Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diperkenalkan Pada Semua Pengusaha
Saat kembali ke pekerjaan, terlihat semua orang sudah berkemas-kemas, menandakan sesi pemotretan telah selesai. Reyhanpun sudah tak nampak, yang ada hanya Joan yang sedang sibuk berbincang-bincang dengan beberapa pegawainya. Setelah melihat kearah kami, terlihat dia langsung menghampiri kami yang tengah berdiri tegak, saat sedang melihat orang-orang sibuk bekerja pada kerjaan masing-masing.
"Bisa bicara sebentar!" izin Joan pada majikan.
"Mau apa kamu?" jawabku ketus berusaha melindungi majikan.
"Kamu ngak usah ikut campur, ini urusanku pada Dilla. Kamu itu hanya pengawal penjaga, bukan berarti kamu bisa menghalangi dan ikut campur urusan Dilla," cakap Joan tak suka.
"Sudah ... sudah, kalian jangan berdebat lagi, malu sama orang-orang disini. Kamu juga tenang dulu Dio, mungkin Joan memang ada hal yang penting ingin dibicarakan padaku, jadi beri waktu sebentar saja untuk kami ngobrol," jawab majikan membela Joan.
Mulutku tak bisa berkata apa-apa lagi, saat majikan mencegahku untuk mencampuri urusannya sekarang. Aku hanya bisa mengawasi mereka dari kejauhan, dan terlihat mereka sudah sedikit agak bertengkar.
"Mungkinkah Joan sekarang marah pada Non Dilla, sebab tahu bahwa pria yang dicintainya bukan hanya dia saja, tapi ada Reyhan juga. Semoga saja majikan kini bisa mengambil keputusan tentang hati dan siapa yang akan dipilih untuk nantinya," guman hati berbicara.
Non Dilla terlihat tergesa-gesa kearahku, dan kemudian menarik paksa pergelangan tangan.
"Dilla tunggu ... Dilla!" panggil Reyhan yang tiba-tiba muncul.
"Maafkan aku Rey, lain kali saja kita bicara, sebab aku sekarang sedang sibuk," Alasan majikan menolak, yang masih terus menarik tanganku.
Tanpa perlawanan Reyhan hanya menatap nanar kami yang sudah melenggang pergi dari hadapannya. Akupun kini ikut membisu tak bisa membuka percakapan, saat majikanpun terdiam menatap pemandangan luar kaca, yaitu ketika kami sudah meluncur pulang menaiki mobil.
Sepanjang perjalanan sampai kerumah, mulut majikan hanya terdiam, yang kelihatan sekali ada beban yang sedang dia pikirkan, namun aku tak mau bertanya-tanya lebih dalam, sebab takut-takut emosi dan rasa tak nyaman akan membuat dia semakin uring-uringan.
"Non, aku mau menemui papa, Non!" pamitku dipertengahan pintu.
"Iya Dio. Hati-hati kamu dijalan nyetirnya," balasnya berbaring santai dipembaringan.
Mobilpun sudah menyala, untuk segera melaju menemui tuan besar. Janjian tempatpun sudah diberikan, yaitu disebuah hotel yang akupun tak tahu apa maksud dari ketemuan ini.
"Akhirnya kamu datang juga, Dio!" sapa tuan besar.
"Iya, tuan."
"Maaf menganggu waktu kamu, sebab aku ingin memperkenalkan beberapa orang penting dalam bisnis dan keluarga besarku, sebab suatu saat nanti ini akan berguna untukmu," terang majikan.
"Maksudnya Tuan, apa?"
"Bukan apa-apa, Kok. Hanya ingin kamu bisa mengenal mereka saja."
"Tapi? Kenapa harus saya?" jawabku tak mengerti.
"Nanti ayah kamu akan menceritakan padamu saat ada waktu yang tepat, dan sekarang kamu ikuti saja perintahku," tekannya berkata.
"Baiklah kalau begitu, Tuan."
"Oh ya, Dio. Ini adalah hotel milikku juga, jadi kalau kamu mau nginep disini ngak usah bayar, ngomong saja kalau kamu kenal keluarga kami, pasti para pegawai disini akan mengerti," tutur beliau menerangkan.
"Baik, Tuan."
Akupun hanya menurut saja, atas kehendak tuan besar. Sedikit binggung atas semua ini, tapi diri ini tetap berusaha tenang dan santai, saat beberapa pejabat dan keluarga sudah berkumpul dalam satu ruangan.
Entah berapa lama lagi perbincangan pertemuan antara Bapak-bapak diruangan ini, yang jelas akupun lama sekali menunggu ini selesai, sampai-sampai karena jenuh matakupun berkali-kali ingin terpejam, yang kemungkinan ini efek dari kecepek'an pesta ulang tahun non Dilla kemarin.
"Kamu jangan malu-malu dan kapok berkenalan sama kami, Dio!" ucap salah satu keluarga majikan.
"Iya, Tuan."
"Waah, anak ini benar-benar adabnya sopan dan kelihatan baik sekali, aku suka sekali sama sikap kamu. Selain tampan, ternyata dari percakapan kamu mengikuti kami, kamu kelihatannya pintar sekali," saut ucap salah satu tamu diiringi memujiku.
"Aaah, bisa saja Tuan ini. Aku ini memang pintar, tapi tidak sepintar dengan kalian yang telah lulus dengan kuliah jurusan tertinggi dibandingkan denganku," jawab merendahkan diri.
"Bagus ... bagus, aku suka cara kamu yang tak sombong dan ramah," puji yang lain.
Setelah obrolan saling puji, akhirnya aku bisa menghirup udara bebas yaitu keluar dari pertemuan yang membosankan. Demi tuan besar mau tak mau aku harus menuruti perintahnya tadi. Langkah terus mengekori majikan dari belakang, yang sedang bercengkrama kelakar bersama keluarganya. Sekelebat bayangan seseorang lewat telah kulihat, yang kurasa diriku mengenalnya, sehingga diri inipun jadi penasaran apakah aku tak salah melihat tadi?.
"Maaf Tuan besar, aku ingin melihat orang yang barusan kulihat, yang sepertinya itu adalah temanku," Meminta izin.
"Oh iya, Dio silahkan."
Langkah sudah berlarian kecil-kecil, agar tak kehilangan jejak dan berusaha untuk mengekorinya, yang benar-benar yakin sekali bahwa diri ini mengenal dia. Perlahan-lahan aku mulai mengendap-endap mengekor, dari kejauhan dibelakang dari orang itu.
"Apakah yang kulihat tadi beneran Reyhan? Semoga saja orang didepanku sekarang benar-benar Reyhan? Tapi kenapa dia kehotel? Takkan mau ketemu seseorang saja dia menyamar tetutup begitu, dan tak ada asisten yang mendampinginya sekarang. Aku yakin sekali bahwa dia adalah Reyhan, sebab dari bentuk poster tubuh sepertinya adalah dia," Hati berbicara penasaran, yang masih sibuk mengikuti orang yang kucurigai.
Kaki masih berjinjit berjalan pelan-pelan, agar tak mengeluarkan suara ketika melangkah. Terlihat pria itu sudah membuka pintu hotel, yang disambut oleh seseorang. Saat orang yang kuikuti sudah masuk kamar, secepat kilat aku langsung mendekati kamar hotel itu, dan kini berusaha melekatkan telingaku dipintu. Suara mereka begitu jelas terdengar, dan semakin lama terdengar mereka sedang bertengkar.
"Aku yakin dia Reyhan? Tapi siapa orang yang bersamanya sekarang? Kenapa mereka sampai bertengkar hebat?" Hati bertanya-tanya masih sibuk menguping dipintu.
Dert ... dert, tiba-tiba gawai bergetar, yang sudah menampakkan nama tuan besar sedang melakukan panggilan padaku.
[Dio, cepetan kesini! Antarkan aku pulang sekarang, sebab sopirku baru saja memberi kabar padaku bahwa dia sedang ada dibengkel, karena ban mobil kami telah bocor]
[Iya tuan, sebentar lagi aku akan meluncur kesana]
[Baiklah, akan kutunggu]
"Aaah, sial. Kenapa juga saat aku ingin mengetahui orang didalam, majikan memintaku untuk mengantarnya. Sial ... sial, aku nanti harus benar-benar mencari tahu, siapa orang yang ada didalam?" Kekesalan hati berbicara.
Acara mengikuti orang langsung kuhentikan, dan sekarang berusaha mengantar tuan besar sampai kerumahnya.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️