Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
"Bagus, dia sudah jauh lebih menguasainya sekarang", Ucap Andre yang masih dengan seragam polisinya.
Andre sengaja agar Nina bisa berlatih karate. Itu agar gadis itu bisa menjaga dirinya dan kakaknya saat dia tidak bisa selalu ada di samping mereka.
Setelah memastikan adik Siska itu berlatih setiap harinya, Andre pun juga harus memastikan satu hal lagi sebelum ia pergi bersama Siska.
"Nina sudah pulang dari sekolah, itu artinya dia pun juga pasti sudah pulang". Ucap Andre pada dirinya sendiri.
Ia kemudian merogoh saku celana dinasnya. Mengeluarkan benda pipih nan berkotak panjang, dan langsung menelpon seseorang di sana.
" Halo!",
"Bagaimana dengan bocah laki-laki itu?",
(....)
" Oke, pastikan dia belajar banyak dari kalian",
(...)
"Tut!"
Sambungan telepon terputus.
Andre memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Kemudian melangkah pergi dari tempat itu.
___
Di tempat lain, Iyan pun tidak langsung pulang dari sekolah. Langkahnya menuju sebuah bangunan tua jauh dari keramaian.
Sampai di bangunan itu, ia langsung mengganti pakaiannya. Memakai celana panjang, dengan jaket hitam melekat di badannya.
"Bang!, aku pinjam yah, ini!",
Ucap Iyan sambil mengambil satu buah pistol berwarna hitam. Dia pun juga mengambil masker hitam dari dalam tasnya. Memakainya di wajah tampannya, hingga hanya terlihat bagian matanya yang dingin.
" Mau kemana?", tanya seorang pria paruh baya dengan luka sayat di wajahnya.
"Hari ini aku harus ke suatu tempat", datar Iyan dan mulai melangkah hendak pergi.
" Hati-hati, musuhmu ada dimana-mana. Mungkin mereka akan mengenalimu cepat atau lambat",
"Musuhku?, mungkin lebih tepatnya musuh kita, bang!",
Ucap Iyan sambil membenarkan tas ransel yang ia pakai dan melangkah keluar bangunan.
Senyum menyungging keluar dari pria paruh baya itu. Dirinya sudah lama tidak keluar melakukan hobinya. Tapi, kini ada bocah yang mau membantunya melakukan hobi yang jarang orang sukai.
___
"Brumm....", suara kendaraan lalu lalang yang tampak tak henti-hentinya membunyikan suaranya.
Di sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari sebuah minimarket dipinggir jalan, seorang gadis melamun tengah memikirkan sesuatu.
" Siska!, ini!",
Ucap Andre memberikan sebuah botol minuman kepada Siska. Dirinya sudah tak memakai seragam polisi lagi. Tentunya, kini ia berpakaian santai dengan kacamata melekat di kedua mata coolnya.
Sebenarnya, Andre tidak minus atau sakit mata. Tapi, ia memakai kacamata hanya untuk tidak dikenali sebagai seorang polisi jika diluar. Jika ia memakai kacamata, tentu orang-orang mengira bahwa dirinya pasti bukan seorang polisi. Karena seorang polisi tidak bisa seorang miopi atau sakit mata lainnya.
"Terimakasih!",
Siska mengambil minuman tersebut dan meminumnya.
" Kita sudah dekat dengan dengan perusahaan itu", Andre hanya sekedar memberitahu Siska. Walaupun, pastinya Siska sudah lebih tahu darinya, itu karena Siska pernah berkuliah di daerah itu.
"Menurutmu, siapa yang kamu curigai?",
" Kamu akan tahu nanti",
___
"Assalamu'alaikum!...",
Ucap Nina dari luar rumah. Ia menatap pintu berwarna cokelat di depannya. Tangannya sudah menggenggam pegangan pintu besi berwarna silver.
Namun, pintunya tidak bisa didorong dari luar.
" Pintunya dikunci",
Ucap Nina. Kejadian seperti ini juga pernah ia alami dulu, saat masih bersama mamahnya. Kenangan saat-saat dimana mamahnya masih ada kembali terulang.
Tanpa ia sadari, matanya mulai berkaca-kaca. Meneteskan air mata di pipinya yang cuby.
"Nin!", panggil seseorang dari arah belakangnya.
Sontak, Nina segera menghapus air matanya. Dan kemudian berbalik melihat siapa yang datang.
" Roni?",
Lagi-lagi Roni. Ia selalu datang disaat Nina membutuhkan seseorang untuk menguatkannya. Lagi, dan lagi. Seperti beberapa potongan memori terulang kembali.
"Sudah!, jangan bersedih", ucap Roni lembut pada Nina. Terlihat Roni yang sudah hampir putus asa melihat sahabatnya dalam kondisi yang sulit untuk diartikan. Dia bahkan serasa bisa merasakan apa yang dirasakan Nina setelah kejadian itu.
" Siapa juga yang sedih. Aku lagi bingung, kenapa pintu ini suka sekali menguncikan dirinya saat aku pulang. Kemana Siska?, biasanya dijam segini dia sudah pulang", Nina kembali membalikkan dirinya menghadap ke pintu rumahnya.
Ia tidak sanggup melihat Roni dengan tatapan sendunya. Pemuda itu terlihat mengasihaninya, itu nampak dari matanya.
Nina melihat jam yang melekat ditangannya yang sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA.
"Siska lagi keluar kota. Katanya ada urusan, kamu diminta untuk bermalam dirumah malam ini.", ucap Roni. Tentunya rumah yang ia maksud adalah rumahnya.
Bagi Roni sekeluarga, Nina seperti keluarganya sendiri. Jika ia butuh bantuan, pasti mereka siap membantunya.
Nina berbalik, dan akhirnya menatap Roni dengan senyuman.
"Baiklah, kalau begitu. Tapi, aku berharap kamu nggk nyuruh aku kerjain tugas kamu yang sudah menumpuk lagi!",
Nina melangkah melewati Roni, langkah kakinya selalu senang menuju rumah Roni. Dia bahkan tidak menunggu si pemilik rumah dulu.
" Iya. Siapa juga yang mau menyuruhmu, tukang Blush On!",
Ronipun tersenyum dengan respon Nina yang mulai membaik. Tak seperti sebelumnya, yang selalu dingin dan hampa.
"Aku bukan tukang Blush On, yah!",
Sangkal Nina menoleh pada Roni yang sudah mengikutinya di belakang.
Hari ini, rasanya berbeda. Bukan seperti sebelum-sebelumnya ketika Roni berusaha menghiburnya bersama Dila. Entah mungkin karena ada Dila, atau perasaannya yang masih sedih dan tidak tahu harus merespon bagaimana waktu itu.
Tapi, kali ini, rasanya dia mulai membaik dengan ajakan Roni. Walaupun, dirinya tahu, pasti Roni juga terpaksa. Karena kakaknya pasti juga memberitahu tante Muni. Sehingga dirinya diminta untuk bermalam dirumahnya tante Muni.
"Assalamualaikum!", ucap Nina saat dirinya masuk bersama dengan Roni.
" Waalaikumsalam...", jawab tante Muni bersama dengan ayahnya Roni.
Datang dan bermalan dirumah Roni, sudah biasa bagi dirinya. Sewaktu kecil, Nina terkadang datang dan bermalam dirumah Roni. Karena waktu itu, mamahnya terkadang keluar kota untuk suatu urusan dan juga bertemu dengan papahnya.
Karena papahnya yang begitu sibuk dengan pekerjaan, membuat mamahnya yang harus selalu datang menghampiri papahnya diluar kota. Sungguh, bukan seperti suami pada umumnya, bukan.
Kalau biasanya, seorang suami lah yang harus menemui istri dan anak-anaknya. Tapi, ini agak lain. Entah terlalu sibuk atau apa.
Nina selalu iri dengan Roni yang memiliki keluarga yang utuh. Ayahnya yang selalu menyempatkan pulang, dan ibunya yang perhatian dan baik.
'Ah!, aku iri padanya', batin Nina melihat keluarga Roni yang harmonis dan benar-benar romantis.
Sadar dengan perasaan Nina yang tak biasanya, Muni, ibu Roni pun datang menghampiri Nina dan memeluknya.
Ibu Roni akhirnya baru bisa memeluk Nina setelah sekian lama. Ia tidak memiliki anak perempuan, sehingga ia begitu menyayangi Nina seperti anak perempuannya sendiri.
Roni bukanlah satu-satunya anak tante Muni, tapi ada 2 adik laki-lakinya. Satu sudah kelas 5 SD, satunya lagi si kecil yang masih berumur 6 tahun.
"Kak Nina!", panggil adik kecilnya Roni seraya menghampiri Nina. Melihat ibunya memeluk Nina, ia pun ingin juga dipeluk.
" Sini!",
Panggil Nina sambil mengusap air mata yang sempat keluar tadi.
**Next!