Melodi terpaksa menerima perjodohan yang sebenarnya ditujukan untuk kakaknya. Ia dinikahkan dengan Gilang, gitaris sekaligus vokalis terkenal berusia 32 tahun—pria dingin yang menerima pernikahan itu hanya demi menepati janji lama keluarganya.
Sebelum ikut ke Jakarta, Melodi meminta sebuah perjanjian pribadi agar ia tetap bisa menjaga batas dan harga dirinya. Gilang setuju, dengan satu syarat: Melodi harus tetap berada dekat dengannya, bekerja sebagai asisten pribadinya.
Namun sesampainya di Jakarta, Melodi mendapati kenyataan pahit:
Gilang sudah memiliki seorang kekasih yang selalu berada di sisinya.
Kini Melodi hidup sebagai istri yang tak dianggap, terikat dalam pernikahan tanpa cinta, sambil menjalani hari-hari sebagai asisten bagi pria yang hatinya milik orang lain. Namun di balik dinginnya Gilang, Melodi mulai melihat sisi yang tak pernah ditunjukkan sang selebritis pada dunia—dan perasaan yang tak seharusnya tumbuh mulai muncul di antara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santisnt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
imam
Melodi akhirnya kelelahan setelah menangis lama. Ia tertidur pulas di ranjang, nafasnya teratur, wajahnya masih sedikit basah oleh air mata.
Gilang membuka pintu kamar perlahan, mengintip dari celah.
"Oh, udah tidur. Untunglah nggak ada drama lagi," gumamnya lega sambil mengendap masuk.
Namun Melodi ternyata tidak tidur sedalam itu. Ia langsung terbangun begitu mendengar langkah Gilang.
"Kalau tidur di sofa, jangan di sini," ucap Melodi singkat dengan mata setengah terpejam, lalu kembali membenamkan wajahnya ke bantal.
"Iya, tau. Gue juga nggak mau tidur di sebelah lo," balas Gilang ketus.
Melodi tidak menanggapi.
Gilang mendecak pelan. “Lagi tidur aja masih sempet ngoceh… dasar bocil,” gumamnya sambil mengambil bantal lalu berbaring di sofa kamar yang sempit itu.
Gilang masih terjaga beberapa menit sebelum benar-benar tertidur. Ia memandangi kamar Melodi—ruangan kecil dengan warna pastel, penuh pernak-pernik lucu khas anak perempuan yang belum siap jadi istri.
“Kasian juga kalau dipikir-pikir nih bocah… padahal dia masih mau eksplor hidupnya. Ini dia relain semuanya demi perjanjian,” gumamnya lirih, perasaan iba muncul begitu saja.
Ia cepat menggeleng.
“Ngapain juga gue kasian. Inget, lo ya lo… gue ya gue,” ucapnya, seakan menegur dirinya sendiri.
Tak ingin memikirkan Melodi lebih jauh, akhirnya Gilang pun terlelap. Malam berlalu tanpa interaksi, mereka tertidur terpisah—tidak seperti pasangan baru pada umumnya.
---
Menjelang pukul lima pagi, suara adzan pelan terdengar dari masjid dekat rumah. Melodi tersentak bangun, refleks tersenyum seperti biasa.
“Alhamdulillah… terima kasih ya Allah,” ucapnya lirih.
Namun senyum itu langsung luntur begitu matanya menangkap laki-laki di sofa—Gilang—tertidur nyenyak tanpa bergerak.
“Dasar… nggak ada adab. Adzan aja masih tidur,” gumam Melodi sambil menggeleng, wajah kesal tapi matanya masih mengantuk.
Ia mengambil handuk kecil dan segera masuk ke kamar mandi untuk berwudhu. Ia keluar beberapa menit kemudian, dan Gilang masih dalam posisi tidur yang sama.
“Itu tidur atau jadi mumi sih…” ucapnya sarkastik, tapi suaranya kecil.
Setelah selesai shalat, Melodi menoleh sekilas. Gilang masih dalam posisi yang sama—terlentang, mulut sedikit terbuka, tidak bergerak sama sekali.
“Udah lah, bodo amat… dosa-dosa dia,” gumam Melodi sambil melipat mukenah.
Namun tiba-tiba ia teringat ucapan penghulu saat akad: “Ingat, saling mengingatkan dalam kebaikan itu kewajiban suami istri.”
Melodi mendengus.
“Tapi… gue nanti ikut dosa juga,” ucapnya lirih. Dengan sangat terpaksa, ia melangkah mendekati sofa.
“Bangun. Shalat,” ucapnya sambil menepuk bahu Gilang.
Tidak ada reaksi.
Melodi menepuk lebih keras.
“Gilang! Subuh!”
Tetap tidak bergerak.
Ia menggoyangkan bahunya. Menepuk pipinya pelan. Bahkan mengibaskan ujung mukenah. Hasilnya nihil—Gilang tetap seperti fosil hidup.
“NIH ORANG APA SIH?!”
Kesabaran Melodi habis. Ia berjalan cepat ke kamar mandi, mengambil gayung, mengisinya dengan air dingin, lalu kembali.
Tanpa hitungan, tanpa aba-aba—
BYUURRR!
Air mengguyur wajah dan leher Gilang. Pria itu sontak melonjak bangun.
“BANJIR!!” teriak Gilang sambil berdiri refleks, handuk di pinggang hampir melorot.
Melodi tidak bisa menahan diri. Melihat ekspresi panik Gilang yang setengah bego, ia meledak tertawa.
“Hahhahahahahah!!”
Gilang mengusap wajahnya, menahan malu.
“Kenapa ketawa?!”
Melodi tidak bisa menahan diri. Melihat ekspresi panik Gilang yang setengah bego, ia meledak tertawa.
“Hahhahahahahah!!”
Gilang mengusap wajahnya, menahan malu.
“Kenapa ketawa?!”
Air masih menetes dari dagunya, rambut acak-acakan seperti habis diseret gelombang.
Melodi semakin ngakak. “Lo liat muka lo! Kayak ayam habis dicemplungin got!”
Gilang mendengus, wajahnya memerah.
“Lo bener-bener ya…”