Tentang Dukun Santet Legendaris — yang berjaya dalam Mengusir Belanda, Tiga Abad Silam.
Tapi nasibnya berakhir tragis: dibakar hidup-hidup hingga arwahnya gentayangan
Sampai tahun 2025..
Jiwa LANANG JAGAD SEGARA:
tiba-tiba tersedot ke dalam tubuh ADAM SUKMA TANTRA, seorang INTERPOL Jenius, Muda dan Tampan.
Syarat tinggal di tubuh itu: cari dalang di balik pembunuhan Adam.
Maka dimulailah petualangannya menyelidiki kasus-kasus kriminal dengan cara aneh: Lewat Santet, Jimat Ghoib, dan Mantra Terlarang yang tak sesuai zaman. Tapi, justru cara kuno ini paling ampuh dan bikin partnernya cuma bisa terpana.
“Lho, kok jimatku lebih nendang daripada granat?!” — ujar Lanang, si Dukun Gaptek yang kini terjebak dalam lumpur misteri masa lalu.
Sanggupkah ia mewujudkan keinginan Jiwa asli sang pemilik tubuh?
Atau jangan-jangan justru terhantui rasa bersalah karena ternyata, penyebab Matinya Adam masih....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Raja Iblis, Muncul?
...************ ...
Bum!
Tiba-tiba, roh-roh pohon yang telah dikeringkan oleh Iblis Air bangkit dengan kemurkaan yang membara. Akar-akar tua menjulur dari tanah seperti ular raksasa, melilit dan menjerat tubuh kabut hitam si Iblis. Energi kehidupan yang sebelumnya diserapnya justru berbalik menusuk dari dalam, menyiksa dan mengoyak-ngoyak wujudnya.
Namun, dalam keadaan terjepit, Iblis Air itu mendongakkan kepalanya dan mulai merapal mantra kuno dengan suara parau dan penuh kebencian:
"Sanguis et obscurum...
Terrae ossa frangite!
Spiritus lignorum...
Ad nihilum redigite!"
Artinya kurang lebih: Darah dan kegelapan... Hancurkan tulang-tulang bumi! Roh-roh kayu... Kembalikan kepada ketiadaan!
Mantra gelap itu menggema, memancarkan getaran jahat yang langsung mempengaruhi roh pepohonan. Getaran energinya yang tadinya stabil mulai goyah dan kacau. Semburan energi liar berhamburan, dan salah satunya, sebuah panah hitam berujung racun, nyaris menghantam Tabir Kwangim.
Krack!
Suara retakan tiba-tiba terdengar dari balik tabir pelindung. Mata Lanang melotot. Ia mengira tabir itu akan hancur, padahal semburan energi tadi bahkan belum menyentuhnya.
Ternyata bukan. Kwangim sudah memperkirakan semuanya. Bagaimanapun, ini adalah wilayah yang telah ia jaga selama ratusan tahun.
Cahaya putih keemasan memancar dari celah-celah retakan itu. Mulanya hanya berpendar kecil, lalu membesar, menangkis panah hitam itu, dan perlahan terserap oleh energi Roh Pepohonan yang sedang kacau. Semburan energi liar itu mulai teratur kembali, membentuk kurungan raksasa berbentuk segitiga.
Kwangim sengaja memanfaatkan momen ini. Ia menyatukan energi murninya dengan sisa kekuatan terakhir pohon-pohon yang sekarat, memperkuat segel yang sedang terbentuk.
"Wragkkkkhhh...!"
Iblis Air meraung ganas. Perlawanannya semakin brutal. Dan saat ia terjepit dan mulai terdesak, seluruh tubuhnya mulai tenggelam dalam kurungan segitiga itu.
Trank!
Segel akhirnya terbentuk sempurna, berwarna biru pucat—perpaduan sempurna antara kekuatan Kwangim dan kesucian roh hutan.
"Wargkkkk...!"
Iblis Air itu sekali lagi meraung, mengerahkan sisa kekuatannya untuk menghancurkan segel dari dalam.
Duar!
Ledakan energinya membuncah, mengguncang dasar telaga.
Tapi Kwangim tidak tinggal diam. Kubah pelindung yang melindungi Tantri tiba-tiba berpendar lembut, lalu terserap seluruhnya ke dalam segel. Kwangim menyatu sepenuhnya dengan Roh Pepohonan, memperkuat segel hingga warnanya berubah menjadi hitam pekat—warna terakhir dari sebuah pengorbanan besar.
Dan kemudian...
Bhum!
Sebuah ledakan dahsyat mengguncang dari dalam segel. Bukan ledakan kehancuran, melainkan ledakan peneguhan. Itu adalah tanda bahwa Iblis Air telah dilumpuhkan. Mungkin tidak musnah, karena ia termasuk petinggi di jajaran iblis dan terlalu kuat untuk dihancurkan sepenuhnya. Tapi setidaknya, tubuhnya kini terbungkus dan membeku dalam segel abadi.
Lanang, yang menyaksikan seluruh kejadian dari jalur Limbo, hanya bisa terperangah dan berdecak kagum. Ini adalah pertarungan supranatural terhebat yang pernah ia saksikan dalam seluruh hidupnya—baik di kehidupan yang dulu, maupun yang sekarang.
. . .
Namun, penggabungan kekuatan antara Kwangim dan Roh Pepohonan ternyata tidak bisa bertahan lama. Pengorbanan Kwangim dengan menggunakan esensi dirinya membuat wujudnya semakin pudar. Sebelum segel itu benar-benar menghilang, Roh Pepohonan mulai berpendar. Cahaya kehijauan merambat masuk melalui celah-celah akar di tanah, dan perlahan-lahan, pepohonan yang layu mulai hidup kembali. Semua itu terjadi berkat bantuan terakhir Kwangim, yang masih menyalurkan sisa energinya untuk memulihkan mereka.
"Maafkan aku, saudaraku. Aku terpaksa melibatkan kalian dalam pertarungan ini."
Sebuah suara muncul dari desau angin, itu suara Kwangim yang penuh penyesalan.
"Lupakanlah, Kwangim. Anggap ini sebagai balas budi kami yang telah kau jaga sejak dulu."
Muncul suara berlapis yang menyatu, menjawab perkataan Kwangim. Suara itu masih bergema dan berenergi sama seperti Kwangim. Itulah suara Roh Pepohonan.
"Tapi kau harus ingat, mungkin ini adalah terakhir kali kami bisa membantumu. Karena kami tidak ditakdirkan untuk terlibat dalam pertarungan manusia. Serahkan hal itu pada takdir dan kuasa mereka. Selamat tinggal, Kwangim."
Suara pepohonan kembali menggema, perlahan menghilang ditelan angin.
Lanang pun segera menyadari makna kata-kata itu. Kemunculan Roh Pepohonan untuk membantu mengalahkan Iblis Air bukan tanpa alasan. Mereka bersedia keluar dan mewujudkan diri sebagai energi semata-mata karena ingin membalas jasa Kwangim. Seandainya Roh Pepohonan boleh ikut campur dalam urusan manusia, mengapa dulu mereka tidak mengusir serdadu Belanda yang merusak hutan dan memicu peperangan?
Masalahnya jelas tidak sesederhana itu. Pepohonan diciptakan sebagai bagian dari kebutuhan manusia. Saat ditebang dan dimanfaatkan, bukan berarti mereka tidak merasakan sakit atau tidak bisa melawan—tetapi itulah takdir mereka. Yang terjadi hari ini adalah pengecualian khusus, bentuk terima kasih khusus dari Roh Pepohonan Curuk Kewangen untuk Kwangim.
Dan tidak ada seorang pun, apalagi Lanang, yang bisa mengubah takdir itu.
. . .
Sementara itu, di sisi seberang, energi Kwangim yang berwarna putih keemasan tiba-tiba berubah wujud menjadi seekor burung cendrawasih yang agung. Ia mengepakkan sayapnya dengan anggun dan terbang melingkari Tantri. Dari setiap kepakan sayapnya, cahaya keemasan berhamburan turun, melingkari tubuh gadis itu seperti selimut yang hangat.
Tantri yang sempat terganggu pun bisa bernapas lega. Dadanya yang sesak kembali plong, dan ia pun melanjutkan pertapaannya dengan tenang, dilindungi oleh sisa-sisa energi terakhir Kwangim.
Burung cendrawasih itu kemudian terbang meninggalkan Tantri. Namun, yang aneh, ia tidak menghilang ke dalam hutan. Ia justru terbang lurus ke arah tempat Lanang menyaksikan semuanya dari jalur Limbo. Seolah ia tahu ada yang mengintip dari balik dimensi yang tak terlihat.
Lanang merasa bingung. Jantungnya berdebar, bertanya-tanya apa maksud burung itu.
Tapi kebingungannya segera terjawab saat sebuah suara terdengar jelas, menyebut namanya dengan lengkap:
"Lanang Jagad Segara! Aku tahu kau sudah melihat semuanya dari tadi. Cepatlah kau datang, dan tunaikan janjimu kepada Adam."
Suara itu menggema, penuh wibawa, sebelum akhirnya menghilang bersama burung cendrawasih yang menyatu dengan pepohonan di perbukitan. Ternyata, bahkan di detik-detik terakhirnya, Kwangim masih sempat menyalurkan pesan dan tugas penjagaannya kepada Lanang.
"Apa kau dengar itu? Dia tahu kita sedang mengawasi mereka!" seru Lanang pada sang Entitas, suaranya penuh ketakjuban.
"Hum... Jelas saja Kwangim bisa melakukannya. Sebagai roh leluhur, tidak mungkin dia tidak tahu jika salah satu keturunannya sudah tiada," jawab sang Entitas, tenang. "Dan kebetulan kita sedang berada di jalur Limbo. Meski tempat ini lebih cocok disebut kurungan, unsur energinya justru mirip dengan energi Kwangim. Bisa jadi dia sudah menyadari keberadaanmu sejak kau masuk ke sini."
Mendengar penjelasan itu, Lanang tersadar. Artinya, terjebaknya ia di Limbo bukanlah sekadar kebetulan atau akibat kebodohannya sendiri. Semuanya seolah sudah ditakdirkan. Justru karena kelalaiannya, ia bisa menyaksikan kebenaran melalui jalur ini.
Tapi satu hal masih mengganjal di hatinya: kenapa Kwangim harus berakhir tragis? Kenapa sosok yang begitu agung dan mulia harus menjadi tumbal pengorbanan? Apakah semua orang baik memang harus berakhir seperti ini?
Seperti dirinya sendiri yang dulu difitnah dan justru mati dibakar hidup-hidup oleh orang-orang yang ia bela?
"Kemana Kwangim pergi? Apa dia... benar-benar mati?" tanya Lanang dengan nada kesal, luapan emosi memenuhi dadanya setelah menyaksikan akhir yang tragis itu.
"Apa yang kau takutkan, bocah? Kwangim dari dulu memang sudah mati. Kemunculan rohnya hari ini terjadi karena kesadarannya yang arif dan luhur, tidak rela meninggalkan keturunannya begitu saja," jawab sang Entitas, mencoba menenangkan.
"Aku sudah mengetahui tentang jejak Kwangim sejak dulu. Dia adalah tetua adat paling kuat yang terlalu mencintai rakyatnya. Seandainya aku juga punya keturunan, mungkin aku akan meniru jejaknya."
Jawaban itu sedikit meredakan gejolak dalam hati Lanang.
"Berarti, dia masih bisa kembali lagi, kan?" tanyanya penuh harap.
"Hum... Jika keseluruhan energinya telah pulih, dia bisa kembali. Tapi mungkin butuh waktu yang lebih lama, mengingat kerusakan yang dialaminya hari ini cukup parah."
Lanang akhirnya bisa bernapas lega. Namun, sang Entitas justru langsung memarahinya.
"Kau terlalu sibuk mengkhawatirkan Kwangim! Apa kau tidak memikirkan nasib kita sendiri? KITA MASIH TERJEBAK DI JALUR LIMBO, BOCAH BODOH!"
Teguran sang Entitas yang meledak-ledak itu menyadarkan Lanang akan masalah utamanya.
"Aduh, celaka! Kita sudah terlalu lama di sini. Bagaimana kalau raga Adam sudah mulai menunjukkan gejala pembusukan pasca kematian?" Lanang langsung berteriak heboh. Ia mondar-mandir kesana kemari, menyemburkan sedikit energinya untuk mencoba menghancurkan dinding Limbo. Sementara sang Entitas dalam jiwanya hanya bisa geleng-geleng kepala, karena tahu usaha itu sia-sia.
Lanang bahkan sempat memaki Bryan yang terlalu lama sadar dari pingsannya. Padahal, hanya Bryan satu-satunya harapan mereka untuk dipanggil kembali ke alam nyata.
Tapi di saat yang sama, di sisi Tantri, tiba-tiba angin bergemuruh kasar. Kilat mulai menyambar-nyambar di dekat sosok Iblis Air yang sudah berubah menjadi batu.
Lanang langsung berhenti dari aksinya yang gegabah.
"Apa lagi itu?" ia terkejut melihat kejadian yang tiba-tiba terjadi.
Tak lama kemudian, sebuah portal kegelapan yang jauh lebih mengerikan dari milik Lanang mulai terbuka di langit. Angin puyuh berwarna hitam terbentuk, menyelimuti sosok Iblis Air yang sudah membatu, lalu menyerapnya hingga menjadi butiran debu.
"Itu... Portal Raja Iblis!" seru sang Entitas, suaranya terdengar agak terkejut.
"Kenapa dia melakukan itu? Apa mungkin dia mau menghidupkan Iblis Air lagi?" tanya Lanang mulai gusar.
Ia khawatir dengan keadaan Tantri yang sekarang sudah tidak memiliki pelindung di tempat itu.
...************* ...
lanjut Thor 😍
gimana itu kalau Lanang nggak bisa balik. kasian tubuh nya Adam Thor
tapi cuma dikit
Thor ada nggak mantra yang bisa bikin cepat kaya???🤣🤣
seru dan menyeramkan.
tapi suka