Bianca Mith. Doktor muda arogan yang selalu saja mencari masalah setiap hari saat sedang bekerja. Ayahnya yang seorang pebisnis terkenal tidak tahan dengan kelakukan anaknya itu. Maka dari itu perjodohan itu diadakan.
Bianca menikah dengan Aether Beatrice. Dosen muda dari Universitas Mith. Sesuai kesepakatan awal, beberapa tahun setelah menikah, salah satu dari mereka harus mengorbankan cita-cita mereka untuk memimpin perusahaan keluarga.
Namun tepat setelah satu hari setelah pernikahan, Aether baru mengetahui bahwa ia memiliki penyakit serius pada bagian otaknya. Membuat Aether akan kehilangan sedikit demi sedikit ingatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_Shou, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpisah
Tak terasa sudah hari keenam Bianca tinggal di Desa NorthWest. Sebelumnya Bianca berpikir bahwa ia tidak akan pernah bisa beradaptasi dan meminta Aether untuk membawanya kembali ke pusat kota. Namun ternyata semuanya terbalik. Bianca merasa sangat nyaman dengan suasana, keramahan, dan segala hal yang ada di desa itu.
Beberapa orang yang melintas melewatinya selalu menyapanya dengan wajah bahagia, entah memang mereka senang melihat Bianca. Atau karena mereka tau bahwa Bianca adalah istri dari Aether. Mengingat suaminya itu memiliki reputasi sangat baik di desa itu.
Sore hari ini, Bianca memutuskan untuk mengikuti Aether berkeliling. Tidak terlalu jauh. Mereka hanya sedikit menuruni bukit. Dan akan naik kembali tepat sebelum matahari terbenam, supaya jalan untuk kembali masih terang.
"Besok kita akan pulang ke kota saat siang hari, bagaimana menurutmu?" tanya Aether melakukan sedikit peregangan tangan.
"Bagaimana kalau malam saja? Bukankah jika siang akan terasa panas?" tanya Bianca mengamati sekeliling.
"Kita berangkat naik mobil. Pulang pun naik mobil. Kenapa kamu khawatir jika panas? Kan ada pendingin udara."
"Bagaimana kalau macet?"
"Macet, 'ya? Setahuku di daerah sini jarang sekali macet. Aku rasa kekhawatiranmu juga bisa dibenarkan. Tapi kalau malam, aku takut merasa ngantuk. Itu akan berbahaya bagi kita."
"Kalau kamu mengantuk, biar aku yang menyupir."
"Itu lebih membuatku takut."
Bianca menatap sinis Aether. Suaminya itu berpikir bahwa Bianca tidak pandai mengendarai mobil. Dan akan langsung membawa mereka ke neraka jika Bianca yang memegang kendali mobil.
Tentu saja Bianca pandai mengendarai mobil. Selama ini, Bianca menggunakan mobil untuk bekerja. Dan selalu ke mana-mana menggunakan mobil sejak remaja. Kemampuan Bianca tidak perlu diragukan lagi.
"Kenapa kamu tidak membangun ulang rumahmu? Bukankah seharusnya uang yang kamu gunakan untuk membangun persawahan, peternakan, dan perkebunan bisa untuk membangun rumah dan membeli mobil?" tanya Bianca.
"Aku sempat ingin memperbaiki rumah itu. Namun Ibuku melarangku. Dia tidak mau ada yang berubah dari rumah itu. Jadi aku mengalihkan uangku untuk membeli itu semua. Aku meminta ibuku untuk mengurusnya. Dengan begitu, ibuku mendapatkan pemasukan setiap bulannya. Dan dia bisa membeli apapun yang dia mau. Jikalaupun dia berubah pikiran dan ingin membangun rumah, dia bisa menggunakan uangnya sendiri," jelas Aether meloncat kecil.
"Apakah itu aneh?" tanya Aether balik.
"Tidak. Aku rasa itu pilihan yang bagus," jawab Bianca.
"Apakah kamu tidak ingin membelikan sesuatu untuk ayahmu sebelum kita pulang? Sebuah souvenir atau apapun itu? Yang membuat dia sedikit bahagia," tanya Aether.
"Apa yang kamu harapkan? Dia menerimanya dengan rasa bahagia? Tidak mungkin. Dia itu memiliki banyak uang. Dia tidak akan mau menerima hadiah kecil. Dia hanya mau menggunakan barang-barang berharga dengan nilai yang fantastis," jawab Bianca.
Aether mengangguk pelan. Itu wajar. Kazuki dan Bianca berasal dari keluarga ternama. Semua yang mereka gunakan adalah barang-barang mahal. Orang-orang yang ingin memberikan mereka hadiah, pasti berpikir berulang kali saat ingin memberikan hadiah murahan.
Ada kemungkinan tidak terpakai. Atau lebih menyakitkan lagi jika tidak diterima.
"Aku rasa ayahmu akan menerima apapun itu, jika kamu yang memberikannya," ujar Aether menghadap ke arah Bianca. Berjalan menyamping.
"Apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?" tanya Bianca menatap sinis Aether.
"Karena dia ayahmu. Dan kamu anaknya. Ayahmu walau seperti itu tetap memiliki sikap yang lembut. Mau seberapa murah apapun hadiah yang kamu berikan, dia pasti akan menganggap itu sebagai hal yang berharga. Bukan tentang hadiahnya. Namun tentang moment saat kamu memberikan hadiah itu."
"Kenapa kamu berbicara seakan-akan mengenalnya? Sebenarnya yang anaknya aku atau kamu?"
"Tentu saja, kamu anaknya. Tapi, aku juga seorang laki-laki. Sebagai sesama laki-laki, aku tau bagaimana rasanya mendapatkan hadiah dari perempuan yang sangat kita sayangi. Saat ibuku membelikanku sepatu baru, aku sangat bahagia. Aku bahkan tidak bisa tidur malamnya. Dan terus memikirkan tentang bagaimana caraku memamerkannya kepada teman-temanku di sekolah."
"Bagaimana kalau kamu saja yang memberikannya hadiah?"
"Tentu saja itu akan terasa berbeda untuknya. Harus kamu yang memberikannya. Aku akan memikirkan tentang hadiah apa yang harus kamu berikan. Tapi jangan sampai kamu tidak menyerahkannya."
"Ya, 'ya, 'ya. Tolong pikirkan dengan baik."
Memberikan hadiah pada Kazuki. Bianca belum pernah melakukan itu sebelumnya. Sejak kecil, selalu ada jarak antara Bianca dan Kazuki. Membuat Bianca merasa berbicara atau bahkan menyentuh Kazuki saja sangatlah susah untuknya.
Dan sekarang tiba-tiba saja Aether memberikan usulan untuk memberikan Kazuki sebuah hadiah kecil.
"Apa yang disukai oleh ayahmu?" tanya Aether mulai mencari hal yang tepat untuk dijadikan buah tangan.
"Mana aku tau. Bukankah aku sudah mengatakannya? Aku tidak dekat dengan ayahku," jawab Bianca membuat Aether merasa buntu.
"Bagaimana ini? Jika anaknya sendiri saja tidak tau, bagaimana dengan aku yang sebagai menantu?" keluh Aether.
"Bukankah kamu yang sedari awal memikirkan tentang buah tangan? Kalau begitu, selamat menikmati rasa kebingungannya."
Langkah Bianca berhenti. Membuat Aether pun berhenti. Saat mereka menemui persimpangan jalan yang cukup besar. Bianca melihat seseorang yang sangat familiar sedang berada di luar mobil Jeep berwarna hitam sembari merokok.
Nichol. Laki-laki itu tiba-tiba saja muncul entah dari mana.
"Pergilah pulang lebih dulu. Aku ingin berbicara dengannya. Tenang saja, aku sudah hafal jalan pulang," ujar Bianca meninggalkan Aether untuk menemui Nichol.
Aether mengangguk dan berbalik. Namun tiba-tiba saja jantungnya terasa sangat sesak. Ia kesulitan bernafas. Aether sadar bahwa penyakitnya mulai kambuh. Membuatnya berlari menuju ke arah hutan yang cukup dalam. Menjauh dari jalan, supaya tidak ada seorang pun bisa melihatnya.
Sampai pada titik di mana Aether sudah tidak bisa merasakan kakinya lagi. Tubuh Aether ambruk. Aether duduk di antara dua kaki. Dengan kondisi badan membungkuk. Aether bisa melihat ada darah yang menetes di daun kering yang bersebaran di atas tanah. Dan saat Aether memeriksanya, benar saja. Mimisan.
"Ah, yang benar saja? Bagaimana ini?" tanya Aether di tengah keputusasaan.
Aether dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan sekarang. Ia tidak bisa kembali ke rumah karena jika ia kembali, ibunya akan mengetahui tentang penyakitnya. Dan jika Aether berada di sana lebih lama, Aether akan bertemu dengan warga sekitar yang akan mencari kayu kering.
Saat Aether merasa punggungnya basah. Seakan ada rintik hujan yang mengenai tubuhnya. Ia pun menggunakan seluruh tenaganya untuk mendongakkan kepalanya. Aether merasa sangat pusing saat yang ia lihat bukanlah langit hitam dan rintik hujan. Namun awan putih dan salju. Aether sadar bahwa itu adalah ilusi. Dan sebentar lagi, akan ada memori yang terhapus dari ingatannya.