MOHON MAAF
TAHAP REVISI
Pernikahan siri antara Nirmala Wongso dan juga Seno Aji Prakoso membuahkan hasil seorang anak laki-laki yang tidak pernah diakui oleh Seno, karena ia takut keluarga besarnya akan tahu tentang aibnya yang diam-diam menikahi gadis pelayan di club malam.
Setelah dinyatakan hamil oleh dokter Seno mulai berubah dan menyuruh Nirmala untuk menggugurkan kandungannya jika masih tetap ingin menjadi istrinya.
Namun Nirmala memilih jalan untuk mempertahankan buah hati dan meninggalkan kemewahannya bersama dengan Seno.
Penasaran?? ikuti jalan kisah Nirmala yang penuh dengan lika-liku kehidupan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Malam semakin larut, hati Nirmala benar-benar gelisah entah kenapa ketakutan itu mulai teringat kembali menjalar ke seluruh ingatannya, bahkan detak jantungnya berpacu dengan ritme yang tidak beraturan.
"Ya Allah, ini kenapa ... perasaanku mengatakan orang itu akan datang lagi ....," ucap Nirmala dengan nada yang tercekat.
Hembusan angin malam terasa begitu kencang menusuk sampai ke tulangnya, membuat ketakutan di hatinya semakin kental terasa. Nirmala melangkahkan kakinya, tangannya mulai menarik hordeng yang masih terbuka.
Seketika jantungnya dibuat berhenti saat itu juga, ketika pandangannya menangkap sebuah bayangan yang terlintas dihadapannya. "Astaga! Bayangan apa itu," ucapnya sendiri sambil mengucek mata, memastikan kembali bayangan itu nyata atau halusinasi semata.
"Tidak ... ini tidak mungkin terjadi," ucapnya sekali lagi, di saat bayangan itu muncul untuk kedua kalinya.
Malam itu Nirmala mencoba menenangkan diri. Ia tahu rumah ini sepi, Airin baru saja pergi dinas untuk shift malam.
"Aku harus berani siapapun yang ada di luar, aku harus pandai menjaga diri," ucapnya penuh dengan keyakinan.
Di dalam rumah Nirmala mulai melindungi dirinya dengan cara yang ia bisa, sementara dua orang di luar sana, menyeringai puas, melihat gerak-gerik wanita di dalamnya yang begitu ketakutan dan terlihat begitu cemas.
Salah satu dari mereka melirik ke arah rekannya, memberi isyarat bahwa waktunya sudah tepat untuk bergerak. Baru saja ia hendak mengeluarkan linggis kecil dari balik jaketnya, tiba-tiba suara mesin mobil warga terdengar semakin dekat. Sorot lampu mobil itu menyoroti jalanan depan rumah, membuat keduanya spontan membatalkan aksinya dan mundur beberapa langkah.
"Sial! Dari tadi ada saja halangan," gerutu pria itu.
"Tenang, hanya warga yang lewat," sahut rekannya.
"Meskipun hanya lewat, kalau begini terus kapan kita bisa bertindak?" ucap pria yang memegang linggis itu dengan kesal.
Begitu suasana kembali sepi, mereka mendekat lagi. Kali ini, linggis kecil itu diarahkan untuk mencongkel jendela kamar yang ditempati Nirmala. Namun, besi jendela yang terpasang cukup kokoh membuatnya kesulitan.
"Gimana, sudah bisa belum?" tanya yang satunya sambil terus memantau keadaan sekitar.
"Masih susah, besinya terlalu kuat. Alat yang kita bawa nggak cukup untuk ngerusak ini," sahut rekannya sambil mengerahkan tenaga mendongkel engsel jendela yang terpasang rapat.
☘️☘️☘️☘️
Sementara di rumah besarnya, kali ini dengan sendirinya Alula bertekad untuk membuktikan sendiri apa yang diucapkan oleh ibunya tadi, gadis itu benar-benar harus memastikan wanita yang di sebut oleh ibunya tadi, apa wanita itu benar-benar Nirmala atau tidak.
Dengan penuh tekad dan keberanian, malam ini Alula mulai meninggalkan rumahnya, mesin mobilnya sudah berbunyi. Dengan perasaan yang sedikit cemas dan tangan yang gemetar, akhirnya gadis itu membuat keputusan, untuk melajukan mobilnya menerobos jalanan malam yang tidak terlalu padat oleh kendaraan.
"Aku harus cepat datang di lokasi memastikan keadaannya," ucapnya sambil fokus ke arah jalanan.
Setelah hampir setengah jam akhirnya gadis itu sampai di tempat yang ia tuju, Ia mencoba menghalau rasa cemas dan khawatir yang menjalar di dalam pikirannya.
Alula turun dari mobilnya di depan penginapan sederhana bercat putih. Lampu halaman temaram, hanya ada seorang penjaga duduk di kursi plastik dengan buku catatan di pangkuannya.
“Selamat malam, Mbak. Bisa saya tahu keperluannya?” tanya penjaga dengan suara ramah tapi tegas.
Alula menatap sejenak, hatinya berdebar kencang. “Saya mau bertemu dengan dr. Airin. Katanya beliau tinggal di sini,” jawabnya sambil menyerahkan KTP.
Penjaga itu mencatat sebentar, lalu mengangguk. “Benar, Bu Dokter memang tinggal di sini. Tapi biasanya beliau sedang sibuk kalau malam dan barusan juga ada tamu yang mendatanginya katanya ia mau menunggu."
Airin terperanjat kaget, dan hal ini benar-benar menjadikan jawaban atas rasa penasarannya itu. "Oh, berarti ada tamu sebelum saya Pak?"
Penjaga itu mengangguk pasti. "Iya Mbak. Oh ya kalau mau apa mau aku sampaikan terlebih dahulu dengan dokter Airin?
“Tidak apa-apa, saya hanya ingin memastikan saja,” ucap Alula singkat, matanya sudah melirik ke deretan kamar di dalam, berharap menemukan sosok yang di suruh oleh maminya.
Setelah melapor akhirnya Alula mulai berjalan menuju ke penginapan Airin, ia sengaja tidak membawa mobilnya, karena takut akan ketahuan dengan dua orang sebelumnya yang sudah mendatangi rumah Airin.
Malam terasa mencekam, gadis itu mulai melangkah pelan melewati beberapa rumah, sejenak langkahnya mulai terhenti, ketika matanya mulai menangkap sosok dua orang yang sedang sibuk di depan jendela kamar Airin.
"Astaga itu siapa?" tanyanya Sendiri.
Alula langsung menyeret langkahnya ke belakang, beberapa langkah, ia bersembunyi di balik tembok rumah di sampingnya, dari arah kejauhan gadis itu menyaksikan sendiri, bagaimana sibuknya kedua orang itu mencoba untuk mencongkel jendela Airin.
"Ya Allah, ternyata benar dugaanku, wanita yang dituju Mami adalah Tante Nirmala," ucapnya sambil membekap mulutnya dengan kedua tangannya.
Alula masih belum bisa membayangkan jika maminya tega menyuruh orang untuk mencelakai seorang wanita. "Mi ... dendam apa yang kau miliki, sehingga Mami begitu nekad untuk mencelakai seseorang," gumamnya sambil melihat dua orang itu yang sudah berhasil mencongkel jendela Airin.
"Hah ... mereka sudah berhasil," ucap Alula.
Sontak saja gadis itu langsung berlari kecil mengikuti kedua penyusup itu.
Sementara itu kedua penyusup itu mulai tersenyum remeh ketika melihat Nirmala yang sudah bersiap memegang sapu, alat sederhana yang ia temukan di kamar itu. "Wanita tua untuk apa sapu kecil itu.
Pria itu tertawa mengejek, sementara Nirmala mulai memundurkan langkahnya dengan tubuh yang sedikit bergetar. "Jangan mendekap, saya pastikan jika kamu berani melukaiku, maka anakku yang akan membalaskan semuanya!" ucap Nirmala sedikit ada penekanan.
Pria itu berdeci, seolah apa yang diucap oleh wanita dihadapannya itu sesuatu yang remeh. "Anakmu, heeemb ... bilang saja pada anakmu yang berpangkat kecil itu, kamu tidak takut, bos kami lebih berkuasa dari anakmu itu," sahutnya dengan langkah yang semakin mendekat.
Kedua pria itu saling menoleh, seolah sekarang waktu yang tepat untuk mencelakai perempuan ini. "Kita mulai sekarang!"
Rekannya itu mengangguk ia mulai mengambil pisau lipat dari balik saku jaketnya, dan seketika pisau itu langsung di arahkan ke arah Nirmala.
"Jangan ... jangan mendekat," suara Nirmala mulai bergetar, tangannya berusaha untuk memukul pisau itu dengan gagang sapu, tapi sayang pegangan pria itu terlalu kuat.
"Heeeemb sapumu itu akan aku patahkan, jadi bersiaplah wanita tua!" desis pria itu.
ujung pisau sudah semakin dekat mengarah dihadapan Nirmala, namun tanpa di duga seorang gadis dari arah belakang dengan berani melempar batu yang cukup besar ke arah pria yang menodongkan pisau itu.
"Buuuugh ....," Seketika pria itu meringis kesakitan dan pisau yang ia pegang jatuh begitu saja ke lantai.
Seketika Nirmala hanya bisa terdiam kaku, matanya membelalak tak percaya pada apa yang baru saja terjadi, tangan dan tubuhnya bergetar hebat, antara lega sekaligus shock, seolah-olah nyawanya yang hampir terenggut itu, baru saja ditarik kembali di detik terakhir.
Bersambung ... Semoga suka ya