NovelToon NovelToon
Senjakala Di Madangkara Dalam Kisah Mengais Suka Diatas Luka

Senjakala Di Madangkara Dalam Kisah Mengais Suka Diatas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Action / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:96
Nilai: 5
Nama Author: Eric Leonadus

Setelah mengusir Arya Widura dari Madangkara, Permadi dan Shakila menjadi orang kepercayaan Prabu Wanapati. Hubungan Dewi Garnis dan Widura pun kandas. Akan tetapi, Widura bersumpah, tidak akan pernah berhenti membongkar kedok Permadi dan Shakila sebagai orang Kuntala. Dewi Garnis dan Raden Bentar berjanji untuk membersihkan nama baik Widura.

Ternyata, bukan hanya Widura saja yang tahu identitas Permadi dan Shakila, ada orang lain lagi, seorang laki-laki misterius yang selalu mengenakan cadar hitam. Lewat si cadar hitam, Bentar dan Garnis mendapatkan kebenaran tentang siapa Permadi dan Shakila itu. Mereka adalah orang-orang licik yang berusaha untuk menggulingkan Kerajaan Madangkara dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Kuntala. Menghadapi orang seperti mereka tidak bisa menggunakan kekerasan akan tetapi, harus menggunakan siasat jitu. Berhasilkah Bentar dan Garnis membongkar kedok mereka ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Babak Ketiga Puluh Dua

# 32

Permadi hanya bisa mundur dan bertahan, tak mampu menyerang balik. Mendadak pola serangan kujang berubah saat berada beberapa senti lagi dari hadapan Permadi, dari berputar menjadi menyabet dan menusuk. Gerakan mendadak inilah yang mengacaukan konsentrasi Permadi, tak ayal lagi, tubuhnya dalam sekejab bagai dikurung oleh ribuan cahaya merah. Sekali lagi, Permadi harus merelakan bajunya rusak berantakan. Dawung memang sengaja tidak ingin langsung membunuh Permadi begitu saja, ia ingin membuat mental tempur pemuda Kuntala itu rontok / hancur. Dan, siasatnya ini berhasil. Keadaan Permadi benar – benar menyedihkan, pakaiannya compang – camping, selain basah oleh keringat juga terdapat bercak – bercak warna merah.

“Dawung ... “ sapa laki – laki paruh baya yang mengenakan ikat pinggang rantai hitam berbandul besi, “Bocah itu lincah bak monyet, lebih baik suruh dia mencabut senjata andalannya atau kita serang saja bersamaan, waktu kita tidak banyak,”

“Kujang Emasmu itu hanya bisa meninggalkan luka gores saja, tapi tak mampu membunuhnya. Apakah kau sudah mulai lelah atau memang tidak ada jurus lain untuk melumpuhkannya ? Seranganmu sudah tak sedahsyat tadi,” sambung laki – laki paruh baya bertubuh tinggi kurus, kumis dan jenggotnya berwarna kelabu.

“Baiklah ... aku akan beristirahat sejenak. Bagiku sudah puas karena telah membuat harga diri dan kesombongannya hancur. Siapa saja boleh menggantikanku,” ujar Dawung seraya menyarungkan kujang emasnya dan melompat mundur. Sebelum mundur ia menatap tajam ke arah Permadi sejenak, lalu berkata, “Jika teman – temanku tidak ada yang berani membunuhmu, maka, akulah yang akan membunuhmu,”

Mundurnya Dawung, mungkin bisa memberikan Permadi kelegaan walau hanya sebentar saja. Jika dilanjutkan, kemungkinan besar nyawanya akan melayang. Ia benar – benar tersinggung dengan ucapan Dawung itu. Tapi, ia tahu kepandaian ilmu lawannya itu lebih tinggi, tak mungkin menghadapinya dengan tangan kosong sekalipun memiliki JURUS JARI BESI. Saat hendak duduk melepas lelah di hadapannya sudah berdiri seorang pemuda bersenjatakan tombak. Pemuda itu lebih pendek darinya, tubuhnya pun lebih kurus dan di mata Permadi, pemuda itu adalah pemuda yang hanya sekedar mencari kepopularitasan. Tapi, salah... justru pemuda bersenjatakan tombak itu juga lebih berbahaya daripada yang lain. Dia bernama SAMBILOKO, SI TOMBAK HITAM. Kemampuannya dalam memainkan tombak patut diwaspadai, tak seorang pun diantara teman – temannya berani meremehkannya.

Diam – diam Permadi merapal JURUS JARI BESI-nya, ia bertekad untuk menyerang terlebih dahulu. Akan tetapi ....

“Hei, ada apa ini, mendadak saja aku seperti dikurung oleh hawa panas ...” kata Permadi hendak mencari tahu darimana asal / sumber hawa panas yang mengurungnya. Tidak ketemu. Mendadak saja, sebuah cahaya hitam bergerak menyambar dadanya.

“WWUUSSHH !!!”

Sebuah mata tombak yang runcing dan berwarna hitam sudah berada di depan hidungnya. Ia tersentak, buru – buru tapak tangan yang sudah dialiri jurus Jari Besi terangkat dan menghadang mata tombak tersebut.

“TTRRIINNGG !!!”

Benturan keras terjadi, bunga – bunga api memercik. Mata tombak hitam dan tapak tangan Permadi beradu. Sambiloko tidak bergeser dari tempatnya berdiri, akan tetapi, Permadi terpental satu tombak ke belakang. Beruntung masih bisa mendarat dengan mulus, tapak tangan kanannya serasa panas dan kebas. Asap tipis berwarna merah kehitaman keluar saat ia mengibas – ngibaskan tangannya. Ia menatap lawannya dengan pandangan tidak percaya.

“Gila, tenaga dalamnya cukup tinggi juga, nyaris saja aku tak mampu menahannya. Tapi, mengapa hawa panas ini tidak kunjung hilang, malah semakin panas. Kemana pun aku bergerak, hawa aneh ini mengikutiku. Dan, tampaknya ....”

Belum habis rasa heran Permadi, mata tombak berwarna hitam kembali berkelebat. Permadi tidak lagi berusaha menahan mata tombak itu dengan Jurus Jari Besinya, melainkan bersalto dua kali ke belakang, mencoba menghindari jangkauan mata tombak. Mata tombak itu seakan memanjang, memanjang dan terus memanjang seakan tanpa batas, sesekali berputar – putar dan mengejar kemana pun ia berkelit.

“Jurus tombaknya benar – benar aneh. Mereka sepertinya benar – benar ingin membunuhku, dan ... hawa panas yang tidak tahu darimana asalnya ini membuat dadaku sesak dan gerakanku jadi tidak leluasa. Jika aku terus – menerus seperti ini, aku akan mati konyol... aku harus balas menyerang. Bom asap ... yah, terpaksa aku harus menggunakannya,”

Sambil berkata demikian, Permadi merogoh saku bajunya dan ...

“DDUUAARR !!”

Permadi melemparkan sesuatu ke tanah, bersamaan dengan bunyi ledakan itu, tubuhnya diselimuti oleh asap tebal dan menghilang dari pandangan lawan – lawannya. Namun, itu tak berlangsung lama, tubuhnya terlihat kembali dan kali ini ia jatuh terbanting. Bersamaan dengan itu salah seorang laki – laki dari keenam lawannya yang bertubuh jangkung, kurus dan berwajah pucat sudah berada di dekatnya. Ia hanya diam, menatap ke arah Permadi tanpa berkedip. Saking kurusnya, tubuhnya seperti tulang dibungkus dengan kulit, sepasang matanya yang bulat seakan nampak menonjol keluar. Ia diam bagaikan sepotong kayu kering, tangannya diletakkan ke dada tersembunyi di balik lengan bajunya yang panjang, lebar berwarna abu – abu.

“Jangan coba – coba melarikan diri, Permadi ... karena kami takkan membiarkan itu terjadi,” kata Palawa, “Mungkin kau bisa lari dari kami, tapi kau tak mungkin bisa lari darinya,” sambungnya sambil menunjuk ke arah pria paruh baya yang mirip tengkorak hidup dan sekarang berdiri di dekat Permadi.

“Aku tak ingin melarikan diri ataupun mati konyol di tangan orang – orang pengecut seperti kalian yang hanya bisa main keroyok. Kali ini keadaanku tidak akan seburuk beberapa menit yang lalu. Karena, inilah yang akan menemaniku dan memaksa kalian membuka mulut untuk memberitahukan siapa kalian dan apa alasan kalian ingin sekali membunuhku !” tukas Permadi yang ternyata sudah memegang senjata yang selama ini tersimpan di balik lipatan bajunya BELATI SINAR HITAM dan tanpa banyak bicara lagi, ia menghujamkan belati tersebut ke dada pria jangkung, kurus dan pucat itu.

“Mati, kau !” ujar Permadi seraya menyeringai. Tusukannya tepat sasaran, namun yang ditusuk tetap tak bergerak. Seketika itu pula wajahnya tampak tegang, otot dan urat – uratnya bertonjolan keluar. Belatinya tampak menancap pada dada laki – laki pucat itu dan Permadi berusaha untuk mencabutnya kembali akan tetapi, belatinya itu seperti tertahan sesuatu. Semakin kuat Permadi berusaha mencabut, semakin kuat pula tenaga yang membetot atau menahannya.

..._____ Bersambung _____...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!