Sinopsis
Rania, seorang gadis desa yang lembut, harus menanggung getirnya hidup ketika Karmin, suami dari tantenya, berulang kali mencoba merenggut kehormatannya. Belum selesai dari satu penderitaan, nasib kembali mempermainkannya. Karmin yang tenggelam dalam utang menjadikan Rania sebagai pelunasan, menyerahkannya kepada Albert, pemilik sebuah klub malam terkenal karena kelamnya.
Di tempat itu, Rania dipaksa menerima kenyataan pahit, ia dijadikan “barang dagangan” untuk memuaskan para pelanggan Albert. Diberi obat hingga tak sadarkan diri, Dania terbangun hanya untuk menemukan bahwa kesuciannya telah hilang di tangan seorang pria asing.
Dalam keputusasaan dan air mata yang terus mengalir, Rania memohon kepada pria itu, satu-satunya orang yang mungkin memberinya harapan, agar mau membawanya pergi dari neraka yang disebut klub malam tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab: 29
Airon yang saat itu tengah memimpin rapat penting di pusat kota, mendadak bangkit dan meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Wajahnya tegang, sorot matanya tajam penuh kekhawatiran setelah menerima telepon singkat dari Rania. Ia memacu mobilnya membelah kemacetan Jakarta menuju rumah sakit terdekat.
"Rania! Di mana Mama?" tanya Airon dengan napas memburu begitu ia menemukan sosok Rania di koridor rumah sakit.
"Di dalam, Tuan. Dokter sedang memeriksanya," ucap Rania lembut, mencoba menenangkan kegelisahan suaminya.
Kejadiannya begitu cepat pagi tadi. Saat Rania sedang berbelanja keperluan dapur di sebuah minimarket, ia tak sengaja berpapasan dengan Tania, mertuanya. Rania hanya berani menyapa sekilas dari jauh. Namun, saat Rania hendak pulang, ia melihat kerumunan orang di pinggir jalan. Hatinya mencelos saat melihat Tania sudah tergeletak pingsan di aspal. Tanpa pikir panjang, Rania segera membawa Tania ke rumah sakit dan menghubungi Airon.
Airon melangkah masuk ke ruang rawat. "Ma..." panggilnya lirih, mendekati Tania yang tampak pucat di atas ranjang.
Tak lama kemudian, Airish tiba dengan wajah yang tak kalah panik. "Mama kenapa, Ma? Apa yang terjadi?"
"Tadi Mama hanya merasa pusing sekali, Sayang," jawab Tania lemah.
Airon mengusap dahi ibunya sejenak. "Airish, kamu jaga Mama dulu. Aku ada urusan sebentar ke luar."
Airon keluar ruangan, sebenarnya hatinya tidak tenang memikirkan Rania yang masih menunggu di luar dengan status yang masih disembunyikan.
"Bagaimana keadaan Nyonya, Tuan?" tanya Rania begitu Airon muncul.
"Mama baik-baik saja. Tekanan darahnya turun, dia hanya perlu istirahat," jawab Airon.
"Syukurlah kalau begitu, Tuan." Rania menghela napas lega. Ia benar-benar tulus mengkhawatirkan mertuanya itu.
Tiba-tiba pintu terbuka, Airish menyusul keluar. Pandangannya langsung tertuju pada sosok wanita di samping kakaknya. "Ron... dia siapa?" tanya Airish menyelidik.
Airon berdehem, mencoba mengatur ekspresi wajahnya. "Ini Rania."
Rania segera membungkuk sopan. "Saya asisten rumah tangga di vila Tuan Airon, Nona."
Airish menyipitkan mata, mengamati wajah Rania dengan saksama. "Kayaknya kita pernah ketemu deh... tapi di mana ya?"
"Di supermarket, Nona," bantu Rania mengingatkan.
"Oh! Iya! Yang waktu itu kamu sedang bersama Ergan, kan?" seru Airish saat ingatannya kembali.
"Iya, Nona," ucap Rania dengan senyum kecil yang kaku.
Tak lama, dokter keluarga mereka datang memberikan penjelasan. "Tuan Airon, Nona Airish, tekanan darah Nyonya Tania sangat rendah. Sepertinya Nyonya terlalu banyak beban pikiran yang mengganggu kesehatannya."
Airish menoleh pada Airon. "Mungkin Mama kangen sama kamu, Ron. Dia kepikiran karena kamu tinggal terpisah jauh di vila. Sebaiknya, untuk sementara waktu, kamu tinggal kembali di rumah utama bersama kami sampai kesehatan Mama membaik."
Airon terdiam. Ia melirik Rania sekilas. Pilihan yang sulit, namun ia tahu ia tidak bisa menolak permintaan adiknya demi kesembuhan ibunya.
Malam harinya di vila, Airon memanggil Rania ke ruang tengah. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Rania, ada yang ingin saya bicarakan," ujar Airon serius.
"Apa itu, Tuan?"
"Untuk sementara waktu, saya akan tinggal di rumah Mama untuk menjaganya."
Rania tersenyum tulus. "Itu keputusan yang sangat bagus, Tuan. Sebagai anak, Tuan memang harus merawat Nyonya yang sedang sakit."
"Dan... saya mau kamu ikut saya ke sana," tambah Airon cepat.
Rania tertegun. "Tuan ingin saya ikut tinggal di rumah Nyonya Tania?"
"Iya. Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Airon khawatir jika Rania merasa tidak nyaman.
"Bukan begitu, Tuan. Saya sama sekali tidak keberatan. Tapi... apa tidak apa-apa jika saya ikut? Saya takut rahasia kita akan ketahuan di sana," ungkap Rania jujur.
Airon meraih jemari Rania, menggenggamnya erat. "Siapa yang akan mempermasalahkan itu? Saya ingin kamu di sana agar saya tidak perlu khawatir meninggalkanmu sendiri di sini. Dan yang paling penting, agar saya tetap bisa melihatmu setiap kali saya pulang kerja."
Hati Rania menghangat. "Kalau memang itu keinginan Tuan, sebagai istri, saya akan ikut. Saya juga bisa membantu merawat Nyonya Tania di sana."
Airon mencium tangan Rania dengan penuh cinta. "Terima kasih, Rania. Terima kasih karena selalu mengerti."
Di belahan kota yang lain, Ergan kembali mendatangi klub malam yang sama. Tujuannya bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk mengawasi Harry. Benar saja, dugaannya terbukti. Di sudut klub yang remang, Harry sedang asyik bermesraan dengan seorang wanita seksi, bukan Airish.
"Brengsek!" umpat Ergan saat melihat Harry mengecup bibir wanita itu dengan rakus.
Ergan menajamkan pendengarannya saat Harry dan wanita itu mulai berbincang.
"Bagaimana dengan perempuan kaya itu?" tanya si wanita sembari mengelus dada Harry.
"Dia di rumahnya. Dia tidak akan tahu kalau kita berhubungan, Sayang," jawab Harry dengan nada meremehkan.
"Dia cantik dan tubuhnya bagus, kenapa kamu masih mencari aku?" goda si wanita.
Harry mendengus. "Dia tidak bisa memuaskanku. Setiap kali aku ingin menyentuhnya, Airish selalu menolak. Dia terlalu kaku. Tapi tak apa, dia akan aku jadikan ladang uangku. Kakaknya itu sangat kaya, aku akan menguras hartanya melalui Airish."
Darah Ergan mendidih. Ia tak menyangka Harry sebusuk itu. Mencintai Airish hanya untuk harta, bahkan berniat menghancurkan reputasi keluarga Demitri.
"Kau akan mendapatkan semua itu hanya dalam mimpimu, Harry!" gumam Ergan dengan tatapan membunuh.
Saat Harry pergi ke toilet, Ergan segera menghampiri wanita yang tadi bersama Harry. Ia mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dollar yang tebal.
"Kamu mau uang yang banyak?" tanya Ergan langsung tanpa basa-basi.
Wanita itu terbelalak melihat tumpukan uang di tangan Ergan. Ia mengangguk cepat. Ergan kemudian membisikkan sebuah rencana jahat untuk menjebak Harry. Ia ingin wanita itu merekam atau membuat skandal yang bisa membuat Harry tak berkutik di depan Airish.
"Baiklah, saya mengerti. Saya akan memberikan hasil yang sangat bagus untuk Anda, Tuan," ucap wanita itu sembari menerima uang muka dari Ergan.
Ergan menyeringai tipis. Ia akan memastikan Harry jatuh ke lubang yang ia gali sendiri. Tidak ada yang boleh menyakiti Airish, tidak selama Ergan masih bernapas.
masa tangan kanan ga punya rencana 🤦🤦