengerti apa yang di maksud Kevin. Keselamatan Bu Amel? Apa yang direncanakan Kevin untuk Bu Amel? Apakah Kevin memberikan racun kepada Bu Amel di dalam mobil? Ammar jadi penasaran.
Ammar mengalihkan perhatiannya ke mobil Kevin yang terparkir di depan rumah.
Ammar melihat dengan jelas saat ini di dalam mobil ada kepulan asap putih. Amel berteriak memukul-mukul jendela mobil meminta pertolongan.
"Kev, Bu Amel, di dalam mobil ...." Ammar menyenggol lengan Kevin.
"Eyang cepat jawab, sebentar lagi Ibu akan kehabisan napas," kata Kevin.
Eyang melihat ke arah mobil Kevin. Eyang juga melihat Amel yang hampir kehabisan oksigen di dalam mobil. Tapi Eyang tidak perduli. Eyang tetap tidak menjawab pertanyaan Kevin.
"Ternyata Eyang sangat kejam. Baiklah Eyang, kita tunggu sampai Ibu kehabisan napas."
Kevin menahan tangan Ammar yang hendak bangkit dari duduknya. Sebenarnya Ammar kasihan dengan Amel. Tapi setelah mengingat perbuatannya kepada Nabil dan Nabila, Ammar mengurungkan niatnya.
"Eyang, Kevin tahu Bunda Kevin dibunuh, lebih tepatnya diracuni. Kevin juga tahu siapa pelakunya. Jangan sampai kesabaran Kevin habis!" Kevin berdiri menatap ke arah Eyang.
"Iya, Nabil dan Nabila terikat pernikahan ghaib. Seharusnya mereka mati bersama. Tapi suaminya menginginkan istrinya tetap hidup," akhirnya Eyang buka suara.
"Bagaimana cara memutuskan pernikahan mereka?" tanya Ammar.
"Pernikahan itu tidak bisa diputuskan. Mereka sudah bersumpah. Dan anak yang di dalam kandungannya adalah pembawa sial," kata Eyang.
"Apa Eyang mengakui semua itu perbuatan Eyang?" tanya Kevin.
"Iya," jawab Eyang.
"Apa tujuan Eyang dan Ibu?"
"Tanyakan dia. Eyang hanya melakukan tugas Eyang."
Kevin melangkahkan kakinya ke luar rumah Eyang. Ammar dengan sopan permisi pamit kepada eyang. Kevin membuka pintu mobil dan menarik Amel keluar dari mobilnya.
Amel terduduk di halaman rumah eyang. Mulut dan tenggorokannya terasa terbakar, nyeri di dada dan detak jantungnya tidak teratur. Amel terbatuk-batuk sampai terdengar suara napasnya yang tersendat. Pandangan Amel sedikit mengabur.
"Gimana rasanya keracunan? Sakit?" Kevin berjongkok di hadapan Amel.
Amel memuntahkan isi perutnya. Amel mulai kehilangan keseimbangan.
"Amel," Eyang membantu Amel.
Dari kejauhan terdengar suara sirene mengaum. Ammar memperhatikan sekitar apakah telah terjadi kebakaran. Ammar sedikit menjauh dari rumah eyang, tapi tidak ada tanda-tanda kebakaran.
Suara sirene itu semakin dekat. Bukan mobil ambulans atau mobil pemadam kebakaran. Sirine itu adalah suara dari mobil patroli polisi.
"Kevin, kok ada polisi?" tunjuk Ammar.
Kevin menghampiri mobil patroli. Petugas polisi keluar dari mobil dan berbicara dengan Kevin. Setelah berbicara, Kevin mengajak Ammar masuk ke dalam mobil dan mereka meninggalkan rumah eyang.
Dari kaca spion, Ammar melihat petugas polisi membawa eyang dan Amel yang diangkat masuk ke dalam mobil patroli polisi. Sirine mobil patroli kembali berteriak di siang bolong di belakang mobil Kevin. Mobil polisi menghilang karena berbeda arah dengan mobil Kevin.
"Kevin, lu yang manggil polisi?" Ammar menoleh ke arah Kevin.
"Iya, gue tau Bunda diracuni oleh si Amel. Tapi gue gak punya bukti. Gue serahin semua ke petugas kepolisian. Biarkan Eyang dan mantan Ibu tiri gue merasakan dinginnya penjara."
Ammar hari ini melihat sisi lain dari Kevin. Dulu Kevin selalu menurut kepada Bu Amel karena Kevin menganggapnya sebagai Ibu pengganti Bundanya. Kevin tidak pernah sekalipun melawan. Tapi hari ini Kevin begitu kejam. Kevin bahkan mengurung Amel dengan asap buatan yang entah dari mana Kevin dapatkan.
"Ammar, gue cinta Nabila. Gue harap lu paham maksud gue," tetiba saja Kevin ngomong begitu ke Ammar.
Maaf Kevin, gue juga cinta Nabila. Lu akan jadi saingan gue, batin Ammar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...